webnovel

Gairah yang harus tertunda

Dari pagi, hingga siang ini kita terus saja di kamar, aku hampir tak pernah memakai baju hanya boxer, Ina juga hanya mengenakan kaos ku dan CD, kita selalu berpelukan rasanya tak banyak yg kita inginkan hanya berada di dekat orang yg kita cintai. Tak akan pernah cukup waktu untuk bersama.

"Aa, aku engga mau pulang" dengan nada manja nya Ina memutar tubuhnya memeluk tubuh ku, kita sedang berbaring di ranjang sambil nonton TV.

"Seperti kamu, kalo sudah terbiasa ada kamu dari pagi hingga pagi. Rasanya engga rela kalo harus jauh lagi dari kamu" jawab ku sambil membelai rambutnya. Dan memejamkan mata, coba menyimpan rasa ini untuk bisa ku kenang di kemudian hari.

"Kayanya kita harus cepet nikah deh, biar bisa sama-sama kaya gini setiap hari" sambil aku membayangkan ketika masa itu tiba. Ina menatap aku, dan menaiki tubuh ku dalam posisi tidur, wajahnya tepat di wajah aku.

"Makanya cepetan Aa lulus sekolah, kuliah di Bandung kita bisa ngontrak bareng." Sambil Ina senyum senyum menatap ku genit.

"Jadi hari ini kita kemana?" Tanya ku, masih ada waktu sampai nanti malam.

"Temenin aku belanja dulu ya, abis magrib aku antar kamu pulang, dan aku langsung ke Bandung." Jadwal sudah di susun Ina. Aku hanya senyum. Ina mencium ku dan tak lupa mencium Michael, langsung ke toilet. Ingin rasanya menyusul ikut mandi, tapi aku hanya ingin bercinta di tempat tidur ini. Mungkin setelah pulang dia belanja. Pagi ini Ina mengenakan kaos longgar putih, menggunakan sporting bra hitam dan celana short ketat hitam, sepatu sneakers simpel. Aku mengikuti gaya olahraga nya. Kaos dan celana pendek. Kita joging di Senayan dan sepanjang Sudirman karena jalan di tutup. Karena kita parkir di Senayan City, selesai istirahat dia langsung minta di temani belanja ini itu, yg paling berkesan saat lewat conter underwear wanita, dia masuk dan minta di temani memilih-milih yang aku suka. Saat aku memilih warna gelap.

"Kenapa Aa selalu senang saat aku pake underwear hitam?" Sambil memegang barang yg aku pilihkan. Aku berbisik di telinganya.

"Saat kamu pake warna gelap, cahaya hanya tampak dari kulit kamu yg putih bersih, lekuk tubuh kamu makin terlihat nyata. Hanya bagian yg paling indah tertutup, saat kamu buka bra, nyata semua, lengkap lekuk tubuh kamu, semakin indah di lihat. Tatkala kamu mulai melepas CD hitam kamu, tak adalagi hal indah di dunia ini yg melebihi kesempurnaan tubuh wanita. Tinggal di nikmati juga di rasakan. Bercinta dengan mu selalu membuat kecanduan. Membuka helai demi helai yg menutupi tubuh kamu bagai membuka hadiah yg di berikan buat aku." Ina memandang ku, memegang pipi ku, mencium dengan mesra bibir ku. Di dalam ruang ganti wanita.

"Aku mau beli satu lagi, tapi kamu engga boleh tau, dengan warna berbeda. Bisa kmu liat, kalo kamu datang ke Bandung." Ina senyam senyum, aku pasang muka cemberut, dia mencubit pipi ku. Dia berharap aku bisa segera ke Bandung.

Menjelang siang, kita balik lagi ke hotel.

