webnovel

Melldfy's Academy

Arriena berpikir, dengan memasuki sebuah pusat pendidikan akademik paling tinggi dalam 4 negara bertetangga akan membuatnya menjadi ahli sihir yang hebat. Ia tidak mengetahui bahwa bahaya sedang mengintainya dari kejauhan, dan entah hal mengerikan apa yang ada di dalam akademi tersebut, belum lagi tentang sebuah kutukan turun-temurun yang bersemayam di tubuhnya tanpa bisa di hilangkan. Melldfy's Academy, pendidikan sihir yang di incar berbagai negara termasuk Cey, Voldty, dan Ymon. Akademi yang menyimpan begitu banyak penderitaan siswa dan rahasia sejarah yang di sembunyikan dari khalayak umum. Arriena mengalami berbagai hal sulit di dalamnya hingga berpotensi hilangnya nyawa dan memicu terjadinya perang. Akankah Arriena dapat menghadapi kemungkinan terburuk yang terjadi?" Yuk simak petualangan Arriena beserta kawan-kawan nya.

Vinta_Gesti · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
8 Chs

Lillian dan Arriena

Arriena merasakan sakit dan tidak sepenuhnya mampu berdiri, ia tersadar bahwa kaki kanannya telah terkilir.

Lillian yang melihat hal itu berjalan mendekat, dan tanpa di duga, Lillian menginjak kuat kaki Arriena yang sedang terkilir, teriakan terdengar jelas. Arriena merasakan sakitnya bertambah berkali lipat.

"Vayu Stambhana".  Arriena dengan mantap mengucap sebuah mantera pendorong, elemen angin. Itu sederhana, namun cukup ampuh untuk menyingkirkan letak kaki Lillian dari kakinya. 

"Enraha Sheldrake."  Arriena menggunakan mantera penyembuh yang dahsyat untuk menyembuhkan cideranya. Mantera ini umum digunakan untuk penyembuhan luka, bahkan mampu mengembalikan tangan yang hilang dengan mengambil bagian dari tubuh yang lain. Arriena sangat berbakat dalam medis.

Kemudian ia mundur perlahan, "Apa maksudmu Lillian? Apakah sapu sihir ku yang tak terkendali itu juga ulah mu?" Tanya Arriena heran. Ia terkejut dengan kedatangan Lillian yang secara tiba-tiba, di tambah perilaku yang di lakukan olehnya itu di luar dugaan.

"Waw, kau juga pengendalian elemen angin? Tcih, aku semakin iri, sial." Ucap Lillian tanpa mempedulikan pertanyaan Arriena.

"Setiap individu hanya mampu menggunakan satu elemen saja, ku pikir kamu adalah tipe sihir pengendali elemen api, tak ku sangka ternyata kamu juga mampu mengeluarkan sihir angin yang menakjubkan." Lanjutkan nya.

"Aku tidak mengerti itu sebuah pujian atau apa, tetapi dilihat dari kamu berperilaku seperti barusan, aku pikir kamu datang menemui ku bukan dengan niat yang baik." Ucap Arriena dengan waspada, ia menggenggam tongkat sihir nya dengan kuat.

Lillian tersenyum sinis dan menjawab, "Apa kau benar-benar bodoh, Rin? Tentu saja aku datang ke sini untuk menyusahkanmu."

"Jadi? Ini sifat asli dari primadona akademi sihir yang hebat? Merudung orang lain hanya karena iri? Aku tahu kau yang terhebat di akademi, tidak usah merasa tersaingi dengan adanya aku, hanya karena aku menggunakan elemen api saat simulasi duel melawan golem. Kau pengguna elemen api kan?" Ucap Arriena membuat Lillian terdiam.

"Diam kau sialan! Tidak akan ku biarkan kamu lolos dalam tes, tadinya aku kemari menghadang mu ingin menagih pertarungan kita dan  membuat mu cidera sehingga tidak dapat melakukan tes. Hah, aku berubah pikiran," Lillian berucap dengan nada dingin.

"TAPI SEKARANG AKU AKAN MEMBUNUHMU!" Teriak Lillian.

"Firaga!" Muncul ledakan api yang besar setelah Lillian merapalkan mantera. Arriena membuat tameng dengan putaran angin yang kuat. Bentrokan itu mampu meledakkan tempat mereka bertarung.

"Hei! Gunakan sihir api mu gadis sialan!" Teriak Lillian yang sekarang terbang di udara tanpa menggunakan sapu terbang atau semacamnya, ia kemudian mengeluarkan sebuah pedang dari tongkat sihirnya, pedang yang terlihat sangat hebat.

Arriena menyebut mantera lainnya, "Piroga!" Api muncul kembali dari tongkat sihirnya dan membentuk sayap api di punggungnya. Arriena memanfaatkan elemen api dengan sangat baik dan membuat dirinya terbang secara vertikal untuk menghadapi Lillian yang juga sedang terbang.

Lillian berlari ke arah Arriena, melepaskan serangan pedang yang cepat dan tajam di udara. Namun, Arriena menghindari setiap serangan dengan mengepakkan sayap api di punggungnya. Lillian semakin marah dan melepaskan serangan-serangan yang semakin ganas.

Arriena berhasil menghindari serangan Lillian hingga dia kehabisan tenaga. Kemudian Arriena mengirimkan serangan balik yang menyapu Lillian dari langit. Namun Lillian berdiri dengan cepat dan melompat ke arah Arriena dengan pedangnya yang masih berapi. Dia melepaskan serangan yang memotong paha kiri Arriena. Namun, Arriena mengabaikan sakitnya dan membalas serangan dengan sayap api di punggungnya yang memukul Lillian ke tanah. Lillian bangun dan menatap Arriena dengan tatapan yang ganas.

