Mirielle seperti terhipnotis saat menatap ke arah sosok yang berdiri menghadang mobil Zac. Sesaat ia sempat hanyut, tetapi di detik berikutnya, ia justru penasaran siapa yang telah mengusik dan menghalangi jalannya.
Mirielle membuka pintu mobil, sementara Zac tengah berusaha mengembalikan kesadarannya akibat benturan yang cukup keras saat mobil berhenti tiba-tiba.
"Hey, Elle, kau mau ke mana?" hardik Zac yang tak sempat mencegah gadis keras kepala yang kini telah berada di luar dan berusaha mengejar sosok yang justru lari ke dalam hutan.
Mirielle berlari dan dengan cepat berubah wujud menjadi makhluk menyerupai siberian husky berukuran jauh lebih besar dengan bulu lebat berwarna keperakan, mengejar sosok yang tiba-tiba lenyap di dalam hutan. Ia yakin bahwa dirinya tidak salah arah. Terlebih dengan wujudnya saat ini, tak akan pernah ada kesalahan dalam mengendus siapa mangsa atau musuhnya dan di mana keberadaannya.
"Shit!" umpatnya, saat telah berubah kembali menjadi wujud manusia. "Di mana ia pergi? Dan siapa sosok itu sebenarnya?"
Mirielle menggeleng keras. Sepertinya telah terjadi kesalahan pada penciumannya, karena bahkan sampai saat ini, aroma Ashton masih berputar di rongga hidungnya.
Ia masih bermonolog kala kemudian sebuah kekuatan besar mendorong dan menyerang Mirielle yang tak sempat bersiap. Ia berusaha melawan, berubah kembali menjadi hewan memesona yang tangguh, mencoba membebaskan diri dari kekuatan yang tak kasat mata. Kala itu ia yakin, mungkin ajalnya sudah dekat. Namun, sekali lagi perkiraannya salah besar.
Sosok itu kembali memberikan serangan. Namun, pada akhirnya bukan ditujukan untuk melukai Mirielle, melainkan hanya mengimpitnya pada sebuah batang pohon besar. Sekedar untuk mengikis jarak antara dirinya dan Mirielle.
"Hello, Elle ... akhirnya aku tahu siapa sosok di balik gadis cantik dan dominan sepertimu," sapa pria itu, yang pada akhirnya tampak di hadapan Mirielle seraut wajah rupawan yang nyaris menghipnotisnya sejak awal mereka bertemu.
Ashton yang semula tak tampak, lalu berubah menjadi sekumpulan asap hitam sebelum pada akhirnya menunjukkan wujudnya, begitu dekat dengan Mirielle saat ini. Sekali lagi, aroma tubuh pria itu mendominasi hampir delapan puluh persen penciumannya Mirielle.
Manik yang semula memerah itu kini berubah menjadi kecoklatan, mengunci tatapan pada manik kelabu milik gadis itu.
"Ash ... k-kau ... aku tidak menduga kau ternyata—"
Ashton tak melepaskan impitannya, melainkan semakin memangkas jarak antara dirinya dan gadis itu, hingga ia mampu merasakan hangatnya tubuh Mirielle, sementara Mirielle pun sebaliknya, merasakan tubuh Ashton yang sedingin es.
"Apakah aku belum mengatakannya padamu?"
"Kau ... minggir! Aku harus pergi sekarang!"
Menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan sebelumnya adalah sebuah kesalahan—tidak seharusnya ia melakukan tindakan intim dengan seseorang dari bangsa kulit pucat—Mirielle berusaha melepaskan kuncian Ashton dari tubuhnya, tetapi pria itu terlalu kuat untuknya.
"Ssh ... jangan terburu-buru, Elle. Aku tidak akan menyakitimu, aku janji. Aku hanya ingin bertemu lagi denganmu." Ashton memelankan suara serta intonasinya agar Mirielle tidak merasa terintimidasi. "Damn! Apa yang terjadi padaku? Sepertinya aku sudah gila."
Racauan Ashton kini membuat gadis di dekatnya justru menatapnya bingung. "Ash ... apakah kau baik-baik saja?"
Ashton terkekeh sendiri merasakan ketololannya yang semula berusaha menakuti dan memergoki identitas Mirielle, tetapi justru dirinya yang kini tepergok.
"Apakah kau tidak terkejut melihatku?" tanya pria itu. Siung yang semula menghias di sebalik bibirnya yang memerah, kini sudah tak ada lagi. "Apakah aku telah membuatmu takut?"
Pria itu kini mengangkat tangannya dan membelai helai rambut sewarna madu milik gadis di hadapannya. Mirielle menggeleng.
"Tak ada yang bisa membuatku takut, Ash. Hanya saja ... aku harus pergi, jika tidak—hmph ...." Kini giliran Ashton yang tak tahan untuk tidak mendaratkan kecupannya di bibir merona Mirielle yang sejak tadi menggodanya setiap gadis itu bicara.
