webnovel

MENGEJAR CINTA MAS-MAS

Gladys Mariana Pradito "Sudah deh mi... aku tuh bosen dengar itu lagi itu lagi yang mami omongin." "'Makanya biar mami nggak bahas masalah itu melulu, kamu buruan cari jodoh." "Santai ajalah. Aku kan baru 24 tahun. Masih panjang waktuku." "Mami kasih waktu sebulan, kalau kamu nggak bisa bawa calon, mami akan jodohkan kamu dengan anak om Alex." "Si Calvin? Dih ogah, mendingan jadian sama tukang sayur daripada sama playboy model dia." **** Banyu Bumi Nusantara "Bu, Banyu berangkat dulu ya. Takut kesiangan." "Iya. Hati-hati lé. Jangan sampai lengah saat menyeberang jalan. Pilih yang bagus, biar pelangganmu nggak kecewa." "Insya Allah bu. Doain hari ini laku dan penuh keberkahan ya bu." "Insya Allah ibu akan selalu mendoakanmu lé. Jangan lupa shodaqohnya ya. Biar lebih berkah lagi." "Siap, ibuku sayang." **** Tak ada yang tahu bahwa kadang ucapan adalah doa. Demikian pula yang terjadi pada Gladys, gadis cantik berusia 24 tahun. Anak perempuan satu-satunya dari pengusaha batik terkenal. Karena menolak perjodohan yang akan maminya lakukan, dengan perasaan kesal dan asal bicara, ia mengucapkan kalimat yang ternyata dikabulkan oleh Nya.

Moci_phoenix · Urban
Zu wenig Bewertungen
108 Chs

MCMM 40

Happy Reading ❤

Gladys membolak balik badannya dengan gelisah di atas ranjangnya yang luas. Kadang dia tengkurap, kadang terlentang, kadang miring kanan atau kiri, bahkan lebih ekstrimnya dia melakukan headstand. Hal yang dulu biasa dilakukan saat berlatih yoga. Meski sudah melakukan berbagai pose tiduran, akhirnya dengan kesal Gladys turun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi, Gladys melihat pantulan dirinya di cermin yang ada di situ. Ditatapnya dengan seksama wajah dan tubuhnya. Pandangannya terhenti pada bibirnya. Bibir yang tadi dicium oleh Lukas. Tak dapat dipungkiri ciuman itu memberinya getaran sebagaimana layaknya dia melihat adegan ciuman di film-film yang ditontonnya. Namun entah mengapa terasa ada yang kurang. Apakah ini karena dia belum berpengalaman soal ciuman? Akhirnya Gladys keluar kamar mandi dan duduk di sofa sambil memandang keluar jendela.

Lukas Prawira. Lelaki yang dulu rajin ikut bang Ghiffari menjemputnya pulang dari bimbel. Dulu ia berpendapat Lukas itu terlalu menakutkan sebagai seorang lelaki. Wajahnya tampan namun seolah menyimpan misteri. Walau ia mengagumi wajah tampan seorang Lukas, namun tak pernah terbersit dalam hatinya untuk tertarik kepadanya. Pengakuan Lukas malam ini mengenai obsesinya terhadap Gladys terus terang saja menimbulkan rasa tak nyaman. Siapa sangka lelaki misterius itu menyimpan rasa untuknya selama bertahun-tahun. Kenapa selama ini dia tak pernah mengungkapkan perasaannya? Apakah pertemuan malam ini yang diatur oleh keluarga merupakan takdir yang akan menyatukan mereka dalam ikatan suci pernikahan.

Gladys mengambil hpnya dan mendial sebuah nomor. Berkali-kali ia mencoba sampai lelah, namun orang yang ditelpon tidak juga mengangkat. Ah, apakah aku harus melupakan dia dan memulai yang baru bersama Lukas? Tapi aku tak merasakan getaran yang sama seperti saat aku bersama Banyu. Aah.. kenapa hati dan otakku masih belum bisa menerima kenyataan Banyu tak menginginkannya. Kenapa aku belum ingin menyerah walau kutahu perjuanganku takkan mudah. Akhirnya dengan kesal, Gladys meletakkan hp di meja.

