webnovel

CHATER 2 MEGAMBIL KEPUTUSAN

Namun dia tidak menghiraukan dan berpikir hal hanyalah lelucon anak-anak seusia nya yang menaruh iklan itu di sana.

Selina pulang ke rumahnya. Sebuah sendok terbang begitu ia membuka pintu, dan langsung mendarat di keningnya sebelum benda itu terjatuh.

"Ah," Selina tampak kesakitan sekali, darah segar keluar dari pelipisnya.

"Dari mana saja, kenapa baru pulang" teriak seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibu nya itu.

Selina hanya terdiam dan langsung mengambil sendok yang di lempar ibunya, tanpa mengobati lukanya gadis itu langsung ke dapur setelah menyimpan tas nya. Pekerjaan rumah sudah menyambut, tumpukan piring kotor dan juga cucian yang memenuhi mesin di dalam kamar mandi. Gadis itu bahkan belum makan sama sekali setelah pulang dari kampus. Padahal dua jam lagi ia sudah harus berangkat untuk bekerja di sebuah kedai kopi dekat rumahnya.

Hari ini adalah hari di mana Selina menerima gaji, baginya ini sangat luar biasa. Namun sayang, begitu ia kembali dari pekerjaannya sang ibu langsung merebut tas dan mengambil uang yang ia bawa.

"Bu jangan, ini uangku untuk bayar buku di kampus" Ucap Selina, seolah dia sudah tahu bahwa ibunya akan merampas uang yang baru saja di dapatkannya.

Plakkk sebuah tamparan mendarat di pipi gadis itu, setelah siang hari pelipisnya terluka. "Berhenti kuliah yang tidak penting itu, dan fokus bekerja agar dapat banyak uang", ucap ibunya.

"Kuliah adalah keinginan ku dan Ayah, lagi pula aku tidak meminta uang untuk kuliah padamu," Selina menjawab dengan masih memegang pipinya yang kebas dan mulai merah.

"Ayah mu sudah mati, jangan pernah membahas nya lagi. Pergi dan mati jika kamu mau ikut dengannya agar tidak menjadi beban untukku di dunia ini,"

Ucapan yang baru saja keluar dari mulut ibunya benar-benar menyakiti Liona. Bagaimana bisa seorang Ibu mengatakan hal seperti itu pada anaknya. Rasa sakit Selina, akhirnya membuat gadis itu melangkahkan kakinya keluar.

Dia tidak menyadari langkahnya karena kalut dan menangis. Dan dia berhenti di area kampus lagi begitu tersadar. Kakinya menuntun ia ke arah kampus yang sangat di cintainya itu. Namun kali ini ia berdiri di depan mading, dimana pengumuman yang dia baca tadi pagi di tempel.

Karena tak tahu kemana arah ia akan pergi. Tangannya mengeluarkan ponsel tua yang di milikinya, tanpa sadar sepenuhnya gadis itu menghubungi nomor yang tertera di sana. "Halo, apakah saya masih bisa mendaftar untuk menjadi istri ke tujuh pria lumpuh itu?" Mulutnya dengan lancar menanyakan, di ikuti dengan buliran air mata yang tak henti di pipinya.

Selina justru melakukan panggilan ke nomor yang tertera di sana. Dia sedikit gemetar tetapi lancar begitu dia mengajukan pertanyaan. Dalam pikirannya tidak peduli dia menikah dengan pria tua lumpuh dan menjadi istri ke-7, yang terpenting dia bisa pergi dari rumah nya serta membiayai adik semata wayangnya yang sakit.

Bahkan jika hati nuraninya menolak, dia tidak bisa membiarkan adiknya kesakitan. "Apakah aku masih bisa melamar menjadi istri ke 7 pria lumpuh itu?" Tanya Selina di telepon.

"Dari mana kamu mendapatkan nomor ini?" Wanita paruh baya yang tak lain adalah Lenia, ia terkejut menerima telepon itu.

"Pengumumannya ada di dinding universitas saya," jawab Selina.

Lenia yang duduk di depan Dave kini tersenyum. "Ayo aku akan mengirimkan alamat rumahmu, bisakah kamu datang sekarang?" Lenia mengonfirmasi lagi.

"Tentu saja, aku akan datang!" Selina terlihat sangat berharap, pikirannya tidak lagi jernih dan hanya mengkhawatirkan kondisi adiknya.

