webnovel

Kerajaan Arannor II

Arannor Westian tengah duduk di singgasananya dengan raut muka yang tak sedang dipandang. Dia telah mendengar adanya pergerakan mencurigakan dari sebuah pasukan. Selain itu, kabar buruk lainnya telah datang beberapa hari lalu yang memberinya sebuah pukulan. Tak pernah dia bayangkan mereka akan kalah hingga ke titik tersebut hanya dalam waktu yang sangat singkat.

"Bagaimana hal itu bisa terjadi? Pasukan terbaik kerajaan yang dipimpin oleh Marshal Selek Valaunter kalah begitu saja? Sekarang pasukan mereka sudah ada di depan Ibukota ini dan menyerang tembok pertahanan." Dia masih bingung dengan kejadian di medan perang yang menurutnya itu terlalu tidak masuk akal.

Mereka memang tidak unggul secara signifikan. Namun, mereka masih memiliki keunggulan yang cukup tinggi. Sayangnya, apa yang dia harapkan tidak terjadi bahkan berakhir dengan kekacauan. Sekarang, pasukannya yang sudah tercerai berai hanya berhasil berkumpul setengahnya yang ia fokuskan untuk melindungi ibukota dan membantu pasukan pertahanan.

Di dalam aula kerajaan, Arannor Westian mengumpulkan Kultivator serta para jenderalnya. Dia menugaskan salah satu dari mereka untuk melindungi tembok, sedang sisanya berada dalam Aula Kerajaan bersama dengannya. Dia membutuhkan mereka untuk mengantisipasi musuh masuk ke dalam kerajaan. Meski memiliki keyakinan musuh tak akan menembus tembok pertahanan, bukan berarti dia bisa mengabaikan kemungkinan lain.

"Sekarang, situasi kita memburuk. Aku tidak tahu bila pasukan kita akan sudah kembali dari Medan perang dan memperkuat pertahanan. Namun, mereka mengalami kekalahan. Beban dan perasaan mereka yang baru saja mengalami kehancuran ... Pastinya akan memengaruhi cara mereka bertarung. Hal ini tak kuinginkan. Kalianlah tembok utama dari pertahanan kerajaan ini dan kalian juga perisai serta tombak yang akan menghancurkan mereka!!"

Westian memiliki raut muka yang sangat mengintimidasi dan penuh dengan tekanan. Tampak beban yang begitu besar menghantuinya dan menekannya. Raut wajahnya yang semula tak sedap pandang mengalami perubahan hingga menunjukkan sisi berjuang yang begitu teguh. Jika Selek Valaunter bisa dikalahkan, maka tak banyak orang yang bisa bertahan menghadapi lawan yang mampu menaklukkannya.

"Walaupun kekuatan kalian tak sebegitu setingkat dengan Marshal Selek Valaunter. Aku sangat yakin dan percaya, selama kalian semua bekerja sama dan menghancurkan pria yang mengalahkannya, kemenangan akan berpihak pada kita. Tembok itu tak akan melindungi kerajaan untuk waktu yang lama. Mungkin tak lama lagi ... Tidak suara-suara itu sudah semakin jelas, kalian tahu artinya?"

Walau berada di istana, pendengarannya tajam hingga mampu mendengar suara pertempuran dan bunyi benturan besi. Dia tahu hasilnya akan seperti ini semenjak mereka kehilangan pilar terkuat mereka. Namun, dia tak bisa hanya berdiam diri saja dan menerimanya begitu saja. Oleh karenanya, dia tetap memacu semangat juang bawahannya agar tetap berkobar.

Salah seorang Kultivator yang memiliki wajah bengis dan tak memiliki rambut dengan mata yang sayu melangkah ke tengah aula sambil berlutut dengan satu kaki. "Maaf, Yang Mulia. Aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk berdiskusi dan merencanakan perlawanan terhadap pria yang mengalahkan Marshal Selek Valaunter. Jika kata-kataku ini salah, Yang Mulia bisa menghukumku. Aku berpikir bila sekarang kita semua yang ada di sini dengan tingkat kultivasi terendah haruslah keluar dan membantu pertahanan, sedangkan mereka yang memiliki tingkat tinggi bisa mendengarkan rencana Yang Mulia."