Saat kita mulai di kamar, dia tak mau saat aku coba mencumbunya. Dia bilang keringetan banget. Dia minta waktu buat mandi dulu. Walau aku tetap menyukai aroma keringatnya. Tapi bila ada rasa tak nyaman terpaksa aku harus melepaskan dia mandi dulu. Aku juga mau memberikan yg terbaik, selesai dia mandi. Aku pun membersihkan diri dari keringat, keluar dari kamar mandi. Dia telah memakai underwear pilihan ku, di tutupi lingerie hitam. Lngsung aku membuka kimono mandi ku, aku polos menghampiri Ina, dia senyum dan menutup mulutnya. Aku langsung melompat ke kasur berjalan bagai singa melihat mangsanya, aku menciumi kakinya, aku menjilati jemari kakinya.

"Aa, iiih.." aku menatap dia serius, tak mau di ganggu.

"Ssssshhhhhhh" dia mendesah tertahan. Dari menghisap ibujari kakinya, naik ke mata kakinya, terus naik ke betisnya, tumit kakinya, pahanya, terus ke bokongnya, aku jilati yg bisa ku jilati, yg masih tertutup aku lewati naik ke perutnya ku jilati pundaknya, tanganya, siku dan terus ke jari.

"Aaaaaasshhh udah iiih" desahnya makin menjadi. Saat ku cium bibirnya dia langsung mengajak menari lidah, aku ikuti sesaat dan mencium telinganya, sambil tanganku melepas lingerie nya ciuman ku turun ke leher, aku makin tak tahan menciumi menjilati juga menghisap putingnya, selanjutnya tangan ku bekerja meremas.

"Aaaaaghhhhhh HH" Ina bergelinjang tubuhnya. Aku mulai melepaskan CD nya, turun ciuman dan jilatan ku ke perutnya, ke rambut halus vaginanya. Telah basah saat ku hisap klitorisnya.

"Sayaaaaang, udahhh dong..Ammmpuuun Aaaa" Ina menatap ku dengan memohon. Untuk segera bercinta. Penis ku terus di pegang dan terus di rangsang dengan sentuhan dan urutan yg dia buat. Saat makin asik aku menghisap klitorisnya, menari lidah ku di situ. Dia bangkit duduk memegang kepala ku, coba menahan serangan itu.

"Aaaa...please please please ampuuuun" aku melepaskan, Ina langsung bangkit dan mendorong ku tertidur dia menaiki tubuh ku, membimbing penis ku masuk perlahan ke lubang hangat vaginanya. Diam sebentar saat seluruh lubang di penuhi penis tegak berurat. Perlahan tarian itu di mulai, tarian perut yg selalu membuat aku kecanduan bagai sebuah urutan lembut di batang penis.

Tak butuh waktu lama Ina langsung memuaskan dirinya dengan benda padat panjang milik ku, seolah ingin segera mendapat klimaks dia terus meliukan pinggulnya dengan irama cepat penis ku keluar masuk dengan cepat, sambil sesekali di tekan lebih dalam, wajahnya menandakan kenikmatan yg tak terperi, matanya terpejam, sesekali terbuka tapi hanya tampak bola mata putihnya, mulutnya terbuka, membantu memasukan udara ke dalam parunya, aku menikmati pemandangan ini, saat mata ku turun ke payudaranya yg bergoyang bebas mengikuti gerakan tubuhnya. Aku menjamahnya, membuat tekanan sambil memutar di kedua payudaranya, memijit mencubit dan meremas, saat menjelang klimaks mulutku menghisap putingnya, pinggulnya tetap menari tak henti makin di percepat.

"Aa...aku mau keluar." Rintihnya sambil tanganya menekan kepala ku untuk terus memainkan payudaranya.

