J muncul beberapa menit kemudian saat aku menunggu ia di loby.
" Hy. Sweetheart.., maaf lama.." J merengkuh ku seperti biasa dan membawa ku dengan pengawasan nya masuk kedalam mobil.
" Kamu lapar? Kita makan sesuatu dulu bagaimana?" Ajak nya sebelum menyalakan mesin mobil.
Aku mengangguk. Kebetulan aku juga lapar. Tadi hanya makan sedikit saat makan siang, aku tak peduli dengan asupan ku. Tapi tidak untuk anak ku. Anak ini segalanya bagi ku sekarang.
" Kamu mau apa? Hujan begini biasanya kamu makan banyak kan. Bagaimana kalau Nasi Padang dekat kampus dulu??"
" Ya. j.. Boleh juga" Sahut ku sambil mengenakan sabuk pengaman, " Aku juga mau buah buahan segar! Nanti kita mampir beli buah ya?
" Sure" Sahut J sambil tersenyum.
Dan ia menyalakan music di mobilnya membuat ku agak terlena.
*
Mobil lalu sampai di Restoran masakan Padang dekat dengan kampus kami dulu. Tidak disangka kami malah ketemu dengan Randy. Dia sedang bersama anggota climbing nya.
" Ho hoo. Whatsapp bro.." Sapa Randy langsung keluar dari ruangan meja dan berjabatan dengan J. Ia juga menyapa ku.
Sudah lama sekali aku tidak ketemu dengan Randy secara langsung.
Matanya tersenyum melihat perut besar ku.
" Makin besar aja Len. Kapan meledak nya?" Katanya sedikit tertawa dengan guyon nya.
" Mau nya sih cepat" Jawab ku
Randy hanya mengangguk. "Semoga lancar aja ya Len..
Oh. Ya.. Aku udah ketemu alamat IP peretas nya "
" Benarkah.. Apa yang aku pikirkan sama orang nya??" Tanya ku dengan gugup. Aku berharap bukan. Kalau iya aku benar benar akan mengutuk Devan.
Randy mengedikkan bahunya." Siapa lagi kalau bukan dia"
Damn it..
" Ada apa?" Tanya J dengan heran. Randy melihat kearahku sekilas.
" Hanya persoalan kantor J. Kita duduk disana.." Ajak ku lebih menjauhkan dari J dengan topik Devan aku hanya takut ia akan mendesak ku ke luar Negeri lagi.
" Okey. Bro.. Kami duduk disana" Kata J sambil menepuk bahu Randy.
" Apa yang terjadi? Apa ada masalah di kantor mu?" Tanya J tampak penasaran setelah beberapa pelayan mengantarkan berbagai lauk hidangan di meja dengan jumlah banyak dan membuat air liur menetes.
" Bukan masalah besar" Sahut ku berusaha mengalihkan pembicaraan ini. " Hmm.. Aku belum belanja persiapan baby. Apa kamu mau menemani ku besok!"
" Besok! Baiklah.. Aku akan menjemput mu"
Aku mengangguk dan mulut ku kembali membicarakan tentang kehamilan ku. Tentang anak ini yang selalu menedang setiap malam. J mendengarkan dengan seksama ia juga ikut mengomentari. Aku pikir dengan sering membicarakan bayi ini. Kedekatan J dengan anak ku akan semakin dalam terlihat bagaimana ia juga sangat perpect tentang kehamilan ku. Aku ingin terus melibatkan J dengan bayi ini. Aku tak ingin ada jarak antara aku-bayiku dan J setelah anak ini lahir.
" Jadi apa yang terjadi Alena??"
Rupanya percuma aku bicara panjang lebar. J tetap penasaran dengan masalah yang terjadi.
" Sertifikasi kami di bekukan! Banyak proyek yang cancel" Sahut ku sambil memakan makanan ku sambil menunduk.
" Benarkah. Kenapa bisa?"
Mau tak mau aku menceritakan semua nya.
" Kenapa kamu tidak membicarakan ini dengan ku Alena? Kalau tadi tidak ketemu dengam Randy! Apa kamu menutupinya dari ku?" Cecar J memarahi ku.
" Aku bisa menyelesaikan nya sendiri J. Lagipula ini masalah ku dengan Devan. Aku tak ingin melibatkan mu" Kataku membela diri. Aku hanya tak ingin J terlibat dengan Devan lagi.
