webnovel

Janji Aletta

***

Joan memperhatikan sekeliling yang  memandang ke meja mereka karena kehebohan dirinya. Sementara Gaby langsung menunduk dan melayangkan lirikan tajam pada Joan yang membuat pria itu langsung berdiri dan menunduk berkali-kali sambil mengucapkan permintaan maaf karena telah menganggu kenyamanan orang-orang yang ada di kafe tersebut, kemudian kembali duduk dan bungkam seribu bahasa karena Gaby yang memarahinya.

Aletta yang canggung berada di tengah-tengah mereka pun memilih untuk meminum ice apple fruity with mangoes miliknya sampai tersisa setengah, tanpa bicara satu patah kata pun.

Waktu terasa lambat selama periode kemarahan sang ibu hamil dan sang suami yang bungkam seribu bahasa itu, sampai seorang waiters membawakan pesanan mereka dengan tampilan yang cantik dan menggugah selera siapapun yang melihatnya. Disusunnya piring-piring lebar itu di atas meja, yang masing-masing piringnya berisi satu buah croissant ukuran besar, whipped cream, selai, dan beberapa buah blueberry.

Dan tak lama setelah waiters meninggalkan meja mereka, Gea kembali dari toilet dengan wajah yang lebih hidup dihiasi dengan senyum yang manis.

"Oh, sudah datang?" tanya Gea sembari duduk di kursi. "Kenapa kalian diam saja dan tidak memakannya?" sambungnya.

Aletta tersenyum simpul menatap Gea yang tak tahu betapa canggungnya Aletta setelah melewati rentetan peristiwa yang hanya terjadi dalam beberapa menit setelah kepergiannya.

"Baru saja datang," jawab Gaby yang mengambil pisau makan serta garpu untuk menyantap croissant. "Mari, makan!" ujarnya sambil tersenyum kecil.

Membuat Gea bertanya-tanya, apa yang telah terjadi ketika dia meninggalkan meja saat melihat Joan yang menunduk dan tidak banyak bicara lagi, serta Aletta yang terlihat seperti ingin cepat-cepat pulang.

'Baiklah, nanti tanyakan saja pada Ale,' batin Gea yang kebingungan sembari mengambil pisau makan dan garpu, kemudian mengikuti Gaby serta Aletta yang telah menyantap makanan lebih dahulu.

***

Saat Gea dan Joan tengah berebut di depan kasir untuk membayar makanan mereka dengan kartu yang isinya berpuluh-puluh digit, Aletta yang telah kalah dari percekcokan itu, serta Gaby yang pasti akan dibayarkan oleh Joan masih menunggu di meja sembari berbicara santai. 

"Santai saja, Aletta. Kamu kan juga baru pulang," ujar Gaby tersenyum dengan tulus.

"Tapi, tetap saja... aku tidak tahu menahu tentang pernikahan kalian dan tidak hadir juga," balas Aletta yang merasa tidak enak karena hanya mengucapkan selamat, itupun telat.

Gaby terkekeh kecil, suasana hatinya kembali baik. "Sungguh, tidak apa-apa. Itu sudah lewat tujuh bulan yang lalu," jawabnya.

"Akan ku pastikan untuk mengirim hadiah saat bayi kalian lahir," ujar Aletta yang gigih.

"Jangan hanya mengirimnya saja. Aku  ingin kamu datang juga kalau tidak sibuk," celetuk Gaby sembari menyangga dagunya dengan tangan kanan dan menatap Aletta yang semakin dilihat semakin membuat Gaby senang karena kecantikannya.

Aletta mengangguk semangat. "Baiklah. Aku pasti akan datang," ujarnya berjanji.

Gaby tertawa kecil. "Kamu serius sekali... tapi, terima kasih. Masih sekitar delapan bulan lagi untuk bisa bertemu dengannya."

"Tidak apa-apa. Selama aku hidup, aku akan datang ke rumah sakit," ujar Aletta terkekeh kecil.

Gaby melirik ke meja kasir, di mana dia melihat Gea yang akhirnya kalah cekcok dari Joan dan berakhir dengan pria itu yang membayar semua pesanan mereka. Sementara Gea bersedekap dengan alis yang mengerut seraya menatap Joan dengan tajam.

"Oh, akhirnya mereka selesai juga," ujar Gaby sambil geleng-geleng kepala. Aletta pun memutar tubuhnya untuk melihat ke meja kasir, dia pun tersenyum geli.

"Ayo!" ajaknya untuk menghampiri Joan dan Gea sekalian menuju tempat parkir untuk pulang.

Aletta mengambil tas kecilnya, kemudian berjalan beriringan bersama dengan Gaby.

"Sudah?" tanya Aletta dengan nada meledek.

Joan menunjukkan kartu ATM-nya sambil tersenyum lebar penuh kemenangan.

