webnovel

4. Thank You

Neira mengusap air matanya lalu mendekat ke Barrion yang sedang duduk santai beristirahat itu.

"Saya patut berterima kasih kepada anda, anda menyelamatkan bapak angkat saya, dia adalah satu-satunya milikku setelah meninggalnya ayah kandungku di Medan perang." Neira menunduk.

"Sudah biasa aku melakukan itu untuk kepentingan manusia juga di Negaraku, jadi tak masalah!" balas Barrion.

Ada rasa sedikit terpesona dengan ketulusan gadis cantik perawat ini, wajahnya yang bersinar ayu tanpa polesan. Bagaimana sempat dia memoles atau berdandan? Bisa mandi dan cuci muka dengan air bersih saja sudah bersyukur.

"Kalau anda mau membantu kami. Saya persilahkan. Seperti ada bahan makanan yang datang, kami harus menyiapkan untuk besok pagi." Neira lupa pantangan Barrion, dia meraih lengan baju pemuda itu untuk mengajak Barrion menuju ke base camp pangan.

"Eits! Jangan sentuh! Jauh! Jauh!" Barrion gelagapan.

"Oh! Maaf saya lupa. Terserah anda mau bantu atau tidak!" Neira memilih nyelonong saja.

Hati Barrion cukup gelisah, jantungnya berdetak keras ketika tangan lembut itu meraihnya. Apalagi perempuan itu memikirkan jiwa orang banyak dan kebutuhan mereka seakan melebihi dirinya sendiri. Barrion berjalan mengikuti Neira berniat untuk membantu. Dia tak berhenti menatap sekujur tubuh gadis di depannya ini. Apakah memang ada perempuan baik di bumi ini? bisik Barrion berulang kali.

Tampak beberapa orang menyelinap membawa beberapa karung yang berisikan bahan makanan seadanya, dari hasil pertanian. Mereka bergerak mengendap-ngendap untuk menyerahkan hasil pertanian yang tersisa untuk menghidupi rakyat yang masih ada. Terdapat dua base camp disitu, base camp medis tempat Neira dan base camp pangan, dihuni oleh para janda-janda yang suka rela mengolah makanan dan membagi-bagikannya.

Kali ini ada sekarung kentang, sekarung jagung dan sekarung wortel. Suster Neira mengajak Barrion dan teman-temannya yang masih terjaga yang sudah biasa tak bisa tidur nyenyak bergegas membantu kegiatan di base camp pangan.

"Aku boleh duduk di sini? Aku mau membantumu." Barrion mengamankan posisinya dari Neira agar tidak terlalu dekat juga.

"Kupikir anda takkan mau membantu, karena alergi denganku." Neira bergumam dingin. Barrion ambil posisi duduk.

"Kalau memang benar cerita anda, di Negeri anda, kerajaan atau apalah itu namanya. Apakah tidak ada perempuan? Sehingga segitu bencinya mendekat dengan perempuan, padahal tampak biasa saja? Lalu generasi kalian dilahirkan dari mana? Anda pasti punya ibu, kan?" cerocos Neira merasa semakin sebal.

"Humm ... Dari mana aku harus memulainya? Ada alasan dan kisah yang sangat panjang sehingga aku tida suka dengan perempuan," balas Barrion.

"Apakah itu artinya anda lebih tertarik dengan laki-laki? Gay misalnya?" tebak Neira.

"Apa itu gay?" Barrion tampak tidak mengerti.

"Mencintai sesama laki-laki? Hanya ingin menikah dan tinggal bersama dengan laki-laki?" lanjut Neira.

"WHAT!? Menikahi laki-laki? Tidak!! Aku tidak mungkin mencintai sesama laki-laki, aku hanya tidak suka perempuan, bukan berarti aku suka laki-laki?" Dia tertawa merasa lucu dengan argumen Neira.

"Tapi ... Katakan apa kalian juga setengah manusia dan serigala?" tuduh Barrion.

"APA?! Otak anda semakin bermasalah!" Neira tidak menyangka pria yang terlihat sempurna saat awal dia lihat tadi, tampan tapi sedikit gila atau depresi menurut dunia medis. Jangan-jangan ini orang yang kurang waras. Neira menggelengkan kepala.

"Kalian manusia saja?" sahut Berrion.

"Tentu saja! Apa kami terlihat seperti bentuk binatang? Hadeeeeh!" Neira mengomel sendiri masih sambil menguliti jagung.

