Khalid baru saja masuk ke dalam ruang pertemuan ketika Tuan Wijaya hendak keluar ruangan tersebut dan menyerah karena keterlambatan kliennya. Mata Tuan Wijaya menyala saat menatap wajah Khalid yang nampak sangat tenang. Tuan Wijaya segera mengurungkan niatnya untuk pergi dan memilih untuk duduk di kursinya.
"Maafkan atas keterlambatanku, Tuan Wijaya. Aku baru saja menyelesaikan sarapan karena aku kehilangan kekasihku. Dia meninggal dalam kecelakaan dan baru tadi dimakamkan. Asistenku batu saja mengirim prosesi pemakamannya dan aku melihatnya di sini"
Khalid menyerahkan ponselnya pada Tuan Wijaya, berharap dia memaafkan keteledoran yang sudah ia lakukan. Tuan Wijaya mengerutkan keningnya, mencoba menganalisa mimik wajah Khalid. Ia merasa sangat menyesal karena menyuruh Office boy memanggilnya dan memintanya datang segera tanpa mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan kliennya.
"Maafkan aku, Tuan Khalid. Aku sedang terburu-buru karena jam tiga harus ke Kalimantan. Aku kesal karena kau membuatku menunggu lama makanya aku meminta OB untuk menyuruhmu segera ke sini. Aku tidak pernah tahu kalau kau sedang berduka. Seharusnya kau tidak datang ke sini karena kau harus mengikuti pemakaman kekasihmu. Aku tidak tahu kalau aroganku membuat klienku kehilangan kesempatan untuk bersama kekasihnya untuk yang terakhir kali"
Khalid mengangguk. dalam hati ia memuji kemampuan beraktingnya. ia duduk sambil menunduk, menyembunyikan binar di wajahnya dari Tuan Wijaya.
"Serahkan berkas dan kelengkapan kerjasama kita dan aku akan segera menandatanganinya. Aku tidak punya waktu lama di sini"
Khalid mengangguk. ia ambil semua yang ia butuhkan sendiri dan ia serahkan kepada Tua Wijaya. Tuan Wijaya menerima semua berkas, membacanya sebentar dan tanpa berpikir dua kali, ia langsung membubuhkan tanda tangan. Khalid mendesah. Semua karena kematian Mutia.
"Kalau aku masih punya waktu, aku pasti akan memintamu untuk menceritakan kronologi kematian kekasihmu, Tuan Khalid. Tapi sayang, aku sudah ditunggu asistenku di luar, ini semua berkas kerjasama kita dan aku berharap tidak ada satupun yang terlewatkan"
"Terima kasih, Tuan Wijaya. Semoga kerjasama ini membuat hubungan persaudaraan kita semakin erat"
"Ya, kalau begitu, aku akan keluar. Mohon maaf sekali lagi karena permintaanku, Tuan Khalid meninggalkan pemakaman kekasih Tuan"
"Tidak apa-apa"
Khalid berdiri setelah Tuan Wijaya berdiri dan menyalaminya. Tuan Wijaya melangkah keluar dengan tergesa. Khalid hanya bisa mendesah. Heran dengan semua yang sudah ia lewati. Terlalu mudah ia mendapatkan tanda tangan dari orang terkaya di Jakarta.
Khalid kembali melangkahkan kakinya meninggalkan ruang pertemuan menuju kamarnya. Ia berencana untuk menghubungi kembali, namun seorang laki-laki menghadangnya.
"Maaf Tuan Khalid. Saat ini jadwal kita adalah meninjau lokasi. Tuan Wijaya memerintahkan aku untuk menemani Tuan dan menjaga Tuan"
Khalid menepuk dahinya. Ia heran dengan dirinya saat ini yang begitu teledor. Terlambat datang di pertemuan dan lupa pada agenda selanjutnya. ia segera mengangguk dan mengikuti langkah asisten Tuan Wijaya menuju sebuah kereta kuda yang akan mereka tumpangi untuk menuju lokasi pembangunan resort.
"Apakah tidak ada mobil di sini? Mengapa kita harus memakai kendaraan. . . kendaraan macam apa ini?"
