webnovel

Tugas Konyol

Dua Minggu sebelum pertemuan aneh yang bikin naik darah itu terjadi....

Judith Devi Pramudita, sedang mengendarai sepeda motor maticnya, ke sebuah gedung perkantoran di pusat kota Bandung.

Cuaca agak panas siang itu. Judith merasa menjadi ksatria baja hitam di siang hari, dengan pakaian dan jaket pelindung yang di kenakannya. Tak lama kemudian, Judith sampai di ruko besar yang letaknya di jalan Braga. Judith memarkirkan motornya di parkiran kantor yang di teduhi oleh kanopi berwarna biru.

"Tumben ngantor, Ju?" Kata wartawan senior, Kang Harry.

"Iya Kang, di panggil Madam Nih!" Jawab Judith sambil menyeka keringatnya. Melipat Jaket dan menyimpannya di bagasi motor.

"Kayaknya dia udah nunggu, tuh!" Kata Kang Harry sambil menoleh ke arah kantor.

"Owhh, Iya? Ya sudah, aku masuk dulu, Ya!" Kata Judith buru-buru.

"Iya, Akang mau makan dulu, Ya!" Jawab Kang Harry tanpa menawarkan Judith dan berjalan cepat-cepat.

Akhir bulan begini, sepertinya Kang Harry sedang boke. Jadi enggan menawarkan makan walau sekedar basa-basi.

Judith merasakan angin dingin menerpa wajahnya, berhembus dari Air Conditioner di ruangan kantor. Tubuhnya terasa agak adem. Judith segera menuju ruangan tempat Madam berada.

Toook! Toook! Toook! Judith mengetuk pintu.

"Masuk!" Jawab suara semerdu petikan biola dari dalam.

Seorang wanita berusia tiga puluh lima tahun yang cantik rupawan menyambutnya. Para pegawai memanggilnya Madam. Nama sebenarnya sih, Indhi. Tapi, mereka lebih nyaman memanggilnya Madam, karena dia adalah pimpinan di sini.

"Siang, Madam!" Judith menyapa dan duduk di kursi, berhadapan dengan Madam.

"Siang juga." Jawab Madam dengan anggun, sambil menggeser laptop yang sedari tadi di pelototi olehnya.

"Tulisanmu Minggu lalu, tentang 'Mengubah Itik Menjadi Seekor Angsa, mendapatkan rating dan view tertinggi. Ku ucapkan selamat." Kata Madam langsung ke intinya.

Untuk wanita seumurannya, Madam, yang nama aslinya Indhi Chyntia Dewi, dia masih terlihat cantik dan awet muda. Tentu saja, karena Madam yang masih single, menghabiskan sebagian gajinya untuk perawatan di klinik kecantikan. Rambutnya yang di cat warna merah maroon, di potong bentuk layer yang indah lurus, dengan gelombang cantik pada ujungnya.

Kukunya bersih, nail art-nya nampak cantik campernik, hasil pedi medi juga di salon. Madam juga di anugerahi wajah mungil dan cantik bak artis Korea, walau tidak mirip Han Soo Hee.

Madam Indhi berkulit putih mulus berkilau, nampak licin memantulkan Kilauan cahaya lampu. Judith berpikir, sepertinya lalat yang berani hinggap, akan jatuh tergelincir.

"Wahh, benarkah Madam?" Judith kegirangan.

"Betul. Ini laporannya." Madam memperlihatkan sederet angka di view pembaca. Melesat hingga ribuan.

Tentu saja, artikel itu di tujukan untuk para wanita. Seperti di ketahui, jumlah wanita lebih banyak daripada pria. Dan ini adalah majalah wanita bernama 'Ladies Dignity', tentu saja para wanita yang lebih banyak membacanya.

"Asyiikk, gajiku nambah dong, Mam?" Tanya Judith.

"Sebetulnya nambah, kau dapat bonus. Tapi, bagian keuangan memotongnya langsung karena sebelum-sebelumnya kau beberapa kali kasbon." Kata Madam kalem.

"Owhhh shit!" Judith mengumpat. Tubuhnya merasa lemas seketika.

"Tidak bisakah kau naikkan gajiku saja, Madam? Aku sudah lama loh, bekerja sebagai penulis di sini?" Tanya Judith memelas.

"Belum bisa, Sayang! Kami baru mampu membayar mu sejumlah itu." Madam menegaskan.

Judith memanyunkan bibir bawahnya. Kakinya bergoyang-goyang mengusir bayangan bonus yang lenyap di potong kasbon. Musnah sudah harapannya membeli sepatu boot kulit yang baru.

"Tapi, aku ada lagi pekerjaan untukmu. Kalau kau bisa menyelesaikannya dengan baik,lalu view-nya melebihi yang sekarang, aku pastikan bonusmu akan lebih besar." Kata Madam.