"Aku yang membayarnya. Dia kalah," ujarnya sembari menunjuk Gea dengan wajah meledek. Membuat gadis itu merotasikan mata malas.

"Sudah selesai semua, kan?" tanya Gaby yang ditanggapi dengan anggukan kecil dari Joan. Mereka pun ke luar dari kafe bersama-sama.

"Mau pulang atau pergi ke suatu tempat lagi?" tanya Gaby begitu mereka ke luar dari kafe.

"Ah, maaf... kalau itu, aku tidak bisa." Aletta menatap Gaby dengan ekspresi yang sangat menyayangkan. "Aku ada janji lain setelah ini. Gea juga, kan?" ujar Aletta sembari menatap dalam pada sahabatnya yang langsung mengangguk ketika menyadari ada kode untuk melarikan diri di baliknya.

"Besok aku harus kuliah lagi dan tentunya ada beberapa tugas yang harus ku kerjakan," ujar Gea jujur. Memang masa tenangnya setelah pengumpulan tugas waktu itu sudah selesai.

"Halah, kenapa kamu jadi rajin begitu saat kuliah?" ledek Joan yang satu universitas, tetapi beda fakultas dengan Gea.

"Cih, tentu saja agar cepat lulus dan mengambil alih perusahaan papa," ujarnya dengan wajah malas.

"Wah, kasihan perusahaannya. Bisa-bisa bangkrut di bawah pimpinan mu. Kamu kan aslinya malas," ledek Joan lagi yang membuat Gea langsung memukul kepala pria itu sambil mengumpat kesal.

"Kalau aku malas, aku tidak mungkin mengambil gelar magister, bodoh!"

"Bukannya itu karena terpaksa?"

Aletta dan Gaby hanya tersenyum sambil geleng-geleng melihat mereka yang berakhir dengan menjelek-jelekkan satu sama lain sampai tiba di tempat parkir.

"Aletta, aku sangat senang bertemu denganmu. Semoga kita bisa bertemu lagi dalam waktu yang singkat," ujar Gaby memeluk Aletta saat mereka hendak berpisah. Aletta juga menepuk-nepuk punggung bumil yang sedang emosional itu sambil mengangguk kecil.

"Gea, sampai bertemu lagi. Dan tolong marahi Joan kalau kamu melihatnya genit pada gadis-gadis di universitas," ujar Gaby yang membuat Joan mendelik tak terima serta Gea yang tertawa sambil mengangguk pasti.

"Aku tidak pernah genit, Sayang." Joan memeluk wanita itu dari belakang dengan ekspresi yang manis. Membuat Aletta dan Gea merinding melihat pemandangan di hadapannya.

"Lepaskan aku, Joan. Aku masih marah padamu," ujar Gaby yang membuat Joan kembali bungkam, tetapi tidak melepaskan pelukannya. Membuat ibu hamil itu berusaha melepaskan diri secara paksa.

"Habislah kau, Joan. Tidak ada jatah," celetuk Gea dengan setengah berbisik yang membuatnya mendapatkan delikan tajam dari Joan serta teguran dari Aletta.

"Kalau begitu, sampai jumpa, Aletta, Gea! Semoga kita bertemu lagi!"

"Kamu akan bertemu dengan mereka akhir bulan ini, Sayang. Ale, kamu harus datang, ke reuni, ya!" peringat Joan sembari membuka pintu mobil.

Aletta hanya tersenyum tipis. "Kalau aku tidak sibuk," jawabnya yang cukup mengejutkan Gea.

Secara tidak langsung, gadis itu memberikan harapan untuk datang dan secercah harapan itu pasti akan digunakan Joan untuk mengabarkan kehadirannya yang belum pasti di rapat reuni selanjutnya. Di mana, ada Karmila dan Desca yang akan menyebarkan berita panas itu melalui jari dan bibir mereka yang gatal.

"Acaranya dari jam lima sore sampai jam sembilan malam. Luangkanlah waktu untuk datang. Setengah jam pun tak apa," ujar Joan sembari membantu Gaby naik ke mobil, kemudian menutup pintunya setelah memastikan istrinya duduk dengan nyaman.

"Aku akan berusaha datang kalau tidak sibuk," ujar Aletta yang membuat Joan menghela napas panjang.

Pria itu menghampiri Aletta dan mengajaknya melakukan toast, begitu juga dengan Gea.

"Kita harus bertemu lagi, terutama kamu, Ale." Joan melambaikan tangan yang dibalas oleh keduanya. "Sampai bertemu lagi!" serunya yang kemudian berlari kecil menuju pintu kemudi.

"Hati-hati! Kamu membawa dua nyawa, Joan!" seru Gea yang ditanggapi pria itu dengan ibu jari yang diacungkan tinggi-tinggi.

———