"Aku akan membunuhmu, gadis sialan!" Teriak Lillian sambil mengejar Arriena yang melompat sedikit menjauh untuk menghindari serangan.

Sebelum Lillian mencapai Arriena, muncul asap hitam mengepul di tengah-tengah jarak antara mereka berdua.

Seorang lelaki bertubuh tegap datang di tengah-tengah pertarungan, dengan langkah yang pasti dan tenang.

"Mengapa kalian berseteru?" Tanyanya.

Arriena dan Lillian saling menatap, keduanya masih dalam keadaan siap tempur.

"Jangan halangi aku ayah." Ucap Lillian.

Pria itu menyaksikan pemandangan di hadapannya, ekspresinya tidak terbaca.  Dia maju selangkah, mengangkat tangannya untuk memberi isyarat agar mereka berhenti.  "Cukup Lillian," katanya, suaranya menggelegar.

"Yang satu ini biarkan saja hidup." Lanjutnya membuat Arriena bingung. Tanpa menunggu waktu yang lama, Lillian dan ayahnya menghilang dengan sekejap mata menyisakan kepulan asap hitam tipis. Arriena masih terengah-engah, ia terjatuh lemah. Pandangan nya mulai pudar, sedetik, dua detik, di ambang pingsan lagi-lagi ia melihat seorang wanita mendekat kearahnya sebelum kesadarannya hilang. Ia bertanya-tanya, apakah itu wanita yang sama yang ia lihat tempo hari atau wanita yang berbeda?

Dari kejauhan terdengar teriakan memanggil namanya, 

"Rin!" 

Arriena terbaring tak berdaya di tanah, terluka parah dari pertarungan sebelumnya. Dia menelan air liur yang bercampur dengan darah karena mulutnya terluka, lalu mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang mendekati. Dia terkejut melihat wanita yang menghampirinya.

Rupa wanita itu cantik dan elegan, dengan pakaian serba hitam dan rambut pendek coklat gelap terikat ke belakang. Dia memiliki mata biru yang memancarkan kebijaksanaan, dan senyumnya yang ramah membuat arriena merasa nyaman.

Kemudian disusul dengan seseorang yang memanggil namanya, ia adalah Leah, dengan wajah panik Leah menghampiri Arriena yang terbaring lemah.

Wanita itu berlutut di sebelah Arriena dan mengusap kepala gadis itu dengan lembut. Dia mengobati lukanya dengan sihir medis, bahkan mengobati cidera yang sudah disebabkan sebelum pertarungan.

"Mengapa kamu tidak menyadari kekuatanmu?" Tanya wanita itu dengan penuh kasih sayang, "Elemen udara dan api sama-sama kuat, kenapa kamu menganggap kuatnya elemen api sebagai suatu hal yang buruk?"

"Karena aku tidak bisa mengontrolnya, aku akan selalu membuat kekuatan itu menjadi hal yang buruk untuk semua orang di sekitar aku." Jawab Arriena dengan suara tembam.

Wanita itu memegang tangannya dengan lembut, "Jangan seperti itu. Elemen api itu indah, kalau kamu bisa mengontrolnya maka kamu akan sangat hebat."

Arriena memandang wanitanya dengan puas. Dia membayangkan apa yang akan terjadi pada hari hari itu jika dia tidak memiliki kemampuannya itu. Dia akan sangat lemah tanpa kekuatan elemen.

"Tapi aku takut, kuat yang dimilikiku itu menakutakan, aku tidak akan bisa berkendali." Katanya.

"Bahkan untuk pertama kalinya aku menggunakan sayap api." Lanjutnya.

"Aku akan membantumu mengontrolnya, jangan khawatir." Ujar wanita itu dengan sedikit tersenyum.

"Rin! Kau ini ceroboh, ini akibatnya jika kau menerima tantangan dari Lillian. Rasanya aku ingin memukulmu huh-" kali ini Leah memarahi kecerobohan Rin, Rin tersenyum melihat wajah panik Leah, ia merasa sangat di khawatir kan, entah mengapa ia merasa senang.

Arriena merasakan hangatnya pelukan dan keikhlasan yang keluar dari wanita tersebut. Dia merasa damai dan tenang untuk pertama kalinya.

Sambil memeluk, wanita cantik itu memperkenalkan diri, "Aku Debvora, ibu kandung Leah." 

Merasakan perasaan hangat yang tak kunjung hilang, Arriena terpejam dan tidak sadarkan diri dengan tenang.

"Ahhhh aku belum selesai memarahinya, tapi sudah pingsan, dasar Rin bodoh!" Maki Leah kesal, Debvora hanya tersenyum dan mengajak Leah untuk membawa Arriena ke kediaman mereka dan merawatnya.

Tanpa mereka sadari, di balik pohon tertinggi di sekitar mereka, ada yang mengawasi dengan tenang.

"Jadi ini alasan ayah menghentikan ku? Karena ayah tau wanita itu akan muncul, siapa wanita itu?" Tanya Lillian.

"Jangan sampai berurusan dengan wanita bermata biru itu Lillian. Jika tadi kau melanjutkan pertarungan tanpa adanya ayah di situ, mungkin yang akan mati itu adalah kamu." Masih dengan pandangan mengawasi, pria itu berucap memperingati. Tangan Lillian terkepal sempurna.