"Apa itu?" Semangat Judith meningkat satu level mendengar kata bonus.

"Ini, kau wawancarai saja mereka." Madam menyerahkan selembar kertas yang sudah di print kepada Judith.

"Whaatt?" Judith terbelalak.

"Apa-apaan ini, Madam?" Judith nyaris ngakak melihat daftar itu.

"Seperti yang kau lihat. Itu daftar nama Pria abad ini yang harus kau wawancarai. Mereka ini termasuk role model untuk generasi sekarang." Jawab Madam.

Sekali lagi Judith meneliti daftar nama itu. Beberapa pria berprofesi sebagai, Dosen, Dokter, Seniman, bahkan Ahli Supranatural juga ada.

Yang nyaris membuatnya jatuh dari kursi adalah nama terakhir dalam daftar itu.

"Di sini tertulis, Adon Black Student?" Judith heran.

"As you see!" Jawab Madam.

"Mam, eehmmm...ini, bagaimana aku bisa mewawancarai tokoh game?" Judith merasa nama terakhir dalam daftar adalah suatu kekonyolan yang hakiki.

Adon Black Student adalah tokoh game yang sedang di gandrungi saat ini. Dari anak-anak hingga kakek-kakek, yang kebanyakan tangannya sudah bergetar saat memencet joystick dan layar ponsel, sebagian besar memainkan game ini.

Judith pernah memainkannya beberapa kali, karena dia di racun oleh Jodi, anak laki-laki berusia lima tahun, putra sahabatnya yang bernama Lina.

Saat itu Jodi di titipkan padanya selama Ibunya bekerja. Anak itu hanya diam ketika bermain game, setelah membuat Judith pusing tujuh lapis langit dengan mengacak-acak kamar kostnya.

Dari situ, Judith mengenal game Black Student, nama panggilan tokoh utamanya. Black Student di gambarkan sebagai visual yang lucu dan tampan. Sejenis Superhero yang menyamar menjadi anak sekolah.

Judith suka game itu. Menyenangkan memainkannya dan menyelesaikan beberapa misi. Tapi untuk mewawancarainya, itu lain lagi.

"Aku tidak mungkin mewawancarai tokoh game." Sahut Judith yang membayangkan bonus lenyap seketika karena ini.

"Astaga, sayang! Kupikir kau cukup pintar untuk mencari jalan keluarnya. Kau tidak harus mewawancarai tokoh gamenya, tapi orang yang membuatnya." Madam menyombongkan kecerdasan yang kini tertulis di keningnya.

"Ahhhh, I see! Tapi kan di sini tidak ditulis nama pembuatnya, makanya aku bingung." Judith mengelak.

"Aku sudah memberi keterangannya dengan garis bawah di lembar kedua." Jawab Madam.

"Ini kan cuma selembar?" Judith menjiwir ujung kertas.

Madam mencari lembar berikutnya. Ternyata masih nyangkut di dalam mesin printer.

"Ini!" Katanya menyerahkan lembar kedua dengan wajah tanpa dosa.

Judith membaca lembar kedua. Barulah dia mendapat keterangan yang jelas setelah membacanya.

"Nama pembuat sekaligus programernya adalah, Eggi Hamdani Atmaja." Judith mengangguk-angguk.

"Aku sudah mencantumkan nomer telepon agar kau gampang menghubungi mereka untuk jadwal wawancara." Kata Madam lagi.

"Thank you!" Judith memainkan bibir bawahnya, dari di majukan ke depan lalu mengerut.

"Cuma wawancara saja seperti biasa, lalu di buat artikel. Nggak terlalu susah, aku sudah terbiasa, walau tugas ini akan memakan waktu, mengingat jumlahnya ada seratus orang." Kata Judith dalam hati.

Kalau tidak ingat tagihan dan semua yang harus di bayarnya saat jatuh tempo. Judith memilih lebih baik kabur pake kapal pertama ke Bali dan liburan. Tapi sepertinya, dia harus menabung berbulan-bulan lamanya agar bisa liburan ke Bali.

"Bagaimana orang-orang ini bisa masuk ke dalam daftar pria paling di cari saat ini?" Judith mengerutkan keningnya.

"Itu dari hasil survey dan kuesioner." Jawab Madam sambil kembali menyalakan laptopnya.

"Arrrgh, kayaknya mereka sudah gila!" Judith menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rambut yang panjangnya cuma sebahu jadi acak-acakan.

Madam melihatnya dari balik kacamata yang baru dipakainya.

"Wanita jaman sekarang, seleranya ikut berubah. Kau harus terbiasa dengan itu. Jangan samakan seleramu dengan mereka." Madam mengingatkan.

"Pria-pria sekarang agak menakutkan." Judith bergidik ketika teringat pria yang selalu menguntitnya saat menuju kostan.

"Kalau begitu, kau bertemu pria yang salah." Jawab Madam dengan santainya.