"Aaaaaahhhh.." tubuhnya kejang sambil menekan lebih dalam lagi batang penis ku yg terus berdenyut, cairan hangat terasa menyirami penis ku di dalam. Aku membiarkan dia sejenak menikmati klimaksnya, ku peluk dia. Nafasnya tersengal-sengal, tampak lemas tubuh Ina. Aku menidurkannya tanpa melepas penis yg masih tegak di dalam vaginanya. Perlahan ku letakan kepalanya di kasur, kini aku yg berposisi di atas tubuhnya, ku angkat lututnya, dia malah melingkarkan kakinya di pinggang ku, tubuhku berada di antara paha indah yg bersih bercahaya, ku ciumin paha itu. Di rasa dia mulai tenang. Aku bersiap dengan permainan ku, saat aku tarik keluar batang penisku, hingga kepalanya saja yg di dalam lubang vagina. Ina mencengkram bokongku, menahan untuk tetap di situ.

"Iiihhh ga mau udahan" Ina menatapku memohon dengan wajah manjanya.

"Aku baru mau mulai." Jawab ku senyum dan mengecup keningnya. Aku masukan lagi ke dalam, terus ke dorong perlahan makin ke dalam, hingga semua batang penis ku masuk. Ina menggigit bibir bawahnya. Suaranya mendesah menikmati benda panjang masuk perlahan. Dan ku tarik lagi hingga batas kepala penis. Berulang ulang aku lakukan dengan ritme perlahan. Ku pegang pinggulnya untuk menahan agar tak bergeser, mulai ritme aku percepat.

"Ssshhhh...uuuhhhh, enak banget sayang"

"Ayooo.keluarin punya kamu"

"Uuuhh, saayaaaangg" Ina terus merancu mendesah, menikmati hujatan penis ku yg semakin cepat. Permainan ini aku yg mengendalikan, terkadang ku percepat terkadang ku buat lambat saat akan keluar. Dan kembali cepat saat mulai kembali normal. Aku ingin bisa lebih lama bercinta dengan Ina.

"Iiiihhhh sayang, keluarin aja, aku engga tahan" Ina mulai tampak gelisah. Dia mulai mendapatkan klimaks lagi. Aku memacu cepat mengejar klimaks bareng Ina. Semakin nikmat rasa itu. Aku tak mau melepas sperma ku di luar. Aku ingin melepas ke dalam, hingga bagian terdalam lubang vaginanya, semoga bisa sampai ke rahim dan membuat dia hamil. Aku ingin memiliki dirinya.

"Aaahhhh...Aa, cepet aku mau keluar lagi" Ina coba menahan sesuatu. Hentakan ku semakin ke dalam dan lebih cepat.

"Aa...aku keluar...iiiihhh" Ina tak mampu menahan klimaks nya lagi.

"Sayaaang...di dalam aja ya, Aaaaggghhh" aku semprotan kan sepermaku ke dalam lubang vagina Ina.

"Iiih Aa.. kok di dalam" Ina dengan wajah lelah dan pasrah membiarkan semua terjadi.

Tubuhku lemas, dan menjatuhkannya di sebelah Ina yg masih coba mengatur nafas. Kita bermandikan peluh dan nafas yg tersengal-sengal.

Aku masih membelai helai rambut Ina di dada ku, tubuh kita masih polos tangan Ina melingkar di perut ku, sebagian tubuhnya menindih ku, satu kakinya ada di antara kaki ku. Matanya menatap ku, dagunya bersandar di dada ku,

"Kalo udah gini, males banget pulang ke Bandung." Ina seperti berbicara dengan diri sendiri. Aku hanya mengusap punggungnya dan merapihkan rambut-rambut yg menghalangi wajahnya.

"Atau aku minta pindah cabang di Jakarta aja yah" Ina menatap aku.

"Enak di Bandung ah, aku lebih suka di Bandung" ucap ku sambil jemari ku meniti hidung Ina hingga ke alisnya.

"Abis jauh, kalo mau ketemu kamu" Ina mengecup bibir ku.

"Aku akan segera ke Bandung kalo ada libur" jemari ku kini meraba pundaknya yg putih bersih, lengannya dan menikmati lembut pelukannya.

