Atas saran nenek Melinda, Abhygael memboyong isterinya tinggal di Mansion yang telah selesai dibangun dua bulan yang lalu. Tadinya Abhygael tak ingin menyewa para maid, Mansion dengan enam kamar tidur dan 2 kamar pembantu, dengan kamar mandi super cantik full marmer dilengkapi dengan studio pribadi milik Abhygael. Dengan rumah super mewah seperti ini jika tak menyewa pembantu maka bisa dibayangkan bagaimana Leona menangani rumah sebesar ini sendirian.
"Bagaimana mungkin dengan rumah sebesar itu mampu ditangani oleh kalian berdua tanpa dibantu oleh para maid, apa kau ingin membunuh isterimu ?" Protes Melinda sang nenek kesayangan Abhygael. Hanya nenek Melindalah satu-satunya yang dia miliki, paman Julit walaupun merupakan saudara ayahnya namun keduanya tidak begitu dekat. Julit memiliki seorang putera yang sekarang sedang menyelesaikan studinya di Australia.
Dengan mendelik gusar Abhygael menyetujui usul neneknya, dia terus mengomel di dalam hati. "Lihat saja nanti bagaimana saat nenek melihat wajah buruk Leona pasti akan segera mengusirnya dari rumah, merusak pemandangan rumah mewahku saja" Gerutunya.
Abhygael dan Leona menempati kamar yang berbeda, Abhygael tinggal dikamar utamanya dilantai dua yang super mewah sedangkan Leona memilih tinggal dikamar yang lumayan cantik dengan pemandangan kolam renang menggunakan lempengan backlit granit yang cahayanya bisa berganti di atas kolam renang di sebelah kamar tidurnya. Leona merasa sangat bersyukur, kamar yang dia tempati sangat jauh berbeda dengan kamar tidurnya yang sangat sederhana dirumah orang tuanya. Perbedaan yang mencolok bagai langit dan bumi.
Abhygael ingin memberi pelajaran kepada isterinya sehingga pakaian kotornya diserahkan kepada Leona untuk mencucinya, para maid dilarang memberikan bantuan. Begitu juga makanan harus dimasak oleh Leona seorang diri. Bagi Leona ini adalah pekerjaan mudah, toh dia sudah terbiasa melakukan semua itu semasa gadis.
"Leona..."Teriak Abhygael dari lantai dua.
Mendengar teriakan itu Leona segera bergegas menaiki tangga yang terbuat dari marmer dengan lampu gantung dengan model yang unik, membuat rumah ini bak hotel berbintang lima.
Leona tiba di depan pintu kamar Abhygael dan membukanya, nampak Abhygael berdiri dengan sekeranjang tumpukan pakaian kotor miliknya. "Apakah kau memanggilku ?"
Shift ! Abhygael segera menutup telinganya. "Mulai detik ini jangan sekalipun bersuara di depanku, telingaku bisa ternoda mendengar suara comprengmu. Apa kau paham ?"
Leona hanya bisa menarik nafas berat, diraihnya keranjang yang berisi pakaian milik Abhygael, dengan susah payah dibawanya turun menuju kamarnya. Dia ingin mencuci pakaian itu dikamar mandi yang ada di kamarnya. Bukan tanpa alasan, Leona tak ingin orang melihat kulitnya jika terkena air. Lotion cokelat akan luntur dan kulit mulusnya bisa kelihatan. Awalnya Abhygael protes dan menyuruhnya mencuci di ruang cuci yang telah disediakan di rumah itu, namun Leona mengancam tidak akan mencuci pakaian itu jika bukan di kamar mandinya. Akhirnya Abhygael mengalah, dia tak ingin terus-terusan mendengar suara Leona di rumah ini.
Pelajaran pertama yang diberikan Abhygael pada Leona mampu dilaluinya dengan riang. Teringat pesan ibunya, dia harus terus patuh kepada suami, setelah mencuci pakaian, Leona menuju dapur yang bernuansa putih dengan kursi suede berwarna biru dan kompor berwarna biru. Leona mencoba memasak sebisanya, peralatan yang ada sangat baru untuknya, biasanya di rumahnya dia hanya memasak menggunakan kompor hock yang menggunakan minyak tanah, sekarang dia harus membiasakan diri menggunakan barang-barang mewah di rumah ini. Leona tergolong cerdas, hanya dengan mengamati suasana di sekelilingnya dia mampu mengatasi segala kesulitan. Hal ini dijalaninya dengan lapang dada, agar pekerjaan yang dilaluinya tidaklah berat, sebelum beraktivitas Leona berdoa agar Allah meringankan semua pekerjaannya.