J menyudahi makan nya ia mengambil ponsel nya.
" Apa yang bisa kamu lakukan tanpa aku? " Ucap nya disana sedikit menyinggung ku. Benar emang orang berkuasa memang punya jalan jalan yang mempermudah semua urusan. Aku hanya diam menyimpan kekesalan ku.
" Aku sudah meminta Diego dan Randy mengurus kepala bagian itu! Kalau ia terbukti mendapat sogokan. Perkara hukum akan berjalan. Kamu tenang saja. Aku yakin sertifikasi kalian akan di aktifkan lagi " Kata J dengan mudah nya.
Aku hanya mengangguk. Kalau J yang bertindak semua yang aku lakukan percuma. Mungkin memang benar aku tidak bisa melakukan semua nya tanpa bantuan orang lain. Tanpa pendukung seperti J. Mana sampai aku akan berhasil membalas dendam ku pada Natasya dan mendapatkan surat cerai ku.
Memikirkan itu rasanya hati ku merasa sangat kecil, ternyata aku tidak bisa mengandalkan diriku sendiri.
Terasa tendangan kecil kurasakan di bagian bawah kiri. Aku kembali tersenyum. Mungkin anak ku tau Ibu nya sedang bersedih.
*
Dan benar saja. Dalam 24 jam Pak Darmawan menghubungi ku. Menginformasikan kalau mereka ada kesalahan dalam verifikasi data dan Sertifikasi kami diaktifkan lagi. Hanya saja untuk proyek yang sudah kami menangkan tidak dapat ditarik lagi. Karena pihak 1 dan ke-2 sudah mengajukan kontrak kerja.
Aku anggap itu bukan rejeki perusahaan ini. Yang penting perushaan dapat berjalan lagi.
" Jangan melamun.." Susan muncul di depan ruangan ku.
" Aku mengetuk dan memanggil. Kamu ga dengar. Apa aku menggangu mu?"
" Tidak. Masuk lah.." Kata ku sembari bangkit sedikit melonggarkan pinggang. Perut ini semakin begah dan punggung belakang ku terasa sesak.
Susan memberikan sekotak kue di meja sana. " Kue kesukaan bumil.. " Kata nya dengan bangga memperlihatkan kue yang seperti nya kue kiriman dari kota asal nya. Kota Banjarmasin. Aku sangat suka kue itu, dulu Susan pernah membawakan nya di kantor sewaktu kami di Batam.
Mata ku berbinar melihat kue Maksubah. Kue yang menyerupi lapis legit tapi ini teksturnya lebih lembut dan manis. Seketika liur ku mau netes membayangkan kue itu ada dalam kunyahan ku.
" Kakak ku datang dan bawaiin ini! Aku yakin kamu sangat suka kan!"
" Tentu.. Aku suka yang manis manis" Kataku kembali duduk dan langsung mengambil potongan kue. Memasukannya kedalam mulut. Terasa manis dan cokelat nya juga sangat enak serasa membuat yang aku pikirkan menghilang begitu saja. Ngemil adalah cara terhebat untuk mengusir kegalauan.
Susan hanya tertawa singkat melihat aku makan dengan rakus kue itu sampai sisa separo dari kotak bekal yang ia bawakan.
" Pelan pelan Len.. Nanti keselek. Oh ya.. Bagaimana denga Devan?
Uhuk..
Aku benaran keselek mendengar nama itu disebut spontan Susan memberikan ku minuman.
Serasa sudah lebih baik dengan hidup memerah dan mata berair Susan meminta maaf karena membuat ku seperti tadi.
" Ya.. Kamu juga kenapa nama dia disebut. Emang kenapa dengan Dia."
" Sorry! Aku hanya penasaran. Apa dia ada menghubungi ku lagi? Setelah penyerangan yang ia lakukan?"
Aku menggeleng lalu meminum air ku lagi" Tidak ada! Aku rasa dia sudah cukup puas mengganggu perusahaan. Randy akan bantu meningkatkan anti virus di perangkat lunak kantor. Semoga saja dia tidak datang mengacau "
Susan mengangguk angguk. Dan ber-oh panjang.
" Kenapa kamu membahas nya? Apa kamu pikir aku akan mencari dia dan menghamburkan barang2 nya saling serang berguling guling??