Aah, memikirkan masalah percintaan dan perjodohan membuatku lapar. Apakah sebaiknya aku membangunkan Minah untuk dibuatkan makanan? Atau membangunkan mbok Siti atau mbok Parmi? Aargh... kenapa aku malah bingung hanya untuk urusan menyiapkan cemilan. Baru saja Gladys hendak membuka kulkas yang ada di kamarnya tiba-tiba muncul notifikasi pesan masuk. Pesan dari Banyu.

Banyu >> Assalaamu'alaykum Princess. Tadi kamu telpon aku? Ada apa?

Gladys langsung menyambar hpnya dari atas meja.

Gladys >> Wa'alaykumussalaam. Kok telponku nggak dijawab?

Banyu >> Aku baru balik ke kamar. Tadi hp aku charge.

Gladys >> Oh.. Kok tumben jam segini baru balik ke kamar? Habis dari mana? Clubbing?

Banyu >> 😄🤣

Gladys >> Kok cuma gitu jawabnya?

Banyu >> Apa menurutmu aku tipe orang

yang senang clubbing?

Gladys >> Mana aku tahu. Aku nggak terlalu mengenal kamu. Aku justru lebih mengenal adik-adikmu.

Banyu >> 😤.. Jadi selama beberapa bulan kita kenal, kamu belum mengenal diriku dengan baik.

Gladys >> Bagaimana aku bisa mengenal dirimu lebih dalam kalau kamu selalu memasang dinding tinggi menyelubungi dirimu. Walaupun dari luar kamu terlihat tegar dan humoris, tapi menurutku masih banyak hal yang kamu sembunyikan dariku.

Banyu >> Kamu bisa bertanya pada Gibran kalau kamu ingin mengenal diriku lebih jauh.

Gladys >> Buat apa aku hanya mengenalmu lebih jauh kalau kamu tetap tidak membuka hatimu untukku.

Banyu >> 🤷🤷

Gladys >> Pertanyaanku tadi belum dijawab. Kamu dari mana jam segini baru balik ke kamar?

Banyu >> Kamu tuh curigaan dan cemburuan ya

Gladys >> Memangnya nggak boleh?

Banyu >> 🤣🤣Nggak ada yang perlu dicemburuin Princess. Kalau kamu nggak percaya silahkan tanya sama bang Ghiffari.

Gladys >> Kalian para lelaki kan biasanya saling melindungi🙄

Banyu >> Seharian ini kami semua sibuk mempersiapkan lokasi pesta. Dua hari lagi acaranya akan dimulai.

Gladys >> Ooh ....

Banyu >> Cuma ooh saja? Nggak minta maaf karena sudah cemburu?

Gladys >> Maaf

Banyu >> Bagaimana acara makan malamnya? Sreg dengan calon yang dikenalkan tante Cecile?

Air mata Gladys turun begitu saja di pipi mulusnya. Kenapa hati ini terasa sakit saat ditanya seperti itu oleh Banyu. Kenapa rasanya seolah Banyu tak sabar ingin lepas darinya. Apakah seperti ini sakitnya kalah bahkan sebelum berperang? Mengapa ini terasa lebih menyakitkan dibandingkan saat dulu Revan mengkhianatinya?

Tiba-tiba ada notifikasi panggilan video. Tanpa pikir panjang Gladys menjawab panggilan tersebut.

"Assalaamu'alaykum Princess. Astaghfirullah.. maaf aku nggak tahu kalau pakaian tidurmu seperti itu," Dilayar Hp tampak Banyu yang kalang kabut memalingkan wajahnya.

"Wa'alaykumussalaam," jawab Gladys.

