webnovel

Marriage in lost Memories

Hidup ku seperti potongan puzzle Banyak nama yang aku hapus dalam memori ku, otak ku menolak mereka yang pernah menyakiti ku dan sekarang mereka muncul satu persatu. Salah satunya adalah Devan-suami ku! Suami dalam pernikahan berlatar bisnis ini. Dan dia-J juga kembali dari koma mencoba membawa ku kembali dalam kehidupan nya! Saat kenangan itu kembali bisakah aku menerima mereka kembali.

Daoist253276 · Geschichte
Zu wenig Bewertungen
74 Chs

Tiga Puluh Enam

Aku memesan hotel tak jauh dari Bandara. Tapi aku semakin merasa di ikuti. Walau firasat ku ini dia, ada rasa tenang, tapi kalau bukan aku jadi takut.

Aku segera mengambil kunci kamar dan segera menuju nomor kamar yang disana.

Perasaan ku semakin merasa tak tenang.

Tapi rasa cemas itu hilang setelah aku masuk kedalam kamar.

Hanya beberapa detik rasa aneh kembali menyelimuti.

Bagaimana tidak ada suara air dikamar mandi.

Mungkin kah aku salah kamar.

Aku coba cek lagi nomor di depan dengan nomor di kartu. Tidak ada yang beda. Lalu kenapa ada air hidup. Apa mungkin staff hotel lupa menutup kran.

Mungkin saja...

Aku akan memeriksa nya.

Suara air didalam semakin jelas. Bukan hanya mengalir tapi juga seperti dimainkan.

Rasa cemas berubah jadi horor, apa jangan jangan penunggu hotel ini sudah menyambut ku.

Apa aku akan ketemu hantu eropa?

Tangan ku mengulur dengan lambat  ada rasa keraguan. Aku takut kalau makhluk nya tiba tiba muncul di depan pintu.

Kemudian suara air berhenti.

Aku menahan nafas sebentar.

Oke Alena ini bukan setan bukan...

Aku tutup mata dengan erat. Tangan ini memegang gagang pintu yang terasa dingin.

Dalam hitungan ke-3

Satu...

Tig..

Pintu ku dorong. Mata ku merem. Beberapa detik aku bertahan aku meraba raba apakah ada makhluk berbulu. Atau ada rambut yang menjuntai? Atau hanya kain? Pocong mungkin?

Tapi itu kan hantu ala Indonesia, kalau eropa mungkin vanpire? Drakula? Orang eropa ganteng-ganteng. Hantu nya pasti ganteng juga.

Ya ampun Alena aku semakin tidak waras saja.

Deg , jantung ku berdetak cepat.

Tangan ini menyentuh sesuatu yang mirip daging manusia  tapi keras dan agak basah. Jari ku semakin gemetar, apa ini hantu atau manusia. Ada hantu eropa telanjang begini?

" Jangan ganggu aku setan.. Aku kesini hanya untuk semalam... Ak-

Tubuh ku ditarik seperti kapas. dan spontan mata ini terbuka.

Aku menempel dengan makhluk yang sungguh sungguh menakutkan dari yang nama nya setan eropa.

Tentu aku kenal makhluk ini

Ia menunduk dengan rambut agak basah. Mata nya masih seperti mutiara hitam dengan manik yang membesar. Bibir nya melengkung dengan sempurna.

" Kamu...

Aku mendorong nya. Bukan aku lah yang terdorong kebelakang.

Bahkan ia disana dengan hanya ada handuk melilit dipinggang. Jadi dia yang mandi?

Aku baru memesan kamar tapi kenapa didalam nya ada dia? Apa ia sudah tau aku akan menginap disini. Tapi kenapa dia ada disini...

Walau bukan firasat tak asing dan tebakan ku benar tetap saja aku masih merasa belum merasa berpijak ditempat.

Dia Devan ada di negara ini! Sejak kapan?

Aku rasanya mau ketawa saja. Kenapa dia selalu tau dimana aku berada.

" Kamu kenapa ada disini?" Tanya ku melingkupi situasi disana.

Devan melewati ku begitu saja. Apa aku yang hantu ditempat ini.

Bahkan ia dengan santai nya menggosok rambut nya dengan handuk dan duduk di tempat tidur seperti model pria dewasa yang sedang melakukan pemotretan setengah telanjang, memang tubuh nya tetap terseksi tapi aku benci dengan keberadaan nya saat ini.