Lenia menutup telepon dan segera mengirim pesan ke gadis yang baru saja meneleponnya.

"Siapa yang menelepon, mengapa terlihat begitu bahagia?" Dave bertanya pada ibunya.

"Sepertinya kamu salah tentang pandanganmu, gadis dari universitas itu menelepon dan ingin melamar menjadi istrimu, " jelas ibunya.

Dave mengerutkan kening. Dia tidak berpikir itu mungkin. Jika gadis itu normal, dia pasti tidak ingin menikah menjadi istri ke tujuh.

"Siapa?" Dave bertanya, dia juga gugup karena bukan ini yang dia pikirkan.

"Kita akan segera tahu, katanya dia akan segera datang. Dari suaranya dia adalah gadis pemberani, seperti namanya" Ibunya tersenyum ketika dia mengingat nama gadis yang memanggilnya.

Dave terlihat penasaran dan juga panik. Sampai seorang gadis datang setelah diizinkan oleh nyonya rumah.

Wajah Selina terlihat kaget ada rumah seindah ini di pusat kota, bahkan dari gerbang utama pun tidak ada suara sedikitpun dari jalan raya.

Dia hanya berdiri dengan tangan memegang tasnya erat-erat. Dia tampak bengkak dengan wajah menunduk ke lantai dan dia tidak berani menatap Lenia.

Wanita prihatin baya yang tidak lain adalah ibu Dave, menyuruh gadis itu duduk, dan tentu saja Selina tampak panik. Gadis itu tidak melihat kemana-mana dan hanya menatap Lenia.

Mereka terdiam beberapa saat, pakaian Selina jelas tidak menunjukkan bahwa gadis itu kuliah di universitas bergengsi ST Klaus. Tempat Dave meletakkan pengumuman sayembara itu. .

Dari celana yang dikenakannya, sepertinya gadis itu mungkin selalu mencucinya. Warna pudar dapat terlihat dengan jelas. Kemeja yang membentuk tubuhnya sederhana namun terkesan nyaman dipakai. Tapi tetap saja itu tidak mengubah pandangan Dave terhadap gadis di depannya.

"Siapa namamu?" Lenia bertanya, meskipun dia telah mendengar sebelumnya di telepon.

"Selina, hanya Selina"

"Mengapa Anda memutuskan untuk menelepon nomor itu?" Lanjut Lenia.

Gadis itu sepertinya tidak bisa berpikir, ia lalu memegang tas yang disimpan di atas pangkuannya dengan erat. "Maaf Bu, saya tidak bermaksud menjadi istri ke 7 suami Anda. Tapi saya sangat membutuhkan uang, saya juga bisa bekerja membersihkan rumah dan lain-lain jadi jangan khawatir saya akan mengurus nya dengan baik. "

Lenia terkejut dengan ucapan spontan Selina, kenapa tiba-tiba gadis itu berbicara seperti itu.

"Menurutmu kenapa aku menyuruhmu melakukan itu?" Nyonya Lenia menahan senyum ketika dia menanyakan itu

"Maaf kalau saya lancang, saya pikir Anda membutuhkan seseorang untuk menjaga suami Anda dan Enam istri lainnya tidak mau merawatnya" jelas Selina.

"Jadi, apa yang kamu pikirkan tentangku ketika kamu melihatku?"

"Apakah kamu istri pertamanya?" Selina membuat pertanyaan karena dia menyesal menanyakan itu.

"Bukan,"

"Ah, jadi istri keduanya" Lanjut Selina.

Dave sangat terkejut dengan pikiran gadis itu, dia juga menggelengkan kepalanya sambil sedikit memijat kening indah itu.

Senyum Nyonya Lenia menunjukkan bahwa dia tertarik pada gadis di depannya. "Aku adalah ibu nya, dan orang yang menjawab panggilanmu tadi" jelas Lenia.

Selina membeku, dia mungkin salah dengar karena dia sedang banyak pikiran. "Maaf,apakah Anda mengatakan bahwa Anda adalah ibu dari pria yang akan menikah?" Selina membenarkan pendengarannya.

Bernadette segera mengangguk, Selina terlihat bingung. "Lalu siapa yang akan menikah dan mencari istri ke 7?" Sekarang Selina tergagap.

"Anakku, dia ada di depan kita" Lenia menunjuk tangannya yang kemudian diikuti oleh tatapan Selina.