webnovel

Pendapat Rumit

"Iya. Kenapa aneh, Ya? Bagiku sih, tidak!" Jawab Tini sambil mengibaskan lagi rambutnya, helainya berguguran kena baju keatasannya yang berwarna putih berkilau.

"Iya, aneh! Kan sudah ada tukang sampah!" Sahut Eggi sambil menusuk potongan daging dengan garpunya.

"Kakak perempuanku yang sudah menikah, sehari-hari selalu sibuk mengurus anaknya, rumahnya dan suaminya. Tiap hari, selalu saja membuang sampah. Kalau nggak pagi ya, sore hari. Kakakku selalu manggul polly bag berisi sampah. Aku tidak mau kelak suamiku orang yang seperti itu. Dia harus mau membantu walau sekedar buangin sampah!" Tini agak emosi saat menceritakannya.

Eggi terperangah. Berarti, standar kesempurnaan bisa berbeda-beda tergantung orangnya.

"Ehhm, Tini! Tahu kan game buatanku? Adon Black Student? Naahh, kata orang sihh, katanya dia tipe cowok ideal dan sempurna. Kira-kiranya, mau tidak kalau perempuan menikah dengan pria seperti itu?" Eggi penasaran.

"Kalau aku sih, tidak mau! Kerjaannya cuma berantem terus. Capek dong tiap hari selalu dalam bahaya. Perempuan selain nyari aman, dia juga tetap mencari yang nyaman." Jawab Tini.

Eggi mengangguk-angguk seakan dia memahami. Padahal dia tidak mengerti juga. Baginya, ini terlalu rumit. Ini baru satu orang perempuan yang dia tanyai soal standar sempurna laki-laki. Kebayang kalau jutaan wanita yang di tanyai? Pasti jawabannya bakal segunung melebihi gunungan sampah di Bantar Gebang.

"Kenapa nanyain soal itu?" Tanya Tini dengan mata sayu merayu.

"Hanya ingin tahu saja. Terus, menurutmu aku bagaimana?" Eggi jadi penasaran pendapat Tini tentang dirinya.

"Kau sih, ganteng, manis, tinggi, baik dan banyak duit, heheheh!" Tini terkekeh.

"Ahahahahaha, kau jujur sekali, Ya?" Eggi nyengir kecut.

"Menurutku begitu. Aku sih, nggak keberatan walau cuma seneng-seneng semalam bersamamu!" Jawab Tini cuek.

"Uhukkk! Uhuuuukkk!" Eggi terbatuk dan mencari air putih. Dia menenggaknya hingga setengah botol.

"Ehh kenapa?" Tini menepuk-nepuk punggung Eggi.

Eggi menggerak-gerakkan tangan memberi isyarat dia baik-baik saja.

"Semalam saja?" Eggi mengangkat kedua alisnya.

Pagi-pagi banget, Luki sudah ada di kediaman Eggi. Dia sibuk mendidihkan air, menanak nasi dan membuat sarapan.

Seperti biasa, hampir setiap pagi dia sarapan di rumah Eggi. Sekedar bikin dadar telor, mie goreng dan ngopi bareng sebelum membicarakan soal pekerjaan.

Tangannya sibuk memotong-motong bawang, sayuran dan sosis untuk pelengkap mie goreng.

Eggi bangun sewaktu mencium aroma bawang goreng dan aroma kopi yang baru saja di seduh.

"Lohhh, udah dateng lagi?" Tanya Eggi sambil menggaruk rambut dan mengucek-ngucek matanya.

"Belum! Taun depan baru Dateng!" Jawab Luki asal sambil mengaduk mie gorengnya.

"Tiap ngomong taun depan melulu. Nyatanya tiap hari udah nongol duluan." Eggi menguap terus duduk di kursi makan.

"Bawel!" Sahut Luki sambil menata sarapan seadanya di atas meja.

Sarapan sejuta umat. Dadar telor, mie goreng, nasi dan kerupuk. Tak lupa saus dan kecap botolan. Sesuatu hal yang terjangkau oleh dua orang pemuda jomblo seperti mereka. Ehh, sebenarnya Eggi yang jomblo, kalau Luki sih, dia sudah pernah menikah. Mereka bercerai setelah dua tahun usia pernikahan.

Luki bilang itu salahnya. Tapi sebenarnya, tak ada yang benar-benar tahu penyebab perceraiannya. Sepertinya Luki juga nggak menderita-menderita banget. Sering keluyuran minjem mobil Eggi buat hunting calon bini.

"Tini nggak nginep sini?" Tanya Luki sambil menyeduk nasi ke piringnya. Di ikuti oleh Eggi tanpa di perintah.

"Nggak! Gue anterin dia pulang!" Jawab Eggi sambil menyuap sesendok besar nasi sama telur dadar. Lanjut dengan suara kresss kress menggigit kerupuk blek.

