webnovel

Kerajaan Arannor I

Malam itu menjadi malam penting untuk Voran. Dia melalui sebuah pertempuran yang tak pernah dia alami sebelumnya dan itu merupakan suatu pengalaman yang memantapkan pikiran dan perasaannya.

Kini, setelah beberapa hari beristirahat dan memurnikan Ki yang berkeliaran di dalam tubuhnya. Voran memiliki aura yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan beberapa waktu lalu.

Sekarang, setelah seluruh prajurit beristirahat cukup baik. Voran memutuskan untuk berangkat menyerang Kerajaan Arannor. Dia tak memiliki kebimbangan seperti sebelumnya, bahkan sangat yakin. Selain itu, rasa kepercayaan dirinya tumbuh setelah mendapatkan beberapa informasi terkait dengan Kerajaan Arannor dari para tawanannya.

Seluruh prajurit bersiap setelah mendapatkan perintah dan mereka bergegas dengan kecepatan tinggi.

Voran tidak meninggalkan kedua tawanan pentingnya dan menyerahkannya pada Larsson. Hanya dia seorang yang memiliki kemampuan untuk menahan mereka berdua seandainya mereka melakukan tindakan tak terduga.

Melewati sebuah dataran kosong dimana hanya ada rerumputan kecil dan bebatuan dalam beragam ukuran.

Pepohonan jarang di tempat itu yang memberikan pandangan luas akan seluruh area. Tidak adanya pepohonan memberikan jarak pandang yang baik, mereka bergerak dalam kecepatan yang tinggi di tempat itu hingga mereka menemukan sebuah forest.

Begitu mereka tiba di dekat forest. Voran menurunkan kecepatan dan meminta mereka untuk meningkatkan kewaspadaannya.

Berjaga-jaga akan kejadian tak terduga ketika melewati forest. Walaupun mereka berjumlah banyak, serangan sergapan bisa mengacaukan seluruh situasi dan membalikkan keadaan mereka yang saat ini sedang baik.

"Griss Hainz, Werder Sian, kenapa kalian ada di sini?" Voran melihat dua pria yang memakai armor lengkap berkuda tepat di sampingnya seperti seorang pengawal.

Hal ini sedikit membuat dia bertanya-tanya. Mereka berdua memiliki posisi yang seharusnya memimpin pasukan bukannya berada di sekitarnya.

Griss Hainz dengan tenang berkuda di sampingnya. "Maafkan kami, Yang Mulia. Kami meninggalkan posisi yang seharusnya kami pegang. Kami hanya ingin melindungi Yang Mulia. Ketika kami melihat yang Mulia tak memiliki pengawal yang cakap. Kami merasa perlu berada di sekitar Yang Mulia sampai kita melewati forest ini."

"Sudah menjadi tugas kami untuk melindungi Yang Mulia!" Werder Sian dengan gamblangnya mengatakan hal itu. Tubuhnya yang besar cukup mengintimidasi siapa saja yang melihatnya.

Tidak mudah untuk bertatapan langsung dengannya karena tubuhnya yang besar dan mata tajamnya. Dia menegakkan punggungnya setelah itu.

Voran pun tak lagi membahasnya setelah dia mendengar jawaban mereka berdua. Ya, tempat seperti forest dengan jalur yang sempit dan di penuhi dengan pepohonan memang menjadi lokasi penyergapan yang baik.

Olehkarena itu, dengan pengawalan mereka berdua, Voran akan berada dalam posisi yang lebih aman dan terjaga. Apalagi, dia tak memiliki pengawal jua.

Ketika berada di dalam forest, seluruh prajurit berada dalam kondisi siaga dan waspada. Mereka mengangkat perisai dan berjalan dalam posisi yang berdekatan.

Tidak ada yang bersikap santai saat mereka melewati jalan yang sempit, tapi mereka juga tidak tegang. Mereka bersikap biasa saja saat mereka melalui tempat itu.

Perjalanan mereka melalui tempat itu terasa lama padahal cukup cepat. Melewati sebuah tempat yang disinyalir memiliki potensi untuk menjadi tempat penyergapan tentunya akan memberikan tekanan yang tidak kecil dan membuat suasana menjadi mencekam.