Susan tertawa singkat! Kalau berguling2 di ranjang aku sih percaya" Kata nya menggoda ku, agak menyindir ku.
Pipi ku serasa memanas. Aku ingat betul bagaimana Susan menertawakan ku saat aku menceritakan apa yang kami lakukan 1 hari sebelum sidang perceraian. Ia membully ku terus menerus dan mengatakan kalau aku menyukai gaya seks nya Devan walau aku membenci nya. Menggelikan memang tapi kalau di ingat Devan memang ahli membuat ku cepat basah. Ughh apa yang aku pikirkan, mengingat nya saja membuat ku salah tingkah. Apalagi horman ibu hamil cepat naik turun.
" Kenapa wajah mu merah sekali, waah jangan jangan kamu ingat bagaimana eks mu bermain di ranjang?? Wkwkwk jangan bilang kamu kangen milik nya. Huahahaaaa
Susan kalau membicarakan hal beginian ia jago nya. Pipi ku semakin memerah dan hanya melemparinya dengan alat tulis disana.
" Tapi nih ya.. " Susan mengatur nafasnya seteleh tawa panjang nya ia kembali duduk mensejajarkan nya denganku yang masih mengemil kue yang tersisa.
" Aku aneh aja! Ini bukan gaya Devan main serang serangan..., menurut mu apa dia begitu? Aku rasa dia tipe pria yang suka main depan. Aah maksud ku dia akan melakukan langsung tanpa teror meneror, kamu yakin dia melakukan nya?"
" Ya kamu tau kan dia ada sisi pengecut nya!" Jawab ku seadanya walau perkataan Susan memang ada benarnya.
Susan melihat ku dengan sangsi. " Apa kamu tidak berminat menyelidiki nya lagi Len? "
" Untuk? Aku tidak ingin bertemu dengan nya lagi Sus. Mungkin cara yang ia lakukan ia berharap aku akan mencari nya dan memaki maki nya! Aku malas berurusan dengan dia lagi Sus! Lagian semua sudah Jordan selesaikan. Dan Lebih baik aku siap siap untuk belanja buat mybaby.. " Kata ku sambil menyudahi cemilan ku.
Mengambil tissue basah dan membersihkan tangan ini.
Susan kembali tersenyum. " Baiklah. Apa mau aku temani??"
" Aku sudah janji dengan Jordan. Mungkin sebentar lagi dia akan menjemput" Kata ku.
Susan mengangguk angguk. Kemudian obrolan kami berlanjut mengenai masalah pekerjaan hingga Jordan menghubungi dan mengatakan kalau ia tidak bisa menemani ku belanja. Ada tamu nya datang dari Jepang dan tidak bisa di wakilkan
" So.. seperti nya aku menarik kembali permintaan mu untuk menemani ku belanja..
" Sure! Dengan senang hati.. Aku akan banyak memilihkan baju buat keponakan ku tersayang.. " Seru Susan tampak bersemangat, lebih bersemangat dari aku.
Lantas kami pergi ke Toko Bayi yang ada di GI sekalian habis itu mau nonton mumpung weekend.
*
*
Keranjang belanjaan kami sudah 2 troli. Susan bertaruh anak ku perempuan ia mengatakan karena aku sangat suka makanan manis dan wajah ku saat hamil sekarang tembah cantik. Ia banyak memilihkan warna warna cewek ketimbang warna biru, aku serahkan semua nya pada Susan. Toh aku tak peduli jika anak ku cewek atau cowok. Bagi ku sama saja. Dia permata hati ku saat ini.
Kaki ku terasa makin pegal saat terus jalan jalan mengitari lorong pilihan baju baju disana.
" Sus.. Kamu bisa bantu pilihkan lagi ga kaki ku pegal. Aku duduk didepan ya.." Kata ku dengan nafas terengah.
" Tentu. Aku akan hubungi Pak Agus juga buat bantu bawakan sebagian troli ini" Katanya menyebut nama supir kantor yang memang mengantar kami ke sana.
Aku mengacungkan jempol dan segera beranjak dari sana. Di depan ada sofa yang terlihat nyaman. Kaki ini sungguh ingin sekali istirahat.
Dan benar saja rasa nyaman juga perasaan berleha leha langsung terwujud saat pantat ku menyentuh sofa toko.