"Princess kamu menangis?"

"Ngapain video call kalau memang nggak mau melihatku?" tanya Gladys kesal sambil menghapus air matanya.

"Astaghfirullah, jangan marah dulu. Bagaimana mungkin aku melihat ke arahmu sementara kamu hampir tidak mengenakan pakaian." jawab Banyu tanpa memandang ke kamera hpnya.

"Kata siapa aku nggak pakai baju. Aku pa.... ya ampuuuun!! Sorry mas, sudah kebiasaanku kalau tidur bajunya seperti ini. Jangan tutup telponnya. Aku ganti baju dulu."

Di seberang sana, Banyu menghela nafas lega. Saat terhubung dengan Gladys, tanpa sengaja ia melihat tubuh mulus Gladys melebihi yang selama ini biasa terlihat. Tanpa rencana ia melakukan panggilan video karena lama Gladys tak membalas pesannya. Ia tau pasti ada sesuatu. Dan benarlah saat panggilan tersambung ia masih sempat melihat pipi Gladys yang basah oleh air mata.

Tak lama kemudian Gladys sudah selesai mengganti pakaian tidurnya dengan piyama. Bukan lagi celana pendek dan tanktop.

"Apa kamu selalu tidur dengan pakaian seperti tadi?" tanya Banyu. Gladys hanya nyengir sambil memasang wajah polos.

"Nggak papa juga tho. Kan aku tidur sendirian."

"Bagaimana dengan kakak-kakakmu? Mereka kan juga lelaki normal? Kuharap kamu bisa memakai pakaian yang lebih sopan dan tertutup bukan hanya saat bepergian, namun juga saat tidur."

"Termasuk kalau tidur dengan kamu?" pancing Gladys yang sukses membuat Banyu terbatuk-batuk.

"Ngapain kamu tidur sama aku? Kita kan bukan mahram," elak Banyu.

"Maksudnya kalau kamu sebagai suamiku. Apakah aku harus tetap tidur dengan pakaian tertutup seperti ini?" Banyu tak menjawab pertanyaan itu. Jangan terpancing Nyu, otaknya memberi peringatan.

"Princess kenapa kamu menangis?"

"Gara-gara kamu."

"Kok gara-gara aku?" Banyu balik bertanya. "Memangnya aku melakukan apa"

"Justru karena kamu nggak melakukan apapun, mas."

"Memangnya kamu mau aku melakukan apa, Princess?"

"Apa aku harus mengulangnya lagi? Disini aku merasa hanya aku yang berjuang. Memang sih aku yang mengejarmu, tapi aku berharap kamu mau memberikan sedikit hatimu agar aku tak menyerah. Tapi kini aku sadar, sepertinya harapanku sia-sia. Dan sepertinya kamu tak sabar ingin lepas dariku."

Banyu terdiam mendengar ucapan Gladys. Apa yang Gladys ucapkan tak sepenuhnya salah.

"Maafkan aku, Princess."

"Please don't call me Princess. Itu hanya membuatku terus mengharapkan keajaiban dari hubungan ini. Keajaiban yang mungkin takkan terjadi dalam hidupku."

"Sekali lagi aku minta maaf karena belum bisa memberikan hatiku kepadamu. Aku minta maaf belum bisa menerimamu sepenuhnya sebagai seorang wanita dalam hidupku."

"Kamu terus meminta maaf namun kamu terus menyakiti hatiku. Ternyata rasanya seperti ini ya mas, ditolak oleh seseorang yang kita sukai. Lebih sakit daripada diselingkuhi oleh pacar." Kembali air mata Gladys menetes di pipinya.

Banyu merasa hatinya sakit melihat Gladys menangis. Walaupun belum bisa membalas perasaan Gladys, namun di sudut hatinya ada yang terasa sakit melihat Gladys meneteskan air mata. Ingin rasanya ia memeluk tubuh mungil itu dan menenangkannya. Namun ia tahu itu mustahil. Rasa sakit itu bertambah karena ia lah yang menyebabkan gadis itu menangis.