Setelah melewati tempat tersebut, mereka menemukan beberapa desa. Voran tak memerintahkan mereka untuk membunuh para penduduk, mereka hanya melewatinya sambil mencari informasi.

"Kita sudah dekat dengan ibukota mereka. Seharusnya kita menaklukkan wilayah mereka satu per satu. Namun, itu akan memakan waktu lama dan tentu saja akan meningkatkan kerugian di pihak kita. Lebih baik langsung menuju ke Ibukota dan menyerang mereka. Selama kita berhasil membunuh Raja mereka, kemenangan sudah pasti kita dapatkan." Voran mengucapkannya begitu dia melihat sebuah tembok yang menjulang tinggi dengan gerbang yang terbuka cukup lebar.

Dia memimpin pasukannya langsung menuju ke ibukota mereka bukannya ke wilayah mereka satu demi satu. Voran berpikir jika mereka bisa menganeksasi wilayah yang dimiliki Kerajaan Arannor di lain waktu.

Kali ini, dia berada di depan seluruh prajuritnya bersama dengan Veus. Dia menatap tempat itu, lalu melihat pasukannya. Sayang, mereka belum bisa melompati tembok setinggi itu. Hanya mereka yang memiliki kultivasi cukup tinggi yang bisa melakukannya.

"Tenang saja, Yang Mulia. Aku sudah memperkirakan ini dan beberapa hari lalu kami sudah mulai membuat tangga. Ini mungkin belum cukup untuk menembus pertahanan mereka. Namun, kita kekurangan mekanik untuk membuat alat pengepungan. Selain itu, mereka pasti tidak akan berdiam diri di dalam tembok selama mereka memiliki pasukan yang cukup!" Richard Veus menganalisa apa yang ada di depan matanya dan para prajurit juga bersiap untuk membawa tangga menuju ke tembok.

Voran mendengarkannya dengan raut wajah yang tak pasti. Sulit untuk mengatakan kalau menembus sebuah tembok pertahanan itu mudah.

Walau memiliki alat pengepungan sekalipun, belum tentu mereka berhasi mengalahkannya. Voran memperhatikan tembok pertahanan di depan matanya dengan sangat teliti dan mencoba untuk mencari celah atau bagian terlemah.

Walaupun dia memiliki kultivasi yang terbilang tinggi diantara pasukannya, Voran tetap tak bisa melompati tembok. Hanya mereka yang sudah melewati tahap 2-0 yang memiliki kemampuan seperti itu. Bukannya kesal atau terhenti oleh situasi di depannya. Dia berpikir bagaimana caranya menghancurkan halangan di depannya ini.

"Kita perlu mengirim prajurit terbaik dan mereka yang memiliki kultivasi tinggi serta kemampuan yang baik ke tembok dan merusak pertahanan mereka. Aku yakin mereka pasti sudah menemukan keberadaan kita. Persiapkan semuanya dan lakukan secepat mungkin, Veus. Jangan menunda-nundanya. Semakin lama kita menunggu, semakin kuat mereka, dan serangan kejutan tak akan memberikan dampak lagi!"

Voran menyerahkannya pada Veus, sedang dirinya mempersiapkan beberapa hal karena dia akan memimpin seluruh pasukan dan terlibat dalam pertempuran di tembok. Begitu semuanya telah disiapkan, mereka segera bergerak.

Gerbang telah ditutup dan lonceng telah dibunyikan, pemanah menembakkan panahnya dan membunuh cukup banyak prajurit. Tabuhan genderang perang dan tiupan terompet semakin memanaskan situasi.

Mereka berada tepat di depan Ibukota Kerajaan Arannor yang dilindungi oleh tembok yang tangguh dengan ketinggian belasan meter. Tembok yang menjulang tinggi itu mendominasi dan memberikan tekanan gila pada prajuritnya.

Voran tak memusingkan apa yang dipikirkan oleh prajuritnya saat mereka menyaksikan betapa kuatnya pertahanan lawan karena dia sudah memperhitungkan masalah ini sejak awal.

"Serang mereka!! Perkuat pertahanan kalian selagi kalian menyerang. Sebelum kalian mencapai puncak dari tembok itu, jangan sampai pertahanan kalian kendur. Lindungi mereka yang naik ke atas sana!" teriaknya begitu dia memberikan perintah pada pasukannya untuk bergerak menyerang.