webnovel

Perang Pembalasan V : Memanas

Saat matahari muncul untuk kedua kalinya dan berada tepat di atas kepala setelah pertempuran pasukan pelopor terjadi. Voran memimpin seluruh pasukannya yang dikomandoi oleh Veus. Dia berada di tengah-tengah formasi. Dengan 60.000 prajurit lebih, mereka membentuk formasi. Sebuah formasi besar nan megah terbentuk dari para prajurit itu. Dua sisi dipenuhi dengan kavaleri sedangkan bagian tengah dipenuhi oleh infanteri. Saat diperhatikan lebih teliti lagi, beberapa bagian yang rentan dalam formasi diisi oleh para bangsawan terutama bagian kiri.

Sisi kiri memiliki infanteri yang lebih sedikit daripada dua sisi lainnya dan diimbangi dengan Kavaleri yang lebih banyak jumlahnya. Perbedaan itu terlalu mencolok dan memberikan dampak yang menohok. Seolah-olah sisi itu seperti meminta untuk diserang. Pasukan kavaleri yang diletakkan di sisi tersebut lebih seperti pengumpan yang memang diletakkan untuk menutupi kelemahan tersebut. Sedangkan para pemanah berada di barisan belakang.

Kedua sisi saling menabuh gendang perang dan meniupkan terompet memberi sinyal pada pasukan untuk bergerak. Voran berada di tengah-tengah formasi pasukan bersama dengan Larsson. Dia menarik pedangnya. Sebuah senjata yang mana gagangnya memiliki ukiran berbentuk kepala naga. Voran turut menarik Energi Alam, ia berusaha untuk melakukannya. Selain itu, dia juga mengeluarkan energi yang sudah ia miliki dan tubuhnya terselimuti cahaya berwarna merah.

Di sisi lain, Selek Valaunter membentuk formasi kolom dan dia yang sudah melihat pergerakan pada pasukan musuh mulai merespons dengan mengirim dua kolom pasukan di sisi kanan dan kirinya. Dalam jarak yang tak terpaut begitu jauh, dia juga memberi perintah pada pasukannya di bagian tengah. Selek Valaunter mengerahkan seluruh pasukan dalam satu gerakan yang teratur. Tak ada satupun sisi yang bergerak dalam keadaan buruk.

"Kavaleri mereka tidak bergerak dan tetap berada di sisi sayap formasi. Infanteri sudah aku gerakkan. Pemanah tak akan memberikan pengaruh besar saat ini. Kavaleri harus aku tahan hingga mereka melepaskan kavalerinya. Apakah mereka menginginkan satu benturan untuk mengakhirinya atau membuatnya lebih lama?" Selek Valaunter memperhatikan situasi sambil menggerakkan kekang kudanya. Seluruh situasi berada dalam pandangannya.

Dua formasi pasukan yang cukup besar tersaji dalam matanya. Para prajurit bergerak serempak, langkah kaki mereka menggetarkan bumi, perisai mereka membentuk dinding yang kokoh, tombak mereka menusuk langit. Para prajurit tegang dan itu terjadi pada kedua belah pihak ketika jarak di antara mereka sudah semakin dekat. Ketegangan meningkat dan udara semakin memadat. Tak ada tawa yang muncul, mereka saling memandang dengan rasa takut, bersemangat, dan nafsu membunuh yang perlahan-lahan mulai mencuat keluar.

Tabuhan genderang perang semakin terdengar berat dan gaduh. Mereka mengangkat perisainya dan mengacungkan tombaknya. Mereka bergerak dalam satu kesatuan dan merapatkan perisai mereka, terlihat seperti benteng berjalan. Selek Valaunter memberi tanda pada pemberi sinyal untuk mengirim regu khususnya. Salah satu pasukan yang terdiri dari para budidaya yang berbakat. Mereka memiliki kekuatan pada tahp 1-0. Meski jumlahnya tak begitu banyak, mereka bisa menjadi ancaman yang tidak bisa diabaikan begitu saja, terutama dalam situasi yang bisa berakhir kacau.

"Tidak ada pergerakan yang berbeda. Sisi kiri mereka lebih maju dan menjadi tombak meski kekuatannya jauh dibawah sisi kanan. Sebenarnya, apa yang mereka harapkan dengan mengirim sisi terlemah untuk menusuk formasiku?" Selek Valaunter mengerutkan dahinya saat menyaksikan gerakan pasukan musuh yang jauh dari perkiraannya.