Semua barang sudah di kemas kita siap check out, aku langsung mengangkut barang ke mobil, dan menunggu Ina di mobil tak berapa lama dia datang, kali ini Ina mengenakan kemeja jeans dengan celana jeans ketat, senada dengan warna kemeja. Tampak indah saat dia berjalan lenggak lenggoknya. Masuk ke mobil dan menghempaskan tubuhnya di kursi di depan kemudi tatapannya kosong, lalu menatap ku lagi.

"Aa aku masih pengen bareng kamu, Aa engga bisa libur lagi ya?" Dia menatap ku dengan muka sendunya. Aku tak langsung menjawab. Hanya mengecup bibirnya mengelus pipinya. Dan menempelkan hidung ke hidungnya.

"Aku akan berusaha secepat mungkin ke Bandung kalo bisa libur ya" aku menatap dalam matanya. Yg kini nampak mulai berkaca-kaca. Aku kecup matanya.

"Ayo semangat, kita pasti bisa lalui ini. Kata orang cinta butuh pengorbanan, aku akan selalu sayang Tante Ina ku yg cantik ini" aku peluk dia, dia membalas pelukan aku, lama dia tak juga melepaskan pelukanku. Aku juga merasakan hal yang sama, setelah lama menanti pertemuan ini, setelah melepas kerinduan ini, dan setelah terbiasa selalu bersamanya, saat mau tidur, saat bangun tidur, perhatiannya, sayangnya terasa sangat mendalam dan membuat aku bahagia. Ternyata cinta ku makin bertambah dengan Tante ku. Ada rasa sesak bila harus berpisah dengannya lagi. Meski hanya sementara.

Lagu "Feeling" yg di nyanyikan oleh Morris Albert, lagu lama saat aku menyalahkan radio di mobil. Seakan mewakili perasaan kita saat ini. Ina pun terdiam saat aku menyanyikan lagu ini, karena ayah sering memutar lagu ini kalo sedang ada di rumah. Ina lebih memilih diam sepanjang perjalanan. Aku mendekatkan tubuh ke Ina, tangan ku merangkul pundaknya lalu mencium pipinya, dia meraih tangan ku dan menggenggam hangat. Laju mobil seolah enggan berjalan di sore itu, sentuhan-sentuhan mewakili perasaan kita. Tak banyak kata yang terucap, apa pun perasaan bila terungkap akan menambah luka terdalam. Padahal ini hanya perpisahan sementara. Beberapa bulan mungkin kita akan berjumpa lagi, karena sudah memasuki libur panjang. Kecupan mesra dan pelukan hangat melepas Tante Ina pulang ke Bandung.

Dikamar aku terdiam, lebih tak bergairah, seharusnya lebih semangat, melepas rindu indah, bertahan dalam rindu lebih menantang dan bergairah. Aku lebih memilih menyibukan diri saat Sabtu atau Minggu, aku merubah tata letak kamar, dan dekorasi kamar, saat mengganti sarung bantal terjatuh benda kecil. Aku jadi teringat saat mendapatkannya.

"Aa..iiih balikin CD nya, aku pake apa??"

" Buat obat aku, kalo kangen kamu" jawab ku

"Jijik Aa, itu udah basah, nih tuker sama yg bersih aja," wajah Ica memohon

"Engga mau, mau yg ini aja" sambil aku memeluk dia dan mencium bibirnya,

"Love you sayang.."