"Mungkin aku manusia paling tolol di muka bumi ini. Mengejar cinta seseorang yang jelas-jelas tidak menginginkanku." Gladys mengucapkan hal itu sambil memaksakan diri tertawa sementara air mata kembali menetes di pipinya. Kembali muncul rasa tak nyaman di sudut hati Banyu. Ah, mungkin ini hanya perasaan bersalahku karena tak bisa mencintainya, batin Banyu.

"Mungkin kamu akan menemukan kebahagiaan bersama lelaki pilihan orang tuamu," ucap Banyu.

"Mengapa aku tak bisa bahagia bersama lelaki pilihanku?" tanya Gladys. Karena, lelaki itu tak pantas untukmu, jawab Banyu dalam hati.

"Kamu akan menemukan kebahagiaan bila kamu mau membuka hatimu untuk lelaki itu, Princess."

"Bagaimana denganmu, mas? Kamu menasihatiku seperti itu namun kenyataannya kamu sendiri tak mau membuka hatimu untukku. Apakah aku sedemikian tak pantasnya untukmu? Apakah kamu sangat ingin mengusirku dari hidupmu?"

"Princess, tolonglah mengerti posisi dan situasiku. Aku nggak mungkin menjadi pendamping hidupmu kelak."

"Ya.. ya.. ya... aku tahu apa yang akan kamu ucapkan mas. Yang kulihat disini bukan masalah pantas atau tak pantas. Tapi masalahnya adalah dirimu belum mau berdamai dengan masa lalumu. Meskipun aku mau berkorban untukmu, semuanya akan sia-sia bila kamu masih terpaku pada masa lalumu."

Banyu terdiam mendengar ucapan Gladys. Mungkin benar apa yang diucapkan oleh Gladys. Aku masih belum bisa berdamai dengan masa laluku. Lelaki itu dan Senja. Ah, Senja. Mengingat wanita itu ternyata masih membuat hatiku menghangat dan bergetar. Apakah aku memang belum bisa melupakan dia?

"Mas, kok diam saja? Ngapain telpon kalau lebih banyak aku yang bicara." omel Gladys sambil mengerucutkan bibirnya. Banyu yang melihatnya tergelak. Namun tawanya terhenti saat pandangan matanya berhenti di bibir mungil Gladys. Bibir mungil yang pernah diciumnya walau hanya singkat. Bibir mungil yang membuatnya gelisah selama berhari-hari. Gelisah karena rasa bersalah dan gelisah karena ia ingin mencicipinya lagi. Wake up Banyu!! omel sang otak kepada hatinya. She's not yours. Dan dia takkan pernah bisa menjadi milikmu. Sadar Nyu, mustahil kamu bisa menjangkau dan meraihnya.

"Kamu sudah jam segini kenapa belum tidur?" Banyu mengalihkan pembicaraan sebelum otaknya kembali memikirkan bibir mungil itu.

"Lagi bingung sama perasaanku. Lagi bingung sama diriku sendiri."

"Bingung kenapa? Bingung karena ternyata pria itu ganteng dan mapan, serta mencintaimu?"

"Kok tau?" Tiba-tiba ada rasa aneh menjalar di hati Banyu saat mendengar jawaban singkat Gladys. C'mon Nyu, are you jealous? Don't be ridiculous. You have no feelings for her.

"Berarti masalah jodoh sudah selesai dong."

"Kata siapa? Aku malah tambah galau."

"Kenapa galau? Pria itu sudah sesuai kriteria yang diinginkan keluargamu."

"Tapi mas...."

"Cobalah kamu membuka hatimu, Princess. Beri dia kesempatan."

"Bagaimana dengan dirimu? Apakah kamu akan memberikan kesempatan padaku?"