Para Bangsawan Kerajaan Salauster tak percaya mereka harus menerima pertempuran yang sulit dan mengancam jiwa. Swaster Merran yang memimpin seluruh pasukan bangsawan pun terseret dalam gelombang pertempuran yang intens. Tombak di tangannya menusuk dan menebas puluhan prajurit yang berusaha merenggut nyawanya.

"Apa yang terjadi? Uah!!" Swaster Merran menebaskan tombaknya dan memenggal seorang prajurit, api di tombaknya terus membakar sekelilingnya saat wajahnya mulai terlumuri oleh darah prajurit musuh. "Bagaimana dia bisa mengirim kita ke sisi yang terlemah dan berbahaya? Apa yang sebenarnya dia pikirkan dengan mengirim kita ke sisi ini? Bukankah dia bilang kita akan mendapatkan sisi termudah? Kenapa sekarang kita berada di tempat yang paling tidak diuntungkan?"

Swaster Merran melihat satu demi satu orang-orang yang dia kenal terbunuh dan tercabik-cabik oleh para prajurit yang menyerang dengan ganasnya. Beberapa bangsawan yang berada di sekitarnya juga terbunuh. Mereka tertusuk tombak walaupun mereka sudah berusaha untuk menghindari tombak-tombak itu. Swaster Merran melenguh kesal mendapati posisinya semakin buruk. Sebelumnya dia berpikir posisinya akan lebih aman.

Akan tetapi, situasi di depannya sungguh teramat biadab. Prajurit yang terbunuh tak terhitung jumlahnya, kepala mereka terpenggal, tubuh mereka tercabik-cabik oleh tusukan tombak yang menerjang ke arah mereka secara bertubi-tubi. Swaster Merran terpaksa mengerahkan seluruh kekuatannya dan menggunakan kemampuan terbaiknya untuk tetap bertahan hidup. Situasi semakim memanas saat formasi pasukan terbuka, dan pertempuran berakhir dengan lebih gila lagi.

Veus memperhatikan keseluruhan situasi dan segera mengirim kavaleri untuk mempertahankan sisi kiri formasinya serta menyerang sisi kanan formasi lawan. Dia mempertahankan satu barisan pasukan untuk melindungi Voran serta Larsson. Tak ada keraguan dalam dirinya jika keselamatan Voran merupakan prioritas utamanya. Perang ini jauh dari yang dia harapkan. Mereka sudah bergerak dengan jelas dan tidak bersembunyi atau melakukan serangan dengan tempo lambat.

Situasi di sayap kiri semakin tidak menentu setelah kemunculan sekelompok prajurit yang memiliki aura berbeda. Swaster Merran merasakan sebuah bahaya mendekatinya dan begitu matanya tertuju pada sekelompok pria yang berkuda ke arahnya, perasaan itu semakin menguat dan parah. Dia tahu kelompok tersebut dan mengerti seberapa berbahayanya mereka. Dia tak mengharapkan mereka akan keluar secepat ini.

"Mereka serius, mereka benar-benar mengerahkan semuanya dari awal. Sisi ini tak lagi aman, mau bantuan datang sekalipun. Sulit untuk bertahan ketika menghadapi 'Tujuh Tombak Putih'. Meskipun ini merupakan kesempatan langka untuk menghadapi mereka, tetap saja aku tidak bisa meresikokan nyawaku. Mereka memiliki kerja sama yang hebat dan kemampuan individu yang tidak bisa dipandang sebelah mata, menghadapi mereka sendirian seperti tindakan bunuh diri!"

Swaster Merran merasakan bahaya yang datang dari mereka bertujuh. Mereka tampak serasi dengan kuda berwarna hitamnya dan armor yang juga berwarna sama. Seperti tujuh dewa kematian, mereka datang dan menyapu medan perang. Menombak setiap prajurit yang coba menghalangi jalannya, menebas kepala mereka, dan menabrak mereka dengan kuda serta menginjaknya hingga tak lagi memiliki bentuk utuh.