" Sudah puas liburan nya?" Kata nya disana melihat ku dengan sejuta tatapan, ada ejekan terkandung didalam nya.

Aku mencoba menguasai pikiran ku. Oke aku tidak akan bisa pernah menghindar dari nya. Dia dengan bisa menemukan ku dengan mudah. Kalau karena skandal kemaren rasanya tidak secepat ini  atau mungkin ia sudah tau lama aku disini. Dan sekelebat bayangan tadi malam muncul.

Jadi..

Aku mendehem keras. " Sejak kapan kamu tau aku di Negara ini?" Tanya ku gugup.

Ia memiringkan wajah nya masih main teka teki dengan ku sama saja membuang tenaga.

" Menurut mu? Apa tadi malam aku belum memuaskan mu..

Glek..

Rasanya darah ku mengalir ke wajah saja. Aku yakin aku memerah.

Ada Sekumpul kemarahan dan rasa tak percaya di benak ku.

Tadi malam sungguhan bukan mimpi. Ia menyetubuhi ku dengan cara menggelikan, memberiku obat lalu, aku mengira itu hanya mimpi basah.

" Kamu menyentuh ku.." Pekik ku murka. Aku merasa terhina sekali. Dia..

Kata kata ku habis untuk mengumpat dan menyumpahi nya.

Kulihat ia hanya tertawa disana.

" Kenapa? Kita masih suami istri bahkan tubuh mu sangat menikmati tadi malam. Berapa kali kamu menyebut nama ku berulang ulang..berapa kali kami orgasme?

Kututup telinga, kata kata kotor nya membuat ku jijik. Aku tak mungkin begitu. Dia pasti sengaja  membuat ku kesal seperti ini.

Mata ku melebar tak percaya ia turun dari sana dan melepas handuk nya.

" Jangan mengintip kalau suka" Kata nya serasa sangat horor.

Aku berbalik kesal. Sungguh orang ini kenapa bertindak asusila seperti ini. Ya walau ia hanya memakai celana dalam dan sekarang sudah mengenakan celana training panjang. Tapi masih suk wara wiri mengekpose dada telanjang nya.

Aku segera menuju pintu, aku perlu kamar sendiri. Bisa bisa gila kalu sekamar dengan nya  tapi pintu itu terkunci.

" Dimana kunci nya!! " Pinta ku enggan sekali mengajak nya bicara.

" Ada padaku! " Jawab nya santai.

Ia lalu menuju tepi kasur. Duduk seperti berada di rumah. Pria ini meletakkan laptop di pangkuan nya.

Aku tau dia tidak akan memberikan kunci nya.

Aku diam memperhatikan kegiatan nya disana yang sangat santai menarikan indah jari nya ke laptop itu.

Apa ia punya pekerjaan baru ah apa ia punya uang untuk semua nya ada disini. Bukah kah ia bangkrut. Bahkan aku melihat nya tetap Devan yang sama  tak ada yang memprihatinkan seperti diberita.

Aku curiga ia ini sebenarnya punya pekerjaan ilegal. Salah satunya ia selalu tahu aku dimana. Dan apakah ada hubungan nya dengan pencurian data yang terjadi pada J kemaren. Kemunculan bersamaan dengan pencurian data di perusahaan J.

" Apa kamu meretas perusahaan Jordan?" Kata ku membuat jari nya berhenti di satu tuts. Ia tampak biasa saja. Kecurigaan ku semakin dalam. Aku mendekat perlahan mencoba mengintip layar disana.

" Apa kamu mau perusahaan nya tenggelam habis?" Ucapnya memberikan pilihan.

Aku terkejut dan tebakan ku benar. Pelaku nya Devan. Ia yang meretas perusahaan Jordan. Apa dia punya kemampuan sebesar itu  tentu perusahaan Jordan pasti punya pertahanan dan dia bisa menembusnya.

" Jadi kamu? Apa yang kamu lakukan padanya?

Pekik ku sangat marah.

" Mengembalikan air yang ia tumpahkan" Jawab Devan dengan sangat santai  jari nya masih menari nari.

" Tidak mungkin!! " Aku masih tidak percaya kalau Devan pelaku nya. Kalau ia punya kemampuan peretas. Dia pasti tidak mudah di jatuhkan saat perusahaan nya krisis.

" Kamu pasti hanya menakut nakuti ku saja, kalau benar itu kamu! Kamu tidak mungkin bangkrut.."

" Benarkah.. Siapa yang bilang aku bangkrut? Perusahaan kecil itu hanya ganti pemimpin saja kan!!! " Jawab nya sederhana. " Jordan meminta ku memilih perusahaan atau foto itu  aku memilih foto. Tapi dia curang! Tetap memberi mu foto itu" Kali ini ada suara kemarahan dari nada nya.

Menyinggung masalah foto, aku menjadi berang Itu fakta yang tertunda dan ini kembali menyakitkan. Mengingat ku kalau ada anak hasil ia dengan wanita lain dan di tutupi sangat rapi.

"Aah. Iya. . . Bagaimana kabar anak mu dengan perempuan itu? Harus nya juga kamu sudah menerima surat gugatan cerai ku yang asli kan" Kata ku dengan angkuh. Aku ingin dia tau. Permasalahan itu tifak akan pernah bisa berakhir bahagia.

" Nama nya Jeremy! Aku bisa mengenalkan nya dengan mu. Aku rasa Jeremy akan senang ketemu ibu nya.

" Tidak! " Sela ku, kemarahan ku meningkat. Orang ini sungguh tak punya perasaan  bagaimana bisa ia dengan santai mengatakan nya  dan Ibu? Ck! Siapa yang mau jadi ibu untuk anak nya dengan perempuan lain.

" Kamu gila! Aku bukan ibu nya. Dan bahkan tidak sudi jadi ibu tiri nya!! " Kata ku tak peduli perkataan ku kasar, aku tau ini cukup kasar. Bahkan pada anak yang tidak ada dosa dengan permasalahan yang di buat bapak nya.

Devan terdiam. Ia lalu menutup laptop itu.

" Dia punya ibu kandung sendiri! " Suara ku merendah  aku menyesali kata "tak sudi" Yang aku ucapkan barusan.

" Akan lebih baik dia bersama orangtua biologisnya, aku mohon kali ini lepaskan aku" Pinta ku dengan manik mata memohon. Bahkan kalau di novel aku berharap ia melihat ku seperti mata anak rusa dan ia tersentuh. Tapi aku lupa ini Devan. Jenis muka permohonan apapun dia tidak akan peka.

" Aku sudah melepaskan kan mu 6 bulan. Apa itu tidak cukup"

Rahang ku mengeras. Percuma berakting didepan nya.

" Aku tidak akan pernah menerima anak mu sampai kapan pun. Jadi jangan paksa aku!" Ucap ku serasa cukup.

Terserah dia tidak mau menceraikan ku. Aku tidak peduli.

Aku bisa hidup sendiri setelah besok. Tanpa surat cerai!

Penerbangan ku besok pagi. Dan ini sudah sangat malam. Aku mengakhiri perdebatan itu dengan mengangkut bantal selimut ke sofa disana.

Aku bingung setiap berdebat dengan nya. Aku lah yang mengalah dan tidur di sofa!

Kepala ku rasanya mau pecah saja.

Sebelum tidur aku membaca singkat pesan yang dikirimkan J.

" Aku akan menjemput mu setelah semua nya clear"

Aku segera blokir nomor J. Kali ini aku akan hadapi masalah ku sendiri.

*

*

*

Bahkan aku juga tidak peduli Devan 1 penerbangan dengan ku ataupun ia duduk disebelah ku. Kami mengenal tapi aku menganggapnya seperti orang asing lagi.

Dan setelah menempuh perjalanan cukup melelahkan aku kembali ke Jakarta. Tanah kelahiran ku.

Kota yang aku tinggalkan dan banyak cerita disini.

Langit biru disana membuat ku sedikit banyak bisa tenang.

*

*

" Jangan membangkang.. Ikut kerumah..!"

Kali ini lagi kami terlibat perdebatan.

Aku menolak ikut kedalam jemputan nya, Rudy! Orang kepercayaan nya yang menjemput. Bahkan pria yang pernah aku make over itu seperti biasa menjadi penonton gratis drama aku dan Devan.

"Kita sudah berakhir! Ya atau tidak ada surat cerai! Aku mau hidup ku bebas tanpa kamu dn anak mu! Paham" Sengit ku sudah diluar batas. Aku tak peduli orang orang disana menonton drama tak berkesudahan ini.

Aku mendorong Devan dan segera lari sekuat mungkin. Masuk kedalam taxi yang tentu sangat mudah di temukan di sana.

Ini adalah akhir dari segala Dev...

Walau firasat ku bilang tidak!

1 jam kemudian aku tiba didepan rumah tingkat 2 di Jakarta Selatan. Tempat aku tinggal dan dibesarkan.

Rumah ini masih sama hanya cat nya saja di renovasi menjadi lebih terang.

Orang pertana yang melihat ku adalah Bik Lilies.

Aku langsung memeluk Bik Lilies. Rasa rindu ku tumpah dengan sangat banyak. Bahkan Bik Lilies menangis tersedu-sedu.

" Bagaimana kabar bibik?" Tanya ku masih membiarkan nya memelukku.

" Baik Non. bibik rindu sekali sama Nona. Ini seperti mimpi saja! Bagaimana keadaan Nona selama ini? Kenapa lebih kurusan begini?

Bik Lilies mengurai pelukan nya. Aku terus melihat garis garis keriput wanita yang sudah berumur ini dengan sendu.

" Baik Bik.. Apa Papa di kantor?" Tanya ku menengok kiri kanan, rumah ini tampak sepi.

Wajah Bik Lilies berubah semakin sedih.

" Itu Non. Bapak.. Masih di rawat di Rumah Sakit" Kata Bik Lilies membuat ku syok.

" Rumah sakit? Papa kenapa bik???

" Bapak jatuh sakit sudah 3 bulan ini Non, Bapak sakit jantung" Jawab Bik Lilies membuat ku lemas seolah Menampar wajah ku, aku menghilang 6 bulan dan tak pernah mengetahui kondisi Papa dan juga, penyakit yang sama pernah aku hadapi sebelum nya.

" Nona baik baik saja?"

Tatapan ku kosong hanya mengangguk melihat foto keluarga yang di pajang di ruang tamu disana. 6 bulan yang lalu aku ketemu papa di pesta itu. Meski singkat tapi aku sangat bahagia. Sekarang...

Walau tubuh ku rasanya remuk. Aku langsung kerumah sakit. Kedatangan ku tentu membuat Mama Natasya dan Adik adik tiri ku kaget. Terutana Papa.

Ada berbagai tatapan yang mereka pandang kepadaku. Aku tak peduli. Aku langsung mehambur pada Papa yang terlihat senang melihat wajah ku.

Aku menangis sejadi-jadinya. Meminta maaf sebesar besar nya. Tubuh lemah itu aku geroti dengan semua emosi yang tertanam di pikiran ku.

" Berhenti nangis Alena! Ini bukan salah mu! Papa baik baik saja hanya menjalani perawatan rutin" Pria yang menurunkan hidung mancung nya ini mengusap kepala ku berkali kali. Bahkan aku rasa ia juga menangis.

" Papa kamu akan baik baik saja kalau kamu tidak berulah" Ini suara dari Mama Natasya. Wanita ini duduk dengan sinis memandangku. Wajah yang selalu melihat ku seperti kuman. Berbeda saat ia memohon untuk menerima permintaan Devan menikah dulu.

Papa mengangkat tangan untuk meminta istri nya diam. Aku pun tak memperdulikan Mama Natasya. Dia dimata ku tak lebih hanya sesuatu tak penting.

" Aku akan merawat Papa dari sekarang " Cecar ku menatap manik mata yang sudah tak muda disana dengan suka cita

Papa mengangguk dan terus melihat ku dalam.

*

*

*

Sudah seminggu lebih aku di sini. Aku hanya mehabiskan waktu ku di Rumah Sakit. Dan hari ini aku senang Papa bisa pulang. Aku bersama Arya adik tiri ku paling bungsu sibuk mengurus kepulangan Papa. Kalau dibanding kan dengan Aldo, Arya tak begitu memusuhi ku. Dia lebih respect padaku, mungkin karena dari kecil ia sering bermain dengan ku dan kami punya darah Papa yang menghubungkan. Beda dengan Aldo yang lebih memiliki sifat Mama Natasya dan dia anak bawaan Natasya.

" Semua nya sudah di bayar, mba" Kata petugas Administrasi rumah sakit ini.

" Sudah? Kapan dan siapa? " Tanya ku heran. Aku masih punya uang yang cukup untuk membayar perawatan Papa. Meski masih menggunakan uang penjualan kalung itu. Setidak nya itu bisa memenuhi perut ku untuk 2 tahun an.

Petugas Admint itu menunjuk ke belakang. Aku berpaling dan lagi menemukan Devan. Aku sudah tebak ini ulah nya lagi.

Di masih gigih menemui ku. Bahkan aku usir berkali kali pun pria ini terus muncul tak tau diri.

" Baik. Terimakasih mba" Kata ku segera keluar dari barisan itu.

Aku mendekati Devan yang berdiri tanpa ekspresi disana.

" Aku akan mengirim balik uang nya" Kata ku lalu berlalu dan tetap ia seperti bongkahan batu. Urat malu nya hilang entah kemana. Ia menempel seperti lem.

" Semua sudah siap?" Tanya ku pada Arya

Pemuda yang masih duduk di kelas 3 Smu ini mengangguk  ia mendorong kursi roda Papa dan aku segera mengangut selimut yang ada disana.

Didepan pintu ada Rudy disana. Ia membantu ku mengangkat perlengkapan menginap kami selama di Rumah Sakit dan empu nya mengikuti Papa.

Aku malas berdebat. Untuk kali ini aku ikuti kehendak nya dulu. Dan benar saja ia memberikan jasa tumpangan nya untuk mengantar kami sampai kerumah.

Di rumah Mama Natasya sudah menunggu bersama Bik Lilies.

" Kau masih dengan Devan! Bukan nya dia sudah bangkrut?

Pertanyaan itu muncul saat aku masuk kedalam kamar Papa.

Aku tak menggubris nya.

" Hey.. Alena.. Kamu dengar aku?" Kali ini Mama Natasya lebih nyaring.

Dengan malas aku mehadap kearah nya.

" Bukan urusan mu" Sahut ku dengan sinis. Mama Natasya menatap ku jengkel. Matanya meruncing seperti pencil.

" Plak"

Tamparan manis mendarat di wajah ku. Bahkan ia terang terangan di depan Papa.

Rasa panas menjalar di wajah ku.

" Mama.. Apa yang mama lakukan" Arya tercekat disana.

" Dia ti-

" Plak

Aku balas menampar nya balik.

Nafas ku memburu. Kali ini Arya melotot besar kearah ku.

" Kak hentikan..

" Kalian jangan bertengkar" Suara Papa disana terlihat sedih berusaha susah payah meluruskan badan nya.

" Kamu Alena kurang ajar sekali! Berani sama aku ya kamu sekarang! Jangan kamu pikir karena kamu menikahi Devan kamu sombong. Tapi kamu sekarang hanya lah sampah. Pantas saja Suami mu bangkrut. Kesialan mu mempengaruhi nya" Hina wanita ini dengan suara tinggi. Bahkan aku yakin Devan di luar sana mendengar suara nyaring nya.

" Hentikan. Natasya" Tegur Papa lagi disana. Memegang dadanya. Aku jadi manahan amarah ku. Harus nya aku robek mulut kurang ajar wanita ini.

" Apa kamu kembali kerumah karena berharap warisan papa mu hah..

Kali ini berbalik lagi kearah nya. Warisan apa? Ck! Aku bahkan ingin menggunakan cakar ku. Papa ku masih hidup dan ia berpikir aku kesini karena ingin harta warisan.

" Mama sudah! Jangan begini! Papa baru pulang. Jangan bikin papa sakit lagi" Kata Arya menenangkan mama nya. Aku mencerna perkataan Arya. Apa jangan jangan sakit Papa di akibat wanita ular ini.

Oh aku paham. Mungkin ia mau membunuh papa dengan cepat dan ini mungkin rencana nya bertengkar didepan papa agar papa kembali jantungan. Bagus rencana licik! Wanita ular.

Aku mendekati Papa. " Maaf pa.. Jangan terlalu dipikirkan! Papa istirahat saja ya.." Kata ku dengan meyakinkan ke Papa kalau semua baik baik saja.

Papa mengangguk beliau lalu kembali berbaring.

Aku memandang nya sambil tersenyum.

Mungkin kah Papa mendapat perlakukan tak adil setelah beliau sakit. Mungkin saja Mama Natasya sudah terang terangan bertengkar dengan ku didepan nya.

Aku keluar dengan tatapan membenci oleh wanita ini. Bahkan ia masih mengumpat umpat.

" Sebaiknya kami keluar dari rumah ini Alena! Kami sudah kesusahan makan jangan mempersulit papa mu lagi"

Ia mengikuti ku sampai kedepan. Gigih sekali usaha nya.

" Hingga keruang keluarga aku berhenti.

' kalau pun yang harus pergi itu kamu Natasya! Sifat mu membuat Papa ku semakin parah! Apa kamu sengaja mau membunuh nya, atau kamu sudah melakukan ilegal dibelakang ku?" Kata ku dengan tatapan menuduh.

" Maksud kamu apa? "

Aku melihat ke sekeliling

rumah " Aku akan cek atas nama rumah ini. Kalau atas nama rumah mu! Lihat saja kamu akan berurusan dengan ku" Kata ku memacu perang di mata nya.

Natastya kembali mengatai ku macam macam. Wanita murahan. Anak durhaka dan bahkan nama-nama di kebun binatang tak luput dari mulut nya. Aku sudah sering makan umpatan itu sejak dulu, aura berbeda muncul dari belakang. Aura gelap yang pernah aku rasakan.

Kulihat mata Natasya melebar. Dengan lebih tajam.

" Rudy! Cepat cari tahu apakah nama rumah ini berubah atau ada harta dari keluarga ini yang berubah secara ilegal kepemilikan nya"

" Baik Tuan" Sahut Rudy dan dengan patuh segera keluar dari sana.

Aku tersenyum mengejek pada Natasya. Aku memang sengaja melakukan nya. Aku tau Devan akan melakukan nya. Anggap ini kompensasi karena ia menyandang suami sah. 

" Ck! Emang bisa apa kamu sekarang! Bahkan kalian juga sebenarnya mengincar warisan disini kan"

Dengan angkuh dan tangan melipat didada Natasya tampak mengejek disana.

" Benarkah. Kita lihat saja kemana warisan nya akan berjalan semesti nya!" Sahut ku jelas membuat nya kesal. Aku menanamkan kalau aku memang mengincar warisan Papa agar ia jengkel saja. Itu artinya ia akan siaga dengan keberadaan ku. Aku menjulur kan lidah membuat wanita ini ingin mengamuk kalau tidak ditahan Arya di belakang nya.

Aku segera naik ke atas kekamar ku. Rasa dongkol masih menggerogoti ku.

Kalau boleh aku ingin mencekik sampai mati wanita itu dan kedongkolan ku meningkat saat Devan mengikuti ku kesana, aku nyaris menjepit nya dipintu.

Tidak bisa kah aku benar benar bebas sehari tanpa dia.

Aku melihat nya dengn tatapan " Kamu lagi kamu lagi"

" Aku sudah membantu mu! Ini balasan mu?

" Aku tidak memintanya! " Jawab ku kembali mendorong pintu.

" Kamu sengaja mengatakan nya di depan ku. Itu siasat mu! Mau aku bantu atau tidak untuk menyingkirkan ibu tiri mu? Sebagai info dia melakukan pemindahan nama sertifikat palsu untuk rumah ini"

Perkataan Devan sukses membuat ku membuka pintu.

" Jangan ganggu aku! Aku mau tidur" Kata ku segera menuju kasur ku yang hanya cukup untuk ku saja. Semoga ia cepat pergi dari sini.

" Aku tidak akan mengganggu mu tapi membawa mu pulang kerumah..." Ucap nya! Dan lagi lagi membuat ku semakin lelah. Aku lelah bertengkar dengan nya.

Dia bilang dia akan membawa ku ke rumah! Bukan di Batam tapi di Jakarta. Bukan rumah Mami juga. Apapun itu aku jelas menolak.

" Aku bilang ti-

Belum sempat aku bicara tubuh ku sudah di gendong seperti bayi lalu di panggul dengan mudah nya

" Br*ngsek  lepaskan...  Turun kan aku.   Devan..

Teriak ku memukul mukul punggung, menjambak rambut nya dan mencakar leher nya. Aku tidak suka di paksa seperti ini.

Apa dia gila menculik ku di rumah ku sendiri.

" Jangan teriak! Apa kamu mau Papa mu khawatir" Bentak Devan bahkan memukul pantat ku dengan keras. Seperti menjinakkan anak kecil saja.

" Kamu...

Dia sengaja melakukan nya. Dia tau aku dalam kendali kondisi Papa dan tentu kelemahan ku sekarang adalah Papa.

Devan membawa ku menuruni tangga, mau tak mau aku diam berhenti membuat keributan.

Di bawah tangga ada Aldo, ia tercengang dengan perbuatan Devan yang memang akal sehat nya sudah diragukan.

" Jaga Papa! Aku akan mencekik mu kalau Papa kenapa kenapa" Ancam ku pada adik tiri ku yang hanya selisih 3 tahun itu, kulihat ia hanya bengong saja disana melihat kepergian kami.