webnovel

Kesan Cinta Pertama

Cinta pertama itu yang paling berkesan. Orang-orang yang hadir setelahnya hanya dilihat sebagai bayangan dari cinta pertama.

****

"Lo tunggu sini, gue tanyain ke Prima dulu kapan dia mau pulang. Nanti biar dia yang antar lo, soalnya rumahnya juga lewat daerah situ."

"Tapi Kak Kevin, apa enggak ngerepotin?"

"Lo ditinggal gini gara-gara Karin kan? Jadi dia harus tanggung jawab." Saat Kevin ingin berbalik badan dia melihat Prima yang juga berjalan ke arahnya. "Eh, bagus lo ada di sini."

"Apa?" tanya Prima sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Lo udah mau balik?"

"Iya." Prima mengenakan jaket levis miliknya.

"Antar dia nih," kata Kevin sambil menunjuk ke arah Ratu. "Dia ditinggal sama kakaknya gara-gara dipaksa Karin antar dia pulang."

"Kalo enggak bisa antar nggak apa-apa kok Kak," sahut Ratu dengan cepat. Dia takut dirinya malah membuat repot orang lain.

"Rumahnya searah sama rumah lo," lanjut Kevin.

"Oh, ya udah. Yuk. Biar gue antar," kata Prima tanpa banyak berpikir.

"Tapi, apa enggak ngerepotin?" tanya Ratu yang merasa tidak enak.

"Lagian, ini mau hujan. Kakak kamu naik motor kan tadi? Dia pasti bakalan neduh. Dari pada kamu nunggu lama di sini. Lebih baik ikut sama Prima, dia enggak akan masalah kok. Ya kan?" Kevin menepuk bahu Prima sambil menaikkan kedua alisnya.

Ratu mengadahkan kepalanya untuk melihat langit yang sudah semakin gelap, angin berembus kencang. Mungkin hanya tinggal hitungan menit, hujan akan turun. Ratu tidak punya pilihan lain selain berhenti menunggu Athalla dan pergi bersama dengan orang lain.

Ratu pun mengangguk dan berkata, "Makasih Kak."

"Yuk," ajak Prima.

Ratu mengikuti Prima menuju sebuah mobil berwarna putih. Dari depan terlihat mengkilap mengingatkannya pada mobil baru yang dibelikan mamanya di rumah. Waktu Laura membuka pintu mobil itu, tebakkannya benar. Mobil ini memang baru, bisa dia lihat dari kursi belakangnya yang masih terbungkus plastik.

"Ini mobil baru ya Kak?" tanya Ratu tanpa bisa menahan rasa penasarannya lagi.

"Iya dan baru hari ini gue bawa ke kampus." Prima menyalakan mesin mobil. Suaranya terdengar sangat halus.

"Bagus," komentar Ratu.

"Tau nggak? Lo orang pertama yang naik ini," kata Prima sambil tertawa kecil.

"Wah, berarti harus bangga nih." Ratu berusaha agar obrolannya dengan Prima tidak terdengar kaku.

"Cowok yang sama Karin itu kakak lo ya?" tanya Prima.

"Sebenarnya, yang kakak itu saya Kak. Saya lahir tujuh menit sebelum dia."

"Oh, kalian kembar?" Prima lalu memperhatikan wajah Ratu dan pikirannya membandingkan dengan wajah cowok yang diajak Karin pulang bersamanya tadi.

"Kalau Kak Prima bilang kita enggak mirip, saya enggak kaget Kak. Sudah banyak yang bilang gitu, tadi aja Yudis ngomong gitu. Dia bilang, muka emang enggak mirip tapi kelukaannya sama," tutur Ratu sambil diiringi dengan tawa perlahan.

"Maafin Karin ya, karena dia kamu ditinggalkan."

"Sebenarnya, masalahnya apa sih Kak?" tanya Ratu. "Eh, tp kalau Kak Prima enggak mau cerita nggak apa-apa sih. Saya enggak maksa."

"Dia terus nuguh gue jalan sama cewek lain, tapi dia enggak pernah kasih buktinya. Gue ngomong jujur enggak pernah dipercaya. Dibujuk tetap enggak mau baikkan, dicuekin malah tambah marah. Pas dia minta putus langsung gue iyain aja."

Hujan sudah mulai turun, bukan rintikan lapi tapi guyuran. Membuat pandangan ke arah jalan tidak terlihat jelas. Prima terus saja melajukan mobilnya di tengah hujan.

"Saya masih bingung Kak, hubungan Athalla sama Kak Karin apa?"

"Kayaknya sih, enggak ada. Tadi mereka ngebahas soal teater waktu gue datangi mereka."

Kalo dilihat-lihat, sejak menjelaskan kalau dia putus dengan Karin wajah Prima menjadi berubah lesu. Ratu mengira pasti cowok itu merasa sedih karena putus dengan orang yang dicintainya.

"Kak Prima enggak apa-apa habis putus dari Kak Karin?" tanya Ratu berusaha berbicara dengan selembut mungkin agar Prima tidak merasa kalau dia sedang diintrogasi.

Prima tersenyum lesu. "Lo tau, dia itu cinta pertama gue. Gue naksir dia dari SMA dan baru pacaran sama dia waktu masuk kuliah. Kita emang sering berantem tapi baru kali ini aja sampai ada kata putus."

"Kalau Kak Prima enggak mau putus, kenapa tadi diiyain?"

"Udah capek barentem terus. Liat tadi gimana Yolla? Selama ini Yolla jarang ngurusin langsung kalo gue sama Karin berantem. Dia pasti nyuruh Kevin buat ngomong sama gue tapi tadi dia ngomong langsung ke gue. Gue pikir dia sudah enggak tahan lagi, jadi gue putusin mending ngalah dan selesaikan hubungan sama Karin. Hubungan gue sama Karin itu sudah mempengaruhi organisasi."

"Kalau sudah putus gini, Kak Prima mau gimana?"

"Ngelupain Karin mungkin?" jawab Prima dengan balik bertanya. "Setiap orang harus melangkah maju dan menjadikan kejadian lama sebagai pengalaman kan?"

Ratu seketika tertawa dengan nada mengejek. "Kakak kira ngelupain cinta pertama itu gampang ya? Saya aja udah bertahun-tahun masih belum bisa lupa."

"Kenapa lo bisa bilang begitu?"

"Kata orang, cinta pertama itu yang paling berkesan. Orang yang hadir setelahnya cuma dilihat sebagai bayangan cinta pertama."

"Lo juga lagi mau ngelupain seseorang ya?" Prima menoleh pada cewek yang duduk di sebelahnya ini.

Ratu diam saja. Dia sudah banyak bicara soal dirinya pada Prima. Kalau terus dilanjutkan mungkin saja dia bisa kelepasan mengatakan siapa cinta pertamanya. Tentu saja rahasia itu hanya Ratu yang bisa mengetahuinya.

"Kalo iya, gimana kalau kita taruhan buat ngelupain cinta pertama masing-masing?"

"Eh, tunggu." Ratu segera memotong omongan Prima. "Jangan bilang Kak Prima mau kita pacaran dan taruhannya siapa yang jatuh cinta duluan bakalan kalah? Aduh, itu terlalu klise."

Kini giliran Prima yang tertawa karena perkataan Ratu. "Lo terlalu banyak baca novel romance. Tapi idenya bagus juga. Kalo gitu, kita pacaran mulai sekarang."

"Hah?" Mulut Ratu ternganga lebar mendengar apa yang baru saja dikatakan Prima. "Kita pacaran?"