Mirielle tak membiarkan Ashton memberi pagutan yang dalam terhadapnya, karena Mirielle sadar bahwa tubuhnya mulai makin memanas. Ia mendorong tubuh Ashton menjauh darinya yang secara otomatis melepaskan bibir pria itu dari bibirnya.
"Ash ...." Mirielle berusaha mengambil napas sebanyak-banyaknya. Apa yang diberikan pria itu telah sukses membuat segenap oksigen yang tersisa kini terkuras habis. "Ini tidak boleh terjadi, kau tahu maksudku, kan? Kita ...."
Ashton mengangguk seraya tersenyum pahit. "Aku tahu."
Mirielle merasa bersalah karena terpaksa mengingatkan Ashton bahwa tak akan pernah mungkin dirinya dan pria itu untuk bersatu pada akhirnya. Maka mulai detik ini, mereka tak boleh lagi berbuat seenaknya seperti apa yang mereka lakukan sekarang. Terlebih mereka baru saja saling mengenal dalam waktu singkat.
Baru beberapa jam, tetapi Mirielle bahkan mengakui bahwa daya tarik yang dimiliki Ashton terlalu besar untuk ia tolak, andai saja Mirielle tidak tahu kenyataan bahwa Ashton adalah seorang vampire.
Begitu pun sebaliknya dengan Ashton.
Hanya saja, tak ada satu pun yang ditakutkan pria itu, asalkan Mirielle mengizinkannya, maka ia akan melanggar segala batasan yang dibuat entah oleh siapa—tak ada yang tahu.
"Aku harus pergi, Ash." Mirielle memutar tubuhnya, meninggalkan Ashton yang juga menghilang ditelan gelap malam. Mirielle tak menoleh sama sekali, karena sejak beberapa menit lalu, di mana ia mengetahui Ashton adalah vampire, ia tak berharap bertemu lagi dengan pria itu.
Meski ada sisi lain hatinya yang mendambakan pertemuan berikutnya, tetapi ia tepiskan begitu saja. Baik dirinya maupun Ashton tahu pasti bahwa sampai kapan pun, harapan mereka akan sebuah kisah percintaan hanya akan menjadi angan belaka. Mereka tak akan pernah bisa bersatu, bukan karena alasan lain.
Satu-satunya alasan adalah karena dunia dan kehidupan mereka yang berbeda.
Mirielle berjalan cepat kembali ke mobil Zac yang masih berhenti di tempat yang sama. Namun, tak ada pria itu di sana atau di mana pun. Apakah ia sedang mencari Mirielle?
"Zac?" Mirielle memanggil pria itu beberapa kali, tetapi tak ada tanda-tanda kemunculannya. Zac seolah lenyap ditelan bumi.
Tidak, tidak. Bukan di telan bumi, mungkin saja ia juga tengah mencari Mirielle dan tak menyangka kalau gadis itu sudah kembali lebih dulu.
Mirielle akhirnya memutuskan untuk masuk ke mobil dan menunggu Zac di dalam saja. Namun, belum tiba di mobil, sekelompok pria dan wanita bertubuh besar tampak berjalan dari kejauhan. Membuat Mirielle merasakan sensasi seperti deja vu, di mana ia harus menghadapi pria-pria dari kelompok liar seorang diri, seperti keadaannya saat ini.
"Celaka!" Mirielle mencoba membuka pintu mobil, tetapi tak bisa. "Sial! mengapa kau harus mengunci mobilmu, Zac!? Dasar bodoh!"
Ia bisa saja membuka paksa pintu itu dengan tenaganya sendiri, tetapi masalahnya, jika pintunya saja terkunci, bukankah itu artinya ia tetap tak akan bisa menyalakan mesin? Dan itu berarti Zac memang membawa serta kunci kendaraan itu bersamanya.
"Dasar Zac bodoh!" Mirielle akhirnya dengan cepat bersembunyi di balik mobil, berharap kelompok itu tidak menemukannya dan segera pergi dari tempat itu. Sayang, dugaannya salah.
"Hey ... lihat siapa yang kutemukan di sini! Gadis manja keturunan bangsawan Alsen ternyata menyanbut kedatangan kita. Hello, manis ... apakah kau ingin bermain-main dulu bersama kami sebelum calon suamimu itu datang, hm?"
"Apa maksudmu?" tanya Mirielle, merasa janggal dengan apa yang diucapkan salah satu dari kawanan itu.
Bukannya menjawab pertanyaan Mirielle, pria itu justru tertawa.
"Sudahlah, tak perlu banyak bertanya. Yang pasti kekasihmu itu baik-baik saja. Dan kini saatnya kau yang melayani kami bermain, bagaimana?"
Sekelompok rogue itu mengelilingi Mirielle yang tak berkawan juga tidak bersenjata apa pun. Kali ini, ia yakin dirinya pasti akan binasa diserbu kawanan liar ini sementara dirinya hanya seorang diri.
Kecuali ... jika ada secercah keajaiban, apa pun itu.