Aku memejamkan mata sebentar. Rasa ngantuk terasa ikut tiba. Aku agak terbuai dengan semilir ac disana dan membuat rasa ngantuk ku tak tertahan. Rasanya tenang sekali saat mimpi menghinggapi.
Tapi sayup sayup aku mendengar suara yang familiar. Ada nama ku disebut sebut.
" Pulang saja Jeremy.. Jangan ganggu tante Alena"
Mata ku terbuka seketika pendengaran ku cukup jelas ada nama Jeremy dan nama ku. Apakah...
Mata ku melebar melihat anak laki laki yang sudah lama tak kulihat. Ia tampak bisa berjalan. Kulihat ujung kaki nya seperti menggunakan kaki palsu. Anak ini sedikit lebih tinggi dari sebelum nya ku lihat.
" Tante..." Seru Jeremy disana membuat ku serasa semakin yakin aku tidak bermimpi.
" Ayu.. Bawa dia pulang" Kudengar suara perintah dari sana. Dan perempuan pengasuh itu berbisik pada Jeremy.
Anak itu melihat kesamping, mata ku bergerak mengikuti nya dan ya! Aku melihat Devan disana. Iar liur ku serasa kering. Ia memang beberapa paper bag bergambar kartun. Mata nya seperti sebilah pedang menatap ku dengan permusuhan. Ia lalu mengasih paper bag itu pada Rudy disebelah nya.
Dan Jeremy juga terlihat menunduk hingga mengikuti pengasuh nya.
Aku hanya diam kalau tak ada Devan aku akan senang hati ketemu dengan Jeremy.
Devan melalui ku dengan angkuh nya seperti tak mengenalku. Ya itu bagus memang itu yang kuharapkan. Aroma nya terasa masih ada disekitar ku saat keberadaan nya dan euntek euntek nya keluar dari toko itu. Untuk beberapa menit aku terdiam
dan kembali memejamkan mata. Yang ada dimata ku bagaimana tatapan kebencian nya sangat terlihat jelas. Mata nya juga melihat perut ku. Ada sisi kesenangan melihat nya terpojok seperti itu.
Setengah jam kemudian kami selesai belanja. Semua barang belanja di bawa Pak Agus. Dan sekarang waktu nya kami nonton. Kami ingin mehabiskan weekend ini setelah kemaren cukup menguras hati dan otak.
Tapi kau merasa hari ini adalah hari buruk ku. Lagi lagi aku bertemu dengan Devan. Ia bersama Jeremy mereka terlihat masuk dari pintu sana.
" Len.. Lihat sebelah kiri kamu" Bisik Susan menyenggol ku. Ia nampak syok.
" Ya aku tau Sus. Tadi sudah ketemu di babyshop" Jawab ku dengan mata lurus seolah kami tidak membicarakan nya.
" Benarkah.. Apa kalian bicara??"
Aku melirik pada Susan dengan jijik. " No.. " Sudah lah. Anggap dia orang asing. Sini biar aku yang beli tiket nya ketimbang melihat dia" Kata ku merebut uang di tangan Susan. Aku masuk antrian yang hanya beberapa saja panjang nya.
Ponsel ku bergetar ada chat dari J yang membuat ku fokus membalasi pesan darinya. Aku menceritakan apa saja yang kami beli untuk keperluan baby ku dan melahirkan nanti, hingga antrian ku sampai dan memesan kursi untuk kami berdua.
Film yang kami pilih hanya tinggal beberapa menit lagi. Aku dan Susan menunggu sebentar di toilet sambil membenahi dandanan kami yang berantakan selesai belanja keperluan bayi yang cukup menguras tenaga.
" Aku rasa dia tidak melihat kita Len" Kata Susan kemudian.
" Siapa?
" Eks husband mu?"
" Ohya. Bagus lah. " Sahut ku memutar mata jengah. Lalu. mengolesi bibirku dengan tint berwarna merah bata.
" Kurasa Pak Devan semakin keren ya Len. Kamu ada liat ga dia jadi duda makin kece.."
Aku melirik Susan jengah lagi Apa dia menggoda ku atau apa.
" Yaelah.. Ini tatapan cembukur atau apa nih.. " Goda nya membuat ku ingin menjambak Susan.