"'Tujuh Tombak Putih' memasuki medan perang. Seluruh pasukan serang dan habisi setiap prajurit yang ada di depan kalian. Jangan ragu dan tebas mereka. Ikuti kami!!" Salah satu dari 'Tujuh Tombak Putih' berteriak dengan lantangnya memimpin para prajurit untuk terus melawan dan mengerahkan kekuatan mereka untuk membunuh. Mereka merangsek dan menghantam perisai prajurit musuh. Tombak mereka meluncur deras bagaikan hujan, dan menari dengan liarnya.

Voran melihat situasi dengan kacamata orang awam dan menilai jika seluruh situasi berpihak pada pihak lawan. Dia tak mengharapkan ini, sisi kanan ditahan imbang sedangkan sisi kirinya tertindas. Dia memang menginginkan sisi kiri hancur, tapi itu tidak berarti dia menyukai situasi seperti ini. Saat matanya tertuju pada sayap kiri, dia terkesiap dengan pergerakan tujuh penunggang kuda yang mengayunkan tombaknya dengan liar tapi anggun di atas kudanya.

"Mereka berbahaya! Kemampuan mereka di atas para prajurit. Hanya para Brigadir atau Mayor-Jenderal yang bisa mengatasinya. Sial sekali sisi kiriku. Tunggu sebentar, sisi itu memiliki Swaster Merran serta beberapa bangsawan terkemuka lainnya. Seharunya mereka bisa menahannya. Yah … kuharap mereka bisa, korbankan saja nyawa kalian untuk perang ini, bangsawanku." Voran tersenyum dingin saat dia memandangi sisi kirinya.

"Larson, apa sisi kiri kita bisa bertahan dari gempuran tiada henti itu?"

"Yang Mulia, kau bisa tenang. Para bangsawan tidaklah selemah yang kau kira. Mereka memiliki kekuatan yang cukup besar, bahkan sebagian berada di tahap 2-0."

"Setinggi itukah? Lantas, mengapa mereka tak memiliki posisi di militer atau pemerintahan?" semakin ia mengetahui kekuatan para bangsawan semakin dia merasa mereka berbahaya. Sebagian memang ada di militer, tapi dia telah memeriksanya dan hanya beberapa saja yang cocok dengan ucapan Grim Larsson.

Larsson tak bergeming dan pandangannya jelas. Sembari mengawasi medan perang, dia menjawabnya dengan berucap, "Mereka lebih mementingkan keluarga mereka dan membagi kekuatan mereka dalam beberapa bentuk. Mereka mencoba mengakar kuat dalam kerajaan dalam berbagai bidang. Sehingga mereka tidak akan dirugikan seandainya mereka mendapati kerajaan berada dalam situasi buruk karena mereka memiliki chip untuk tawar menawar!"

Voran merasa aneh dengan ucapan Larsson. Bangsawan yang dia ketahui akan selalu melibatkan dirinya dalam politik kerajaan ataupun militer jua. Namun, menurut sudut pandang Larsson, para Bangsawan di kerajaannya lebih condong untuk mengakarkan diri dalam kerajaan melalui berbagai cara di bermacam-macam bidang.

Dia merenungkannya sambil memperhatikan pasukannya yang dilibas dan dikikis oleh 'Tujuh Tombak Putih'. Kemampuan mereka yang jauh di atas rata-rata memberikan tekanan dan dampak yang dahsyat pada serangan pasukan musuh di sisi kiri. Voran merasa perlu untuk bertindak dan membalas. Namun, mengingat keseluruhan situasi, dia menahan dirinya.

"Swaster Merran, kau harus mempertahankan barisan itu. Formasi tidak boleh hancur. Kau dan yang lainnya merupakan perisai untukku. Jadilah perisai terkuat dan tahan mereka, aku tahu kalian mampu melakukannya. Jangan kecewakan aku atau kalian akan mendapati kemurkaanku jauh dari apa yang bisa kalian bayangkan!" Voran duduk tegap di atas kudanya. Pandangan matanya menyapu seluruh area medan perang. Dia menyaksikan perubahan pada setiap sisinya. Bau darah semakin tercium dan memenuhi udara sekitar.

Dari kejauhan Voran melihat tujuh cahaya berwarna putih menyelimuti para penunggang kuda yang mendekati sayap kirinya. Warna yang muncul dan menyelimuti tubuh para kultivator bukanlah warna dari kekuatan yang ada di dalam tubuhnya sendiri, terkadang itu juga berasal dari teknik maupun sifat sang Kultivator itu sendiri. Oleh karena itu, warna yang dimiliki oleh setiap Kultivator bisa saja sama ataupun berbeda.