Westian tak bergeming dan tak memiliki perubahan ekspresi di wajahnya. Dia tenang saat mendengarkannya. Setelah beberapa detik keheningan muncul akibat ucapan Kultivator itu, Westian berbicara. "Ya ... Kau benar. Kalian yang memiliki tingkat kultivasi dibawah tahap 2-0, segera tinggalkan tempat ini dan bantu pertahanan. Tidak peduli seperti apa situasi di sana. Kalian harus menghabisi sebanyak mungkin pasukan mereka dan Kultivator mereka!!"

Begitu ia selesai mengatakannya segera seluruh aula kerajaan mengalami kesibukan. Mereka yang ditunjuk untuk pergi segera pergi dan menghilang dari pandangan matanya menyisakan beberapa orang yang diam mematung tak bergerak barang satu langkah sekalipun. Westian duduk di singgasana sambil memegang sebuah pedang dan dia mengenakan armor jua. Sebuah artefak berbentuk zirah yang diturunkan turun temurun.

Meski berwarna hitam legam, artefak itu tetap mengkilap dan ia pakai dengan nyamannya. Dia tak takut akan masalah apa yang akan dia hadapi di medan perang selama dia mengenakan zirah ini. Pedangnya tertancap tepat di depan matanya saat beberapa pria di aula itu terdiam memandanginya, menanti sebuah perintah darinya.

"Setelah mereka menembus pertahanan, aku tidak lagi bisa menjamin kemenangan akan berpihak pada kita. Kehilangan mereka merupakan kerugian besar untuk kerajaan ini. Aku juga tidak tahu dimana lagi pria itu! Meski kita hancur!! Jangan hancur sendirian. Pastikan kita bawa mereka turun, kita seret mereka ke jurang dasar neraka. Apalagi yang kita pedulikan? Tidak ada, sama sekali tidak ada. Semuanya sudah jelas. Hanya ada perang di depan mata dan kematian menjadi pengiringnya!"

Seorang pria tua berdiri dengan bangga dan menatap ke arah Westian seraya berujar, "Ya, Yang Mulia. Hanya pengecut dan sampah yang melarikan diri dari situasi ini. Tak peduli alasan apapun yang mereka miliki, saat musuh di depan matamu! Hunuskan senjatamu! Tebas mereka dan cincang mereka! Walau akhirnya kau tak bersisa sekalipun!"

"Hahahaha!! Aku suka itu! Tak salah kalau kau memiliki kultivasi tinggi dan pernah disebutkan oleh Marshal. Sayang sekali, kau tak menginginkan jabatan apapun dan hanya ingin tinggal disini dengan nyaman. Bantuanmu ... Aku akan mengingat dan menghargainya. Bantai mereka dan hiduplah!! Aku akan turut serta dalam prosesnya!"

Westian tertawa lepas saat mendengar ucapan salah seorang Kultivator. Dia tak segera bertindak dan menunggu sesuatu. Walaupun suara pertempuran semakin terdengar sengit, ia tahu jika pasukannya telah bertahan dengan baik dan tidak membiarkan musuh untuk bertindak leluasa. Selama dia belum merasakan dorongan untuk masuk ke sana. Ia akan tetap di singgasananya bersama dengan para Kultivator tersebut.

"Bisakah kalian menghadapi pria itu nantinya? Yang aku tahu hanya ada satu orang yang memiliki kekuatan yang mengerikan dari Kerajaan Salauster. Namun, selama beberapa waktu belakangan, dia tak pernah muncul. Bukan Richard Veus, dia memang kuat tapi bukan lawan yang seimbang dengan Marshal Selek Valaunter. Yah ... Jika memang itu dia, kalian akan sangat beruntung. Kalian akan mendapatkan ketenaran yang kelak akan menggaum ke berbagai wilayah dan kerajaan!"

Westian tak berhenti mengobarkan api di dalam diri para Kultivator itu. Tak peduli bagaimana, kegelisahan pasti ada dalam benak mereka dan juga dalam dirinya sendiri. Meski memiliki kekuatan yang akan membantunya, dia tahu betul jika menggunakannya terlalu sering akan berdampak buruk pada tubuhnya.

"Tak lama lagi, hanya sebentar saja, kita akan ke sana. Ya ... Tunggu suara-suara itu melemah! Begitu suara itu menurun, di waktu itulah kita akan keluar!" Westian tersenyum dan melepaskan auranya.