"Princess sebaiknya kamu segera beristirahat. Aku juga sudah capek. Besok jam 7 kami sudah harus ke lokasi lagi."

"Kamu selalu seperti ini. Satu hal yang kuketahui tentangmu mas. Kamu selalu menghindari masalah, bukan menghadapi dan mencari solusinya." Tanpa banyak kata Gladys langsung menutup telponnya.

⭐⭐⭐⭐

"Nyu, elo kok belum tidur?" tanya Yudi yang baru saja memasuki kamar. "Perasaan elo sudah masuk kamar sejak sejam yang lalu. Hmm.. habis telponan sama pacar ya?"

"Sok tau lo Yud. Elo kan tau kalau gue belum punya pacar."

"Terus siapa dong malam-malam gini telponan sama elo? Nggak mungkin adik atau ibu lo kan? Biasanya yang bisa bikin kita melek tuh karena ditelpon pacar, gebetan, istri.. Pokoknya orang yang kita sayang deh. Selingkuhan juga termasuk tuh Nyu."

"Sok tau lo. Kayak yang punya pengalaman saja." ledek Banyu sambil melempar bantal ke arah Yudi.

"Gini-gini gue sering pacaran atau bahkan TTM an."

"Termasuk sering selingkuh ya, Yud?"

"Eits, bukan selingkuhlah. Kan kalau belum ada komitmen masih bebas berhubungan dengan yang lain." elak Yudi sambil tergelak.

"Ah emang dasar elonya buaya, Yud."

"Nyu, elo sendiri gimana? Kalau elo sampai jam segini telponan sama cewek berarti hubungan kalian serius. Jangan permainkan hati perempuan Nyu. Ingat elo punya ibu dan adik perempuan. Jangan suka nge- ghosting anak orang."

"Si***n lo Yud. Itu mah elo."

"Itu dulu Nyu, sebelum gue ketemu sama Linda. Masa kini dan masa depan gue adalah Linda. Masa lalu biar menjadi kenangan yang nggak akan bue biarkan menghalangi langkah gue untuk menghadapi hari ini hari esok."

"Gileee.. bijak banget omongan lo Yud."

"Haruslah Nyu. Umur kita sudah nggak muda lagi. Tahun ini usia gue 28 tahun. Pola pikir gue nggak boleh stuck di usia 25-27 tahun. Harus berubah lwbih baik lagi. Apalagi bulan depan gue bakal married sama Linda. Itu artinya tanggung jawab gue sebagai lelaki akan bertambah."

"Wah, kayaknya gue perlu belajar banyak sama elo nih Yud."

"Hahaha.. nggak salah nih, sarjana mau belajar sama lulusan SMA?"

"Itu kan hanya jenjang studi. Nggak menjamin kedewasaan seseorang dalam berpikir dan menghadapi hidup." ucap Banyu.

"Kayaknya elo lagi galau ya Nyu?" tanya Yudi sambil menatap Banyu dengan penuh selidik. "Soal cewek yang tadi telponan sama elo?"

"Ah, kata siapa gue telponan sama cewek."

"Berarti sama cowok? Emangnya elo doyan terong? Gilaa.. gue nggak nyangka!" ledek Yudi.

"Kam***t lo Yud. Gue masih normal dan masih doyan cewek kok."

"Terus kenapa chat dari Sinta gak pernah lo balas? Atau elo sudah punya pacar, calon istri atau mungkin istri?" desak Yudi.

CALON ISTRI. Banyu tersenyum saat mengingat dua kata tersebut.

"Semakin sering elo urusin pernikahan orang, elo bakal semakin pengen nikah. Percaya deh. Tuh contohnya bos kita."

"Kalau dia mah emang sudah lama pacaran sama bininya. Sudah ah, gue tambah stress ngobrol sama elo." Yudi hanya tertawa melihat Banyu ngomel-ngomel.

⭐⭐⭐⭐