Ini adalah masakan pertamanya untuk suami, breakfast ala kampung halamannya, nasi goreng seafood. Dia belum terbiasa dengan menu yang disukai sang suami. Setelah hari ini dia akan bertanya kepada koki yang ada dirumah neneknya, dia akan mencoba segala menu demi untuk menyenangkan hati suami.
Setelah menyajikan menu di atas meja, Leona meminta maid untuk memanggil tuannya agar segera sarapan. Abhygael turun dengan menggunakan jas lengkap dan dasi yang sudah disiapkan Leona sebelumnya, melihat menu masakan yang ada di atas meja, Abhygael berang.
"Apa seperti ini masakan yang kau suguhkan untuk suamimu ? dasar kampungan, buang semua makanan ini di tong sampah"
Abhygael segera berlalu tanpa menyentuh makanan sedikitpun. Leona hanya bisa menghempaskan nafasnya dengan kuat. Ketua maid menghampirinya dan menenangkannya. Ketua maid yang bernama Sultia adalah pembantu kepala yang berada dirumah neneknya, dia sengaja ditempatkan di rumah Abhygael untuk membantu Leona, Sultia sudah merawat Abhygael sedari kecil makanya dia tau semua yang disukai dan tidak disukai Abhygael.
"Nyonya harus sabar, sebenarnya tuan itu sangat baik, mungkin saja hari ini moodnya lagi tidak bersahabat"
"Apa yang harus kulakukan bi, aku akan berusaha mempelajari semua menu kesukaan suamiku, apa aku harus ke rumah nenek untuk belajar melalui chef yang ada di sana ?"
Sultia memandang Leona dengan tersenyum. "Tidak perlu, hari ini chef akan datang kerumah ini mengajarimu, bibi yakin kau akan dengan mudah mempelajarinya.
Hanya selang beberapa menit setelah kepergian Abhygael, Chef Tomy datang dan mulai mengajari Leona memasak semua masakan baik kesukaan Abhygael atau menu apa saja yang tentunya sangat mudah dilakukan. Leona dengan tekunnya memperhatikan cara chef menyiapkan masakan. Semua daftar menu dan resep yang diajarkan dicatat dalam catatan harian yang ada di ponsel miliknya. Dengan begitu dia akan mudah memasak hanya dengan membuka ponselnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00, artinya suaminya sebentar lagi pulang. Leona mencoba merenggangkan tubuhnya yang terasa pegal di atas kasur empuknya, setelah hampir seharian belajar memasak, Leona sempat terlelap dan terbangun saat mendengar teriakan suaminya.
Ternyata suaminya telah berdiri di dalam kamarnya sambil berkacak pinggang. Leona segera bangun dengan mengucek-ngucek matanya.
"Kau di bawah ke rumah ini bukan untuk tidur, cepat siapkan kemejaku, malam nanti aku akan bertemu pacarku, ingat kemeja dan celanaku harus serapi mungkin" Abhygael sengaja menekankan kata pacar, agar Leona sadar jika dia bukan siapa-siapa di rumah ini.
Leona hanya mampu menatap kepergian Abhygael setelah membanting pintu kamarnya dengan kasar. Leona tetap menjalani semuanya walau dibarengi dengan cacian dan cemoohan, entah apa yang dipikirkan Leona. Toh dia bisa saja tidak melakukan semua pekerjaan ini, karena dia adalah nyonya dan sekaligus isteri di rumah ini, namun mengingat pesan ibunya, dia akhirnya tetap melakukannya. Masa remajanya benar-benar terenggut dengan aktifitas yang memuakkan ini. Gadis itu segera bangkit menuju kamar Abhygael, yang punya kamar tidak ada di tempat, Leona segera memilih kemeja kasual kesukaan Abhygael yang diketahuinya dari bibi Sultia. Ditaruhnya dengan rapi di pembaringan semua pakaian yang diinginkan. Huh..segala sesuatu harus disiapkan isteri untuk bertemu sang kekasih pujaan. Terdengar suara Abhygael yang sedang tertawa mesra menerima panggilan telepon di balkon sebelah kamarnya, Leona tidak merasa sakit hati. Toh dia tidak sedikitpun memiliki perasaan kepada suaminya itu. Hubungan yang dijalaninya saat ini hanyalah bentuk memenuhi semua keinginan keluarga kedua belah pihak.
"Kau menguping pembicaraan kami ?"Bentakan Abhygael membuat Leona terkejut. Tak banyak bicara dia hanya menunjuk pakaian yang diinginkan Abhygael dan berlalu dari kamar itu. Leona tak ingin berlama-lama dikamar Abhygael, dia sangat tidak ingin melihat suaminya. Bukan tanpa alasan, dia sebisa mungkin mengajari hatinya untuk tidak membenci dan mencintai.