Suara lembut nan merdu itu seolah melantunkan lagu romantis di telinga Ganang. Sungguh, baru kali ini ia merasakan debaran di dada ketika bertemu dengan seorang wanita cantik. Sebagai tambahan, wanita cantik itu adalah sosok gadis yang membuatnya sangat penasaran dalam semalam.
"Ganang Respati. Senang berkenalan dengan anda," ucap Ganang masih menggenggam erat jemari Arumi.
Sekilas terlintas di pelupuk mata Ganang ada kerutan di antara kedua mata Arumi. Seperti sedang menduga sesuatu. Namun, pikiran itu segera dihilangkannya.
"Silakan duduk."
Ganang mempersilahkan kedua orang tamunya itu menduduki kursi sofa di Salah satu sudut ruangannya. Tempat yang sengaja disediakan untuk tamu.
Sherly yang sedari tadi diam mematung, mengambil posisi duduk di sebelah kiri Ganang. Tatapan matanya sesekali mengawasi gerak gerik Ganang dan Arumi. Ganang yang tak melepaskan pandangannya sedetik pun dari sosok Arumi.
Selagi kedua tamunya duduk, Ganang berkali-kali mencuri pandang kearah Arumi. Dia begitu memikat, cantik, menarik. Ada sesuatu yang membuat Ganang begitu tertarik pada gadis itu. Hanya dari pandangan pertama saja, ia sudah merasakan jatuh hati pada gadis itu.
Penampilannya hari sangat berbeda, terkesan resmi, tapi tidak mengurangi aura kecantikannya. Kalau tadi malam ia mengenakan celana biru tua berbahan dasar jeans, dipadukan dengan kaos ketat berwarna putih, dia tampak begitu santai.
Kali ini, setelan dress bunga-bunga berwarna biru langit sebatas lutut, ditutupi dengan blazer berwarna biru tua. Penampilannya sungguh memukau, anggun, dan semakin menarik.
Ganang tak mampu mengalihkan arah pandangannya dari Arumi. Dia seolah terhipnotis oleh pesona gadis itu. Bahkan, ketika pak Hadi mengajaknya berbicara, Ganang seolah tidak mendengarkan penuturannya.
"Jadi, kira-kira bagaimana, Pak Ganang?"
Pak Hadi bertanya, yang hampir tidak didengar oleh Ganang. Sungguh sial, sebenarnya. Padahal tadi maksudnya ingin menampilkan kesan prima pada klien, tapi yang terjadi justru sebaliknya. Ganang gagal fokus akan pesona seorang Arumi.
"Ah, Sherly, coba kamu pelajari lagi, kira-kira di mana letak kekurangannya. Jangan lupa untuk melakukan penyesuaian standar analisa perusahaan kita dengan perusahaan pak Hadi." Ganang mengalihkan pembicaraan yang hampir tidak dipahaminya itu.
Sherly yang menyadari kegugupan Ganang mengerutkan keningnya. Ada kekecewaan di matanya, menyadari bahwa atasan yang begitu disukainya itu lebih tertarik dengan gadis lain.
"Maksuda Bapak, saya perlu me-review ulang laporan ini?" tanya Sherly, yang dijawab dengan anggukan kepala.
"Maaf, Pak Hadi, kalau tidak keberatan saya ingin menambahkan." Arumi tiba-tiba memotong pembicaraan.
Ganang yang mendengar suara Arumi segera memandang lekat wajah Arumi yang sangat memikat hatinya itu. Hatinya bergetar tak menentu. Mungkin ini yang dikatakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
"Silahkan, Arumi," ujar pak Hadi memberikan kesempatan Arumi untuk menyampaikan pendapatnya.
"Terima kasih, Pak," ucapnya. "Begini, Pak Ganang. Kami memang perusahaan yang masih baru lahir, ibaratnya. Bukankah lebih baik bila kita melakukan diskusi secara langsung untuk mencapai kesepakatan. Kenapa harus di review ulang hasil analisa kami?"
Ganang merasa tertohok mendengar penuturan gadis itu. Ternyata Arumi tidak hanya cantik, tapi dia juga cerdas.
"Begini, Bu Arumi," ucap Ganang.
"Panggil saja Arumi," potong Arumi, tegas.