"Kok, tumben?" Luki heran.

Biasanya sih, sehabis kencan. Cewek-cewek bakalan nginep semalem di rumah Eggi.

"Gue capek begitu terus. Nggak pernah ada hubungan yang jelas." Jawab Eggi.

"Mau jelas gimana? Loe nya juga ogah-ogahan begitu!" Sahut Luki.

"Gue juga nggak ngerti!" Eggi nyengir.

"Mau ngerti sedangkan diri loe sendiri, nggak jelas maunya apa?" Luki menyambar minumnya dan menenggaknya sampai habis. Rupanya ada cabe rawit domba geluntungan yang nggak sengaja terkunyah.

"Pedess bangett, njirrr!" Wajah Luki jadi Semerah kepiting rebus.

Eggi nyengir melihat Luki menderita.

"Biar seger, bro! Asal nggak sakit perut aja." Eggi menyodorkan gula buat penetralisir rasa pedas.

"Haahhh! Haaahhh!" Luki masih berusaha mengendalikan penderitaannya. Eggi nerusin makannya yang agak tertunda barusan.

"Ehh, waktu loe masih punya bini, loe suka bantu-bantu di rumah nggak? Buangin sampah misalnya?" Tanya Eggi tiba-tiba.

"Ngapain nanya yang begituan?" Luki mulai melanjutkan makannya dengan sesuap nasi dan telor dadar sekaligus kecap, berharap rasa pedasnya berkurang.

"Jawab aja, sih?" Kata Eggi.

"Jarang! Kalau sempet aja. Pas libur kerja, baru bantu beres-beres rumah." Jawab Luki.

"Owhhh!" Eggi mengangguk-angguk.

Sejenak, keduanya terdiam sambil menghabiskan sarapannya masing-masing. Melihat kemampuan Luki yang rajin bersih-bersih mengurus rumah, nyediain sarapan walau sederhana. Kelihatannya, dulu...Luki suami yang baik.

"Ternyata rumit, yah! Pandangan cewek soal pria yang baik itu, apalagi yang sempurna." Kata Eggi.

"Sama saja dengan pandangan kita kaum laki-laki terhadap cewek. Kita toh sama-sama manusia, cuma beda jenis kelamin doang!" Jawab Luki.

"Loe nggak niat cepet-cepet kawin lagi?" Tanya Eggi kepada Luki yang langsung berhenti mengunyah.

"Menikah itu nggak mudah! Butuh kesiapan mental dan fisik. Cinta saja, tidak cukup!" Jawab Luki terdengar muram.

"Ehh, sorry kalau pertanyaan gue bikin tersinggung. Ga maksud bikin loe bete, aslinya!" Eggi jadi tidak enak melihat Luki yang nyebelin mendadak jadi tokoh protagonis.

Luki masih termenung. Sepertinya dia jadi teringat masa lalunya. Wajahnya jadi terlihat sendu bagaikan Fulgoso yang dimarahin majikannya.

"Ehhh, besok jadi wawancaranya? Gimana kata wartawan itu?" Eggi mengalihkan pembicaraan.

"Jadi! Habis ashar, Ya! Tempat yang kemaren aja, udah dipesenin kok!" Jawab Luki.

"Ikut, Yuuukk! Males gue sendirian." Kata Eggi.

"Ogaahhh, ahhh! Gue kan besok harus ngatur buat meeting loe and team riset buat Minggu depan." Jawab Luki.

"Laahh, Tibang sebentar aja! Gue takutnya mendadak esmosi...ehhh emosi kayak kemaren. Jadinya marah-marah sama itu cewek!" Eggi membujuk.

"Nggak! Kerjaan gue buat loe itu seabrek. Tangan gue cuma dua, nggak bisa melakukan banyak hal bersamaan kecuali gue Tuan Tentakel." Luki membereskan piring bekas makan dan mencucinya.

"Huhhh!" Eggi menggerutu.

"Nggak usah merengut! Tinggal minta maaf doang sama tuh cewek. Ingetin dirimu, kalau cewek itu sedang bekerja. Loe harus profesional dan berbesar hati buat minta maaf, nggak usah sok gengsi." Luki mengingatkan.

"Loe itu lebih cocok jadi nyokap gue ketimbang manajer gue, deh!" Eggi manyun.

"Yaaa, Nyokap loe udah nyerah kali, ngurusin anak bontotnya yang keras kepala. Kalau di pikir-pikir, sepertinya loe cuma bakal nurut kalau sama istri sendiri nanti!" Jawab Luki.

"Weeww! Nggak usah, Ya! Demi bintang-bintang yang bersinar saat malam, demi ubur-ubur dan kepiting kering calon penghuni Bikini Bottom, nggak Sudi gue kalau harus jadi budak cinta dan jadi Susis, suami takut istri. Nggak banget!" Jawab Eggi panjang lebar.