Saat terakhir bercinta dengan teh Sisca atau Ica, CD itu berwarna hitam dengan bahan lembut, bentuknya agak lebih kecil dari CD normal biasa, tampak sexy saat menempel di tubuh Ica, di pinggiran CD ada motif brukat atau renda tampak makin sexy, bahanya agak transparan meski berwarna hitam, dari sudut bagian dalam sedikit agak kaku. Dan bercak putih.

bayangan Ica mulai mengisi benak ku, kemana saja gadis ini tak pernah ada kabar. Ingin mulai bertanya tapi khawatir melukai hatinya. Dia sempat bilang, biar takdir yg akan mempertemukan kita bila memang itu harus. Aku mengambil benda itu menciumnya. Dan menyimpan di kotak bening dan bergabung dengan benda-benda berarti dalam hidup ku di peti kayu tempat harta Karun ku. Di situ terletak lukisan penari Bali, yg di gulung, ada sepasang gelang perak dan berbagai cincin juga ada sebuah ikatan rambut biasa dari karet berwarna hitam, isi peti itu rendom. Tapi aku dapat bercerita satu demi satu benda yang ada di dalam kotak kayu ini dan aku juga menemukan kotak merah kecil dari Oca, yang mulai akrab saat terakhir aku di Bandung.

"Nanti kamu ke Jakarta kalo libur kuliah ya, nginep di tempat aku" sambil aku mengusap rambutnya. Tangan ku yg lain memeluk pinggangnya, dia tak berkata apa-apa memeluk tubuhku erat dan melepaskan ku, lalu mencium bibir ku, aku membalasnya dengan lembut dan segera bangkit lalu menaruh kota kecil merah di koper ku lalu pergi, aku sempat melihat dia coba menahan air mata, mungkin tak mampu dia berkata-kata khawatir tak akan menahan tangisnya. Aku mengerti perasaannya,

Wajah teh Rosa atau Oca saat itu begitu terluka, dengan perasaan tak tentu aku menimbang-nimbang apa isi kotak merah ini, perlahan ku buka bungkusnya, di dalam ada kotak perhiasan berwarna merah dari plastik, saat aku buka di dalamnya dengan berhiasan beludru hitam sebentuk cincin dari bahan entah tulang atau gading, berukir indah dari jenis ukiran ini, aku tau ini gaya ukiran Bali. Aku mencoba mengenakan tapi terlalu kecil untuk di pakai di jari manis. Tapi aku ingin memakainya. Aku cari tali kulit di kotak perkakas ku. Cincin ini menjadi liontin kalung kulit, aku menggabungkan dengan kunci peti harta Karun ku, dan flashdisk berisi data yg aku butuhkan. Semenjak hari ini, cincin itu akan selalu berada di dada ku.

Oca selalu saja ada di benak ku, gadis manja yg bisa bersikap dewasa, bukan merasa paling ganteng, tapi tiga dara ini begitu baik, dan sayang pada ku, mereka memiliki kisah-kisah sendiri. Aku merasa lelaki paling beruntung di perhatikan dan di sayang mereka. Aku tak pernah bercerita tentang salah satu dari mereka. Ke siapapun. Bahkan ke mereka. Rasanya setiap bertemu dengan salah satu dari mereka. Aku sangat menyayangi atau ingin membalas sayang atau cinta yg mereka berikan.

Malam saat Papi pulang, kulihat mami bersedih, mereka bercerita di meja makan, aku melihat saat hendak turun dari kamar ke ruang makan. Aku menghampiri mami. Papi bercerita, bahwa ayah Ica atau Sisca, sakit keras dan di rawat, sudah seminggu tak sadarkan diri. Di rawat di RS Purwakarta. Aku terdiam. Apa kah ini sebuah tanda, tadi aku menemukan sesuatu. Yang mengingatkan aku dengan Ica, dan malam ini aku mendapat kabar tentang Ica.

"Mam, aku mau ketemu Ica, pasti dia sedih ayahnya sakit." Aku menatap mami dan papi.

"Nah kalo gitu, kamu bisa antar Ica ke Purwakarta, dari Bandung. Kasihan kalo dia harus sendiri ke sana. Ibu nya coba menutupi kondisi sebenarnya, agar Ica tak banyak pikiran," ayah bercerita.

"Jadi aku boleh besok ijin engga sekolah untuk ke Bandung" dengan bersemangat menyambut ide papi.