Susan hanya ketawa saja disana. Aku agak membenarkan perkataan Susan, walau hanya beberapa detik melihat nya. Pesona Devan memang lebih kuat sekarang. Aura nya seperti kaisar kaisar jaman dulu, apalagi saat ia masuk kedalam lobby bioskop. Semua mata kaum hawa seolah tersedot dengan kedatngan nya. Aura nya memang sangat kuat dengan perawakan nya yang sudah mempesona. Tubuh tinggi postur bagus dan wajah tampan. Apapagi stelan nya tak pernah bernilai minus. Ia selalu menampilkan penampilan terbaik dimana pun.
Mungkin setelah bercerai ia meningkatkan pesona nya agar menemukan betina yang baru, dan inti nya itu sama sekali tak mempengaruhi ku. Perceraian adalah keputusan ku. Dan dunia ku sekarang adalah anak ku. Meski ini darah daging nya. Ia tak kan bisa menyentuh hidup ku sekarang lagi.
Panggilan terdengar dari speaker.
" Udah di panggil. Yuk aah..." Kata Susan sembari memberesi make up nya di meja wastafel,
1 menit.." Kata ku dengan santai disana. Lalu Aku segera mengikuti langkah Susan membereskan make up ku disana dan kami menuju bilik ruangan tempat kami menonton.
Kami datang agak lambat dan penonton sudah mulai banyak menempati kursi mereka masing masing.
" Hati hati.. " Peringat Susan di belakang menjaga ku dengan sangat baik. Karena kami menaiki tangga.
Kursi yang aku pilih adalah bagian tengah. Jadi cukup aman aku dengan perut besar ini.
Film dari luar yang kami tonton segera mulai. Aku dengan rileks duduk di kursi sana sembari mengistirahatkan tubuh. Rasa lelah sangat cepat menghinggapi. Tapi ada yang berbeda. Aku merasakan aura yang sangat aku kenali, biasanya firasat ku tidak salah. Aku memajukan badan ku berbisik pada Susan.
" Sus.. Coba kamu lihat disebelah ku ini siapa?" Tanya ku meminta nya.
Susan memajukan badan nya dan menoleh. Mata nya melebar.
" My god.. Dia eks kamu Len. Firasat ku benar bukan.
" Apa kamu mau tuker?"
" Ga perlu! " Jawab ku kembali menarik punggung ku ke kursi.
Aku menarik nafas aku rasa ini sangat kebetulan yang luar biasa. Aku berpikir ia mengikuti ku. Mungkin aku ingin mengingatkan nya dengan beberapa kata agar dia paham. Mengingat Devan agak gigih saat menolak perceraian dulu.
" Jadi setelah melakukan penyerangan kotor pada perusahaan Papa, kamu juga menguntit kemana aku pergi!!" Perkataan ku cukup lantang. Dan saat suara di layar sana masih tak menimbulkan music memekikan telinga. Aku yakin ia mendengar nya dengan baik.
Aku menoleh pada Devan.
Kurasa ia agak terkejut melihat ku disebelahnya. Apa aku salah mengira ia mengutit ku atau ini benar kebetulan. Aku terlanjur mengatakan nya. Anggap saja begitu.
Kulihat Jeremy juga muncul disebelah nya. Ia ingin bersuara tapi enggan melihat raut ku yang tak bersahabat.
Devan memajukan tubuh nya. sejajar dengan ku. Ia menoleh dengan jarak nafas sangat dekat, aku sampai kaget tapi tak bisa mundur.
" Penyerangan apa maksud mu? " Matanya melihat ku tajam.
" Kalau aku menyerang mu! Aku akan membunuh lebih dulu anak dalam perut mu!"
Deg!
Spontan aku menarik punggung ku. Jantung ku berdetak kencang. Perkataan nya lebih dari sekedar ucapan. seolah ada sirat ancaman mengerikan disana. Aku meraba takut ke tangan Susan. Perkatan nya benar benar membuat ku takut, membunuh katanya. Membunuh anakku? Apa dia sadar apa yang ia katakan. Anak ini segalanya bagiku. Tak seorang pun bisa menyakiti nya, tapi hanya mendengar ancaman nya membuat ku ketakutan setengah mati. Bahkan aku tak bisa mengontrol emosi ku lagi.
Susan melihat ku bingung. Aku bangun dengan cepat dan segera beranjak dari sana. Susan mengekori ku dengan panik. Memapah ku yang tampak terburu buru menuruni tangga.
