webnovel

MALPIS

[17+] Kisah ini menceritakan soal Alya dan Ben. Mereka bertemu saat si kebetulan tak sengaja menghampiri mereka. Lalu mereka mulai saling memberikan perhatian saat si cinta dan rasa sayang membutakan mereka. Namun si mantan datang dan tanpa sengaja merebut kembali apa yang pernah menjadi miliknya.

adeliafahriani_ · Urban
Zu wenig Bewertungen
69 Chs

Chapter 12 - Looking Each Other

Malpis dan Sarinah duduk di resroran resort mereka. Mereka duduk disalah satu sudut yang memang selalu mereka gunakan setiap kali mereka ke sana. Malpis dan Sarinah memiliki rumah pribadi di Bali, namun setiap akhir pekan mereka selalu menginap di Resort dan berkumpul dengan putra, menantu dan cucunya yang lain.

Sarinah melihat sekelilingnya dan ia melihat salah seorang karyawannya dan memanggil, "Pak Wayan," tanggannya melambai.

"Iya ada apa, nyonya?" Gerak Wayan begitu sopan dengan adat yang dijunjungnya serta punggung yang membungkuk.

"Tolong panggilkan Ben dikamarnya, ya." Pinta Sarinah sopan.

"Baik, nyonya." Wayan pamit dan melangkah menuju lantai lima dari bangunan itu.

"Biarkan saja Ben istirahat dulu. Mugkin dia masih lelah." Ujar Malpis menengahi.

"Jangan mas, Ben itu harus hidup sehat bangun pagi. Dia masih muda, jangan diikuti rasa malasnya." Sahut Sarinah. Malpis hanya diam dan mendengarkan kalimat istrinya.

Wayan tiba dilantai lima dan berjalan sambil mengecek setiap sudut lantai. Pintu kamar 5055 terbuka dan Alya keluar dalam keadaan rapi.

"Selamat pagi , mbak Alya." Sapa Wayan.

Alya menