Aku mengikuti Alea sekitar 20 menit.
Hingga mobil nya masuk kedalam sebuah perkarangan rumah. Jantung ini masih berdetak tak karuan. Apakah aku akan bisa menemui titik terang. Apakah ini sebuah kado yang diberikan Tuhan untuk ku di malam ulang tahun.
Semoga saja iya.
Aku berhenti beberapa meter dari sana. Setelah membayar aku segera turun.
Udara semakin dingin saja. Bahkan tak sadar gigi ku menggeretak karena dingin.
Perlahan aku mendekati rumah Alea. Mengendap seperti seorang pencuri. Kaki ini menjingkit mencoba menengok ke dalam sana melalui sebuah jendela.
Terlihat tirai jendela yang masih bisa menembus penglihatan ku. Disana terlihat sebuah ruangan sederhana dengan perapian yang tampak menghangatkan ruangan itu. Aku berjalan lurus menuju jendela berikut nya. Kulihat Alea melepas mantel tebal nya dan meletakkan nya disebuah sofa. Ia lalu masuk kedalam sebuah kamar bergantikan seorang wanita paruh baya yang keluar dari sana.
Hatchi...
Sontak aku segera menutup mulut. Semoga saja tak ada yang mendengar. Aku segera menunduk.
Kepala ku pening sesaat. Mungkin karena gejala flu yang menyerang ditambah udara sebegini dingin. Rasanya aku membeku ditempat.
Aku menunggu cukup lama disana. Dan ini sungguh menyiksa ku. Gigi ku kembali berbunyi dan mata ini terasa panas. Beberapa menit lagi aku memaksakan diri mungkin nyawa ku yang akan di pertaruhkan. Apa sebaiknya aku mengetuk pintu.
Tapi rasanya sangat tak logis aku bertamu malam begini.
Hingga mata ku terasa hidup lagi saat Alea keluar dari kamar itu. Ia mendorong sesuatu. Sesuatu yang mirip dengan kareta bayi.
Deg!
Mungkin kah...
Seperti menyalakan lilin. Semangat ku kembali muncuk.
Aku kembali melangkah menuju jendela pertama. Disana aku semakin menggila melihat Alea sedang tersenyum mengajak sesuatu berbicara didalam kareta itu. Ia bahkan seolah bernyanyi dan bertingkah seperti anak kecil.
Mata ku langsung memanas. Bukan rasa sakit demam yang semula aku rasakan tapi air mata yang merembes keluar.
Lalu wanita itu mengangkat sesuatu dalam kareta. Seorang bayu mungil dengan jumsuit pink dan ia tampak gempal. Masih sangat bayi.
Naluri ku mengatakan itu adalah puteri ku.
Dengan cepat aku segera melangkah untuk menuju pintu rumah ini.
Tapi sorot lampu mobil datang dari sebelah sana. Aku kembali bersembunyi.
Mobil hitam lainnya berhenti disana.
Otak ini kembali mengembang besar saat melihat siapa yang turun di sana.
Pria yang terakhir kulihat tak berdaya di atas tandu dan saat ini ia tampak sangat sehat! Wajah nya bebas dari bulu bulu yang kadang menghiasi wajah tampan nya.
Dia sungguh Devan..
Bahkan aku tak percaya akhirnya menemukan nya dan yang di gendong Alea tadi memang benar anak ku.
Hatchi...
Aku kembali bersin dengan ingus yang juga mengulur.
Aku menutup mulut dan membersihkan ingus ku. Kepala ini terasa sangat pening. Beruntung mesin mobil Devan membuat nya tak mendengar suara bersin ku.
Mata ku sedikit mengabur, yang kulihat Devan kembali masuk Mobil mungkin untuk mengeluarkan belanjaan nya disana.
Aku segera menuju kearah nya dengan segala gejolak yang ada walau badan ini terasa kaku alias beku.
" Jadi kamu sembunyi disini" Cecar ku membuat tubuh itu terdiam.
Kutarik nafas sebisa mungkin. Aku merasa benar benar pusing. Kenapa disaat begini aku merasa lemah seluruh badn terasa sangat sakit. Apalagi bagian leher dan kepala.
Devan menarik tubuh tegap nya itu. Dan berbalik. Ia menatap ku datar seolah biasa saja. Bibir penuh nya tak bergerak sama sekali. Berbeda dengan ku yang menatap nya penuh kebencian juga kemenangan kalau aku berhasil menemukan nya.
Aku ingin bersuara tapi mulut ini terasa kaku. Apakah aku benaran membeku. Sangat sulit menggerakkan mulut ku. Sebisa mungkin aku menggerakanm hingga otot rahang ini cukup mengendur. Kulihat tangan ku sangat memutih. Seperti kapas tak ada darah nya sama sekali.
" Dev..." Suara panggilan dibelakang terdengar.
Aku segera berbalik dengan susah payah semakin aku bergerak semkin luwes darah ku kembali mengalir.
Alea tampak terkejut melihat ku disana.
" Ka..mu...
Aku tak mengubris nya. Aku segera masuk menyerobos ke dalam dan mencari keberadaan puteri ku.
Ada seorang wanita paruh baya tadi. Dia sedang menggendong anak ku.
Dengan suka cita aku mengarah pada wanita itu yang tampak kaget dan sangat waspada, aku tak memperdulikan nya. Aku ingin segera merampas bayi ku disana yang tertidur. Tapi wanita ini berkelit dan mundur.
" Anak ku.. Dia anak ku..." Seru ku tak terima wanita ini melarang ku, ia lalu dengan cepat menghindar dan berlari kedepan. Aku mengikutinya kalau saja ia tak membawa anak ku mungkin aku bisa menarik rambutnya. Hingga wanita ini bersembunyi di belakang Alea.
" Dia anak ku" Teriak ku memuncak. Mata ku sudah mengeluarkan air mata.
Alea tampak kaget. Kuekori matanya ke arah pria yang datang melangkah dengan santai.
" Itu anak ku. B*jingan ini membawa nya dariku!!" Jerit ku sangat murka.
" Dev.. Ini..?"
Alea kebingungan.
" Bawa masuk. Adela kedalam" Kata Devan memerintah.
" Apa! Anak ku-" Aku segera menerjang menerobos tapi hanya dengan sekali cekalan Devan tangan ku seolah tertarik kuat. Rasa sakit mengulur, matanya tajam menusuk dengan raut kemarahan disana.
Kulihat Alea dan wanita itu segera membawa masuk anak ku kedalam sana. Aku ingin mengejarnya tapi tangan ku tertahan pria ini.
" Lepaskan aku! Apa kamu gila! Itu anak ku!! Lepas kan..." Teriak ku ingin sekali menedang dan memukul nya tapi tenaga ku rasanya seperti tersedot saja. Kalau aku lagi fir mungkin aku bisa menerjang nya dengan apapun.
Aku malah di giring keluar dari sana.
" Pergi!!! Jangan pernah coba coba mencari Adela!! "
Tubuh ku di dorong dan seperti kapas yang ringan langsung tersungkur. Di tanah bersalju yang sangat dingin itu. Aku merasa mual dan pusing.
Bruk..
Pintu itu lalu di tutup dengan keras.
Sesaat aku mencoba menguasai keadaan tubuh ku yang semakin lemas. Tubuh ku seperti tak bisa menompa lagi.
Dengan sedikit tertatih dan susah payah bangun aku menuju pintu.
Menggedor dan berteriak. Sampai suara ku parau. Tapi pintu tak kunjung terbuka.
Tubuh ku semakin menggigil. Kurasakan bagaimana angin terus membuat tubuh ini ingin menyerah. Tapi tekad ku seperti nya masih berusaha.
" Ku mohon Dev.. Kembalikan anakku...
Aku akan melakukan apa saja.. Plis..
" Teriak ku lagi dengan kepala bersandar disana. Kutarik nafas dengan susah payah. Aku sungguh tak berdaya.
Kulihat butiran salju disana yang turun sangat cantik. Suara angin bertiup seperti menyanyikan ku lagu pengantar tidur.
Untuk detik berikut nya kurasakan mata ku sulit berkedip. Apa aku akan benar benar membeku disini. Tanpa bertemu dengan anakku..
Tangan ini juga sangat putih. Ada kilatan es yang membeku disana.
Rasanya aku mengingat manusia es di film Titanic, apa aku sudah seperti di film itu.
Entahlah. Aku berusaha terus berpikir agar jiwa ini tidak menyerah walau kondisi tubuh ini sudah kalah.
" Dave.. Susan, Nita dan papa.. Lihat aku sudah ketemu dengan anak ku... Aku benar kan aku pasti bertemu dengan nya...
Kulihat langit diatas sana yang gelap. Butiran salju yang terus membuat tubuh ini sudah menjadi manusia es.
Author Pov..
" Kamu gila!! Dia masih menunggu diluar! Cepat buka pintunya" Pinta Alea berusaha bicara dengan Devan yang terlihat tak memperdulikan. Pria itu malah duduk didekat perapian sambil mengupas apel.
" Dev... Dia bisa mati!! " Jerit Alea gusar lalu mengusap kabut di kaca pintu yang berembun. Wanita yang baru ditemuinya di restoran tadi tak terlihat lagi menggedor pintu tapi sepasang kaki menjulur yang tak bergerak.
" Dev.. Aku rasa dia tak sadarkan diri" Pekik Alea heboh.
" Dev.. Kamu dengar aku!!" Teriak Alea kesal. Lalu berjalan gundah pada Devan.
" Apapun masalah kalian tapi dia Ibu Adela. Pikirkan baik baik. Dia ibu kandung Adela.. Kamu tak punya kemanusian..." Damprat Alea.
" Biarkan saja ia mati" Jawab Devan membuat Alea terperangah. Wanita ini merasa percuma membujuk Devan ia lalu segera membuka jendela disana. Tapi terhalang besi. Tak lepas akal Alea lalu mengambil telepon dan mencoba menghubungi polisi tapi suara pintu berbunyi. Ia menoleh kedepan. Rupanya Devan tergerak sendiri membuka pintu.
Disana Alena langsung jatuh dengan tubuh kaku saat pintu di buka, Alea segera lari kesana kaget melihat Alena seperti Mumi cantik yang tertidur, Dugaan nya benar Alena tak sadarkan diri bahkan terlihat mengenaskan. Kulit nya benar benar menjadi es. Dan wajah nya juga tampak tak baik. Sangat pucat. Ada titik es membeku di bulu mata tebal nya. Ia segera lari ke kamar dan memgambil banyak selimut tebal. Lalu kembali keluar. Devan sudah membawa tubuh beku itu ke atas sofa.
" Telepon Ambulance " Perintah Alea sambil menyelimuti wanita didepan nya ini dengan tumpukan selimut tebal. Ia juga menaikan suhu penghangat udara. Lalu memeriksa nadi Alena di leher.
Masih ada detak jantung nya meski sangat lemah.
" Apa sudah di telepon?" Tanya nya pada Devan yang kembali dengan ponsel ditangan nya. Pria ini tak menjawab. Mata nya masih tampak marah bersamaan ada rasa kalut saat melihat Alena disana mirip puteri tidur.
" Urus dia" Katanya kemudian pergi dari sana.
Alea kaget ingin mengejar
tapi mengurungkan niat. Ia tau apa yang di pikirkan pria itu saat ini.
*
*
*