"Oh, baiklah. Aku jadi tahu harus berkata apa, aku saja yang tidak bisa dekat dengan perempuan. Aku sangat membenci perempuan sejak kecil bukannya tidak ada alasan. Aku memang memiliki ibu, tetapi ibuku tidak seperti ibu yang lain, dia tidak pernah menyayangi aku dan ayah, bahkan ibu menyebabkan ayahku yang kala itu sebagai raja besar akhirnya meninggal dunia." Barrion terseret ke memory kelamnya.

Ibunya, sebagai ratu Proksia ternyata sejak kecil sudah tidak menyayangi dirinya, sering bersikap dan memberikan perlakuan kasar kepada Barrion kecil, bahkan berkali-kali kepergok selingkuh dan pergi dengan lelaki lain, raja kerajaan lain. Masih dimaafkan oleh sang ayah, karena cintanya. Bahkan saat terakhir membuat kesalahan fatal, yakni dengan sengaja memberikan ramuan mengandung racun secara rutin ke suaminya sendiri agar tidak berumur panjang.

Niat dan tabiat buruk itu lagi-lagi akhirnya tercium, sang ratu telah menjalin cinta terlarang dengan raja kerajaan lain yang telah memiliki ratu dan menjadi koloni Proksia yang kebetulan pernah hadir di istana untuk sebuah kesepakatan bersama ayahnya. Ternyata ada niat busuk di dalam hubungan terlarang mereka, secara perlahan ingin membunuh ayah Barrion, sehingga kerajaan bisa bersatu dengan menikahnya ratu Proksia dengan raja koloni Proksia. Lalu dikuasailah seluruh wilayah Proksia oleh raja kerajaan yang hanya sebuah koloni itu.

Tragis pada akhirnya, sang ayah meninggal dunia dan ratu harus dihukum mati karena kesalahan-kesalahan yang fatal dibuatnya terus-menerus. Hal sekelam ini rasanya tidak patut Barrion ceritakan kepada orang lain, apalagi orang yang baru dikenalnya. Ada lagi, pangeran pertama, atau kakak laki-lakinya juga harus mati di tangan istrinya! Hanya perkara sering berdebat dan bertengkar yang tidak terkendali. Karena itu Negara Proksia akan menghukum seberat-beratnya wanita peselingkuh dan penggoda lelaki lain yang telah beristri. Itu adalah pesan sang ayah sebelum menutup usia.

"Kenyataan yang cukup besar terjadi di masa lalu, membuat aku membenci perempuan!" sahut Barrion.

"Tapi tidak semua perempuan seperti orang yang anda benci! Semua orang memiliki sikap yang berbeda. Anda tak bisa memukul rata dan menyalahkan semua perempuan untuk masalah yang anda punya waktu dulu?! Itu tidak adil, anda bilang anda raja?!" balas Neira menggebu-gebu.

"Entahlah, aku cukup nyaman dan bahagia dengan prinsipku. Tidak setragis nasib kakak lelakiku yang harus mati di tangan istrinya. Perempuan juga, kan? Satu-satunya wanita yang aku cintai adalah nenek, ibu dari ayahku!" tuduh Barrion.

"Waah, pasti beliau sosok yang sangat baik?" balas Neira tersenyum.

"Tentu, sangat baik dan beliau sangat menyayangiku sejak aku kecil," balas Barrion.

"Aku tidak tahu, percaya atau tidak semua cerita anda terdengar seperti dongeng dan dibuat-buat, tetapi aku juga sudah melihat banyak bukti dari keganjilan yang anda tunjukkan, anda datang dari tahun 1.400an, anda punya kerajaan dan seorang raja di sana, tapi aku tidak tahu harus memanggilmu siapa?" kata Neira.

"Panggil saja aku Barrion, itu namaku," ujarnya, lelaki itu mencoba membantu dengan meniru apa yang dilakukan Neira.

"Mau kupanggil Raja Barrion terdengar aneh, mau kupanggil nama anda saja, aku juga tak mau kurang ajar kepada seorang raja," ucap Neira sembari duduk di tanah membantu membuka karung lainnya.

"Apa hukuman bagi rakyat anda yang memanggil nama langsung ke rajanya?" tambahnya.

"Aku tidak tahu, selama ini tak ada yang memanggil namaku langsung, aku sekarang di Negaramu, aku ikut aturan sini, panggil saja aku Barrion. Maaf jika membuatmu tidak nyaman, tapi beginilah aku!" sargahnya.