"Jangan besok, nanti aja ijin hari Jum'at, sabtu- Minggu kan libur. Mami juga mau ke Purwakarta, mau besuk papa Ica" mami tak mau sekolah ku terganggu. Tetap menatap Papi coba untuk menyetujui idenya.

"Iya begitu lebih baik, kamu siap-siap aja. Packing untuk 3 hari." Papi menyetujui ide Mami. Seperti gayung bersambut aku segera mempersiapkan semua selesai makan malam. Jumat tinggal dua hari lagi. Papi berpesan jangan kamu bercerita tentang kondisi papanya. Biar mama nya yg bercerita. Kamu cukup menemani Ica pulang dari Bandung. Aku terlalu bersemangat ingin bertemu Ica. Apa lagi bisa jalan bareng Ica. Sampai tiga hari. Rasanya akan menyenangkan. Tapi sayang suasana akan tampak banyak kesedihan karena ayahnya sakit. Aku akan memperkuat mentalnya. Aku akan selalu hadir menemani kemanapun Ica pergi. Kebetulan Ica anak yg paling besar, adiknya masih SD satu. Aku mulai menjalin hubungan kembali. Dengan chat Ica. Tak ada jawaban siang itu. Sore Ica baru membalas dan dia bilang tadi pagi ujian di kampus dan besok hari terakhir. Aku kabarin kalo aku ingin ke Bandung, Jumat pagi. Dia tampak senang dan meminta ku untuk datang ke Bandung kamis pulang sekolah saja. Biar bisa temani Ica ngopi bareng teman-temannya karena hari terakhir ujian. Ide yg baik. Aku coba untuk bicara sama papi mami. Toh sama saja aku hanya ijin di hari Jumat. Tapi malam Jumat sudah ada di Bandung. Papi mami menyerahkan semua pada ku, masih satu yg belum di putuskan. Aku mau membawa motor ke Bandung, dengan alasan dari Bandung harus ke Purwakarta dan di sana aku bolak balik ke rumah dan ke RS. Mami mengijinkan. Tapi Papi ingin aku naik mobil saja. Toh Ica bisa pakai mobil Tante Ina. Tapi pertimbangan Tante Ina membutuhkan juga untuk pergi besuk. Setelah mami dan Papi membahas itu. Mereka memutuskan aku boleh pake motor, dan di Bandung kalo Tante Ina menawarkan mobilnya. Pake mobil ke Krawang, bila tidak silahkan pake motor kamu tapi hati-hati di jalan nantinya ya.

Hari yang di nanti pun tiba, dari istirahat sekolah pikiran ku sudah melayang pergi ke Bandung, di rumah Aki dan Ninik. Teras rumah sudah menunggu ku di Bandung, aku memberi kabar ke Ina, tujuan ku. Ina bersemangat. Meski dia tau aku datang untuk Ica, dan mengantar Ica. Toh dengan kehadiran ku di Bandung cukup meredam kerinduan. Tak lupa juga aku memberi kabar ke Oca, dan tak ku ceritakan apa tujuan ku, aku takut Oca belum di beri kabar tentang parahnya sakit ayah Ica. Dia juga antusias menanti ku. Di jam terakhir sekolah aku langsung minta ijin untuk pulang, seperti surat yg di buat mami, aku ijin untuk berangkat ke Bandung sore nanti. Alhamdulillah semua lancar, langsung tancap gas pulang dan bersiap-siap sekarang baru jam dua siang, hanya butuh waktu tigapuluh menit aku sudah siap berangkat. Mami melepas kepergian ku dengan beribu-ribu peringatan, yg kalo di simpulkan cukup satu kalimat. "Hati-hati di jalan". Aku memahami kekhawatiran nya. Aku tetap mengiyakan semua yang mami katakan. Aku berangkat mengendarai motor Trail Kawasaki ku.