"Oh, ya, Arumi. Begini, bukan maksud saya ingin mempersulit proses analisanya. Namun, karena perusahaan yang masih baru itulah data hasil analisanya harus diperhitungkan dengan sangat detil. Saya tidak ingin di belakang hari, terjadi kesalah pahaman dan ditemukan ketidak sinkronan data antara perusahaan kami dengan perusahaan Pak Hadi."
Penjelasan dari Ganang sempat membuat Arumi terdiam mematung. Ada benarnya apa yang dikatakan Ganang.
"Itu menurut Bapak. Bagaimana kami mengetahui di mana letak salah dan kurangnya bila tidak segera di diskusikan," tegas Arumi dengan kedua alis terangkat ke atas.
Ganang lagi-lagi terpesona dengan kecantikan Arumi, untung saja ia dapat segera menyadarinya. Kalau tidak, tentu akan sangat memalukan bila ketahuan dia sedang bermain-main dengan ilusi liarnya.
"Bukannya tidak mendiskusikan, Mbak. Tapi, menunda. Kami perlu mempelajarinya terlebih dahulu sebelum melakukan rekonsiliasi pada data sebenarnya. Karena resikonya sangat besar. Sampai di sini paham, ya, Mbak?" jelas Ganang penuh penekanan.
"Sudahlah, Arumi. Mungkin Pak Ganang memiliki pertimbangan tersendiri dalam hal ini." Pak Hadi memotong pembicaraan Arumi dan Ganang. "Saya tidak masalah, kok, bila hasil analisa kami di review ulang."
"Ah, baiklah kalau begitu. Sherly akan memberikan kabar secepatnya untuk tindak lanjut kesepakatan kita."
"Baiklah, kalau begitu, kami undur diri dulu. Kami nantikan berita baiknya, Pak Ganang," ucap pak Hadi dengan senyum lebar.
Pria itu bangkit dari tempatnya duduk, kemudian berjalan mendekati Ganang yang juga berdiri dari tempatnya duduk. Mereka berdua saling berjabatan tangan, menyepakati. Berbeda dengan Arumi yang memasang wajah dingin dan tidak bersahabat pada Ganang.
"Senang bisa berkenalan dengan anda, Pak Hadi."
"Apalagi saya, yang tidak menduga bakal bertemu dengan orang hebat seperti anda, Pak Ganang. Suatu kehormatan bagi saya."
Arumi kemudian ikut bangkit dari tempatnya duduk, menghampiri Ganang dan atasannya. Setelah berjabat tangan dengan pak Hadi, Ganang mengulurkan tangannya pada Arumi, kemudian menjabat erat tangan gadis itu.
Jemari tangan mungil yang halus di genggaman tangan Ganang seolah enggan untuk dilepaskan. "Semoga kita bisa bertemu kembali," ucap Ganang mantap sambil menatap mata coklat Arumi yang seolah menhipnotisnya. Ganang seolah tenggelam di kedalaman mata bundar berwarna coklat itu. Ada getaran yang masih ragu dimaknaina kali ini. Getar asing yang memabukkan dan bermain-main dengan angannya.
"Saya tidak berharap demikian," gumam Arumi membuat Ganang tertawa pelan.
Arumi melepaskan genggaman tangan Ganang dari tangannya. Kemudian ia berjalan beriringan dengan pak Hadi menuju pintu keluar dari ruang kerja Ganang.
Sherly berjalan mengekori mereka, mengantarkan hingga tamu keluar dari ruangan menuju ke lantai dasar. Kalau saja bukan karena mempertahankan egonya, Ganang akan segera menyusul Arumi ke lantai dasar.
Atau bahkan memohon dengan sangat untuk mengantarkannya pulang. Namun, itu semua tidak dilakukan oleh Ganang. Dia perlu mempertahankan image-nya dengan baik di hadapan klien.
Sepeninggalnya Arumi dan pak Hadi, Ganang duduk kembali di kursi putarnya. Membayangkan wajah cantik Arumi yang enggan berlalu dari bayangannya. Sungguh benar-benar tenggelam dibuatnya.
"Arumi Kinanti, Arumi Kinanti, Arumi Kinanti." Ganang berulang kali menyebut nama itu. Nama yang begitu akrab terdengar di telinganya, membuatnya berpikir keras untuk mengingat nama itu berulang kali.
"Dimana aku pernah mendengar nama ini? Nama yang tidak asing bagiku?" gumam Ganang putus asa.
***