"Tujuh penunggang kuda yang berbahaya! Kemampuan mereka berbahaya tapi seberbahaya apa dan semengancam apa? Kita lihat saja, jika mereka melakukannya dengan baik, maka situasi di sisiku akan menjadi lebih aman dan baik."

Voran terus menganalisa situasi di medan perang dan berbicara sendiri. Dia membebaskan Veus untuk mengambil alih komando. Dia belum memiliki pengalaman nyata dan ini merupakan kesempatannya untuk mempelajarinya sekaligus menganalisa pertempuran itu sendiri. Ada beberapa taktik yang ia bayangkan, tapi setiap taktik yang ia bayangkan belum tentu tepat untuk perang ini.

Sayap kiri tak lagi bisa menahan serangan ganas para prajurit musuh yang mendapatkan momentum semangat dengan kehadiran 'Tujuh Tombak Putih'. Tujuh pria itu melihat beberapa pria yang memakai armor mengkilap dan lebih tertutup disbanding prajurit lainnya. Mereka berhenti sejenak, menghentikan kudanya, lalu melepaskan auranya serta energinya dan membuatnya menyelimuti tubuhnya serta tombak yang mereka genggam. Lekas itu, mereka bergegas maju menuju ke Swaster Merran yang juga mengayunkan tombaknya.

Tak jauh dari posisi Swaster Merran maupun 'Tujuh Tombak Putih', beberapa bangsawan yang melihat situasi tak menguntungkan untuk Swaster Merran pun beranjak dari posisinya dan berlari menuju ke Swaster Merran untuk membantunya menghadapi mereka bertujuh. Para bangsawan yang jumlahnya tidak sedikit ini merasa peluang hidup mereka akan meningkat jika Swaster Merran masih bernafas. Oleh sebab itu, meski enggan, mereka tetap berlari ke arahnya.

"Jangan biarkan, Tuan Merran binasa di tangan mereka! Cepat! Cepat! Kita harus membantunya!"

"Diamlah! Aku tahu. Sialan! Mengapa aku harus berada di sisi ini. Huh!! Apa yang dipikirkan Yang Mulia? Dia benar-benar salah mengirim kita kemari. Seharusnya para pejuang terkuat yang harusnya berada di sini bukan kita!"

"Keluhanmu itu tak lagi memiliki arti jika kau tak bertahan hidup. Kita harus hidup untuk menyelesaikan ini dengan Yang Mulia. Selama kita hidup kesempatan akan tiba dan Tuan Merran merupakan kunci untuk mendesaknya. Jika kita kehilangan dia, habis sudah riwayat kita!"

Bangsawan tua yang memiliki penampilan dipenuhi rambut putih dan mata yang tajam turut serta memberikan argumennya. Walaupun pedangnya berayun tanpa henti dan menebas beberapa prajurit yang mendekatinya. Sembari berlari ke arah Swaster Merran dan menerobos para prajurit dia berkata, "Dia Kepala Keluarga Bangsawan tertinggi di kerajaan dan yang paling berpengaruh. Jika kita kehilangan dia, kekuatan para bangsawan akan sangat menurun. Ingatlah hanya ada beberapa bangsawan tingkat tinggi dan mayoritas dari mereka tidak sekompeten Swaster Merran! Kehidupannya terkait erat dengan nasib kita!"

"Pasukan di sisi ini juga mayoritas berasal darinya termasuk mereka yang tewas dalam pertempuran sebelumnya. Aku yakin, jika kita berhasil bertahan dan dia tetap hidup. Dia akan menekan Yang Mulia dan meminta kompensasi atas kerugiannya. Aku sangat yakin akan hal itu, dan hanya dia seorang yang bisa memengaruhi pemerintahan!"

Para bangsawan itu berlari secepat mungkin, mereka tak menunggang kuda. Sebuah pemandangan yang aneh sebenarnya, tapi itu karena sebuah alasan tertentu. Mereka kehilangan kendali atas kudanya setelah pertempuran semakin intens. Begitu mereka tiba di dekat Swaster Merran mereka segera mengelilinginya dan membentuk formasi untuk melindunginya.