Khalid nampak sangat emosi karena merasa disepelekan. Asisten Tuan Wijaya tersenyum mengetahui kebodohan Khalid yang ke sekian kalinya. Ia baru saja mendengar laporan kalau Khalid baru kehilangan kekasihnya, maka asisten Tuan Wijaya merasa sangat maklum pada sikap Khalid saat ini. waktu yang sangat tidak tepat bagi Khalid untuk berkunjung ke resort, namun asisten tahu Tuan Wijaya terlalu angkuh untuk mendapat penolakan.
"Pulau ini sama sekali tidak memiliki kendaraan bermotor, Tuan. Semua kendaraan adalah kendaraan tanpa BBM, sehingga pulau ini akan menjadi pulau terbersih sepanjang hayat"
"Begitukah?"
"Iya, Tuan. Mari kita naik! Perjalanan kita hanya akan memakan waktu setengah jam. Ketika sampai di lokasi kita akan disambut oleh tarian daerah dan saya berharap Tuan bisa sedikit terhibur dan sedikit melupakan kesedihan Tuan karena ditinggal kekasih"
Khalid menaikkan kaki kanannya dan sekali hentak ia berhasil masuk kereta kencana. Ini pengalamannya pertama kali naik kereta kuda. Meski di daerahnya, Yogyakarta, kereta seperti yang saat ini ia naiki bukanlah kendaraan langka, namun sejak dulu ia memang sama sekali tidak tertarik dengan kendaraan lain selain mobil sportnya.
Khalid duduk di belakang kusir kereta kencana dan mulai meletakkan tasnya. Ia menarik nafas dalam. Baru kali ini ia pergi tanpa pengawalan Andi. Ia harus repot membawa semua berkasnya tanpa ada yang membantunya sama sekali. Ah, bukan karena tidak ada yang membantunya sama sekali, tapi karena ia menolak bantuan yang ditawarkan oleh pihak hotel.
Khalid tidak akan berspekulasi untuk menerima bantuan dari orang baru. Salah langkah sedikit saja, proyek yang sudah didepan mata keberhasilannya akan raib dan dia kehilangan semua keuntungannya.
"Rencana pembangunan resort akan segera dimulai sebulan lagi, Tuan. Itu sesuai pemberitahuan Tuan Wijaya tadi"
Khalid menatap laki-laki di hadapannya yang kini sedang membuka sebuah email yang baru saja dikirimkan oleh Tuan Wijaya kepadanya. Ia mencoba menganalisa perintah yang dituliskan Tuan Wijaya, agar dia meneruskan email ke Khalid.
"Email dari Tuan Wijaya baru saya kirim ke Anda, Tuan. Silakan di cek!"
Tanpa menunggu notifikasi di ponselnya. Ia segera membuka email setelah ada notifikasi masuk. Ia mempelajari detail kerjasama yang sudah ia tanda tangani dengan Tuan Wijaya. Khalid mengangguk menyetujui bahwa semua yang tertulis di salinan sama dengan apa yang ia ajukan.
"Semua sudah sesuai dengan proposal. Aku harap kerjasama ini akan membawa keberuntungan untuk kita semua"
Asisten Tuan Wijaya mengangguk lalu mengaminkan ucapan Khalid. Ia kembali fokus pada jalan raya yang sedang mereka lewati. Dua laki-laki yang sama-sama datar hanya saling diam tanpa berusaha membuka percakapan sama sekali. Kusir kereta yang mengantar kedua orang tersebut hanya fokus pada kemudinya.
Dreett
Pesan Andi masuk. Khalid segera membuka ponsel dan mencoba menghubungi Andi, agar melaksanakan rencana sesuai dengan apa yang ia usulkan.
"Kau laksanakan semua rencanamu dan aku akan menunggu laporan keberhasilanmu saat aku sampai di rumah."
"Siap, Tuan."
"Bagus, sekarang kau pergi dan cari dia semampumu. Aku ingin melihat wajahnya saat ini juga."
Khalid tersenyum. ia bangga pada Andi yang sangat setia mendampinginya. Dalam hati ia berjanji akan memberikan apapun saat ia bisa memiliki Amira. Bukan ia miliki, tapi akan ia jadikan sebagai budak selama hidupnya. Khalid tersenyum licik. Ia membayangkan bagaimana senangnya melihat gadis yang selama ini selalu mengganggu hidupnya akan menjalani kehidupan yang mengenaskan di sangkar emasnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Tuan? Apakah ada yang menarik sehingga kau tersenyum sendiri?" Khalid terpana memandang asisten Tuan Wijaya yang kini sedang menatapnya.