" Len.. Kamu baik baik saja? Tanya Susan setelah kami berada diluar.
Aku menggeleng dan mengangguk. Melihatnya linglung.Kalimat Devan masih saja terekam di kepala ku.
" Wajah mu pucat sekali kamu kenapa? Apa dia melakukan sesuatu??" Cecar Susan khawatir.
" Aku ingin pulang" Kata ku dengan keringat dingin menatap nya dengan sejuta arti.
*
*
*
Aku terbangun dan berada dalam sebuah ruangan sangat terang kedua tangan ku terikat dan yang lebih mengejutkan nya kedua kaki ku terbuka lebar dengan kain penutup berwarna hijau. Apa ini waktunya aku melahirkan. Kenapa aku tidak ingat sama sekali sebelum nya aku ngapain.
Kepala ku sedikit pening dengan pencahayaan lampu disana yang sangat terang.
Kurasakan rasa sakit mengerikan yang tiba tiba menembus perut ku.
Mata ku membelalak besar melihat seseorang mengiris perut ini. Dan darah muncrat kemana mana. Sakit nya membuat ku tak bisa berteriak bebas ada plester di mulut ku, dan aku baru sadar itu.
Apakah aku sedang operasi cecar kenapa rasa sakit nya sangat mengerikan, apa tak ada bius?
Tangan kaki ku sampai tak bisa bergerak, aku lemas seketika dengan sakit yang menyanyat nyanyat.
Mata ku makin nanar melihat pria yang mengoperasi ku. Sontak ketakutan ku menjadi lebih gila saat melihat dokter disana wajah nya adalah Devan.
Aku mencoba bergerak tapi tak bisa. Rasa sakit kini menguasai ku. Sampai kulihat ada kepala bayi keluar dari perut ini di angkat dan..
Mata ku kembali membelalak melihat Devan disana mengeluarkan pistol ia tersenyum kearah ku. Senyum nya jahat sekali seperti iblis. Tangisan bayi disana membuat ku tak mendengar apa yang ia katakan. Hingga pistol itu ia arahkan ke kepala anak ku.
Kejadian nya sangat cepat.
Bisa kulihat percikan api dari pistol menembus kepala bayi ku dengan sekali tarik. Dan suara letusan yang menggema membuat jantung ku ikut berhenti.
Aku berteriak nyaring sampai terbangun dengan keringat membanjir. Mata ku menatap kosong kesekeliling, aku berada di kamar ku bukan di rung operasi mengerikan tadi.
Ternyata aku bermimpi buruk. Mimpi mengerikan yang sangat nyata, keringat ku sampai membanjir di pelipis.
Nafas ini juga sampai naik turun tak karuan.
Hingga Arya muncul di pintu. Kamar kami memang bersebelahan.
" Mba..
Anak itu berlari kearah ku. Ia tampak panik.
"Haus" Pinta ku padanya.
Arya melihat botol air di samping nakas dan mengambil serta membuka penutup botol nya.
Aku segera meminum rakus air itu.
" Mba ga papa?" Tanya Arya masih sangat cemas.
Aku menatap nya nanar. Lalu menggeleng " Aku hanya mimpi buruk"
Sedikit mengedur kecemasan nya Arya membuang nafas " Apa mba baik baik saja?"
Aku mengangguk cepat. " Jam berapa sekarang?"
" Jam 3 pagi" Jawab nya melihat ke jam dinding di kamar ku.
" Oh. Kembali lah. Aku baik baik saja" Kata ku kembali menarik tubuh ku ke bantal.
Arya mengangguk lalu keluar dari sana.
Mata ku kosong menatap lelangitan. Bayangan mimpi tadi masih terasa nyata dan aku masih gemetaran mengingat nya. Karena pertemuan ku dengan Devan dan perkataan nya membuat ku sampai bermimpi parah seperti tadi.
Ku usap perut ku dengan lembut. Rasa takut ku sedikit berkurang.
" Sayang.. Apa dia akan menyakiti kamu? Mama akan menjaga mu dengan baik.. Tidak akan Mama biarkan dia menyakitimu" Ucap ku sungguh sungguh.
Ketakutan ku beralasan secara Devan selalu mengatakan sesuai kenyataan apa yang ia sampaikan. Aku berjanji akan membunuhnya kalau sampai ia melukai anak ku.
Mimpi buruk terus datang setiap malam seperti rollercoaster dengan mimpi yang sama dan ketakutan yang sama.
Harus nya aku bisa mengontrol kondisi ku yang begini. Aku sadar dengan ku terus mimpi buruk akan mempengaruhi anak ku tapi mimpi mimpi mengerikan selalu muncul seolah tidak bisa aku hentikan.
Dan ini sudah seminggu aku bermimpi anak ku celaka di tangan Devan.
Aku bahkan sampai tak menyadari antara mimpi dan kenyataan. Aku menjadi takut kalau mata ini terpejam saat malam tiba.
" Alena.. Kenapa kamu kuyu sekali?" J muncul entah sejak kapan. Aku memang beristirahat di rumah dan duduk didepan jendela dengan tatapan kosong.
Jord..
Panggil ku langsung mendapatkan tangan nya. Aku merasa sangat tenang saat tangan nya ada digenggaman ku.
Ya sweetheart..
J bersimpuh didepan ku. Kutatap mata biru nya yang selalu berhasil membuat ku tenang.
" Aku takut.. Aku selalu bermimpi Devan membunuh anak ku..." Kataku dengan tempo cepat dan memburu kurasakan tangan ku kembali dingin dan gemetar.
" Its oke Lena. Itu hanya mimpi. Kamu hanya berlebihan. Rileks kan dirimu Alena.. Ingat anak mu perlu kondisi metal mu yang baik.." Ucap J membuat ku menjadi harus kuat.
Jordan tersenyum lembut. Ia lalu mengecup kedua tangan ku.
" Minumlah obat dulu untuk nutrisi bayi kamu ya.." Bujuk nya, aku sampai lupa kalau ini sudah lewat beberapa menit dari jam aku harus minum obat vitamin dan nutrisi buat bayi ku.
Jordan membantu ku menyiapkan obat nya dan aku kembali meminum obat obat rutin untuk bumil itu.
" Obat nya agak pahit" Keluh ku menatap butiran obat itu. Biasanya tidak pahit sama sekali, apalgi itu isinya vitamin.
" Hanya firasat mu saja sayang.. Mungkin kamu lupa konsumsi buah air liur mu berubah. Minum lah obat nya dulu. Aku akan minta Diego beli buah segar untuk mu" Katanya lagi. Aku segera menuruti nya. Meminum butiran obat itu.
" Besok aku ada urusan di Swiss, apa ga papa aku tinggal?" Tanya nya dengan hati-hati.
Sebenarnya dalam kondisi seperti ini aku butuh dia. Apalagi besok Papa dan Arya mau ke Surabaya, ada hajatan keluarga disana. Tapi aku tidak bisa egois J masih punya kehidupan nya yang lain yang tidak bisa aku tentang. Dan kami juga belum resmi menjadi pasangan suami-istri.
" Tentu. Aku baik baik saja" Jawab ku membuat nya tenang.
*
*
*
Esok nya. Aku hanya berbaring saja di kamar. Mata ku sedikit mengantuk. Aku mehabiskan waktu membaca novel. Semua pintu, jendela sudah aku kunci. Papa dan Arya sudah berangkat tadi sore. Suara rintik hujan terdengar dari genteng rumah. Baguslah kalau hujan bisa membuat ku nyenyak. Semoga saja mimpi buruk itu tidak datang lagi. Doa ku lalu lanjut membaca novel di aplikasi ponsel ku.
Suara hujan semakin menderu. Hujan diluar sangat deras.
Aku menyamping ke kanan serasa ke kiri sudah pegal.
Mata ku makin larut dengan bacaan ku.
Hingga terdengar suara bell pintu.
Siapa malam malam begini bertamu? Dan saat hujan?
Aku bangun perlahan agak was was. Tapi suara bell kembali terdengar.
Mungkin saja itu tetangga sebelah. Pikir ku mencoba mengusir rasa takut. Aku harus banyak berpikir positif.
Aku lalu menuruni tangga. Suara bell berhenti. Cukup lama. Membuat langkah ku juga melambat.
Tek
Kemudian lampu mendadak mati.
Aku ikut mati ditempat. Gugup menguasai ku.
Dengan cepat ku hidupkan senter di ponsel ku. Saat itu juga suara petir menderu diluar membuat ku kaget dan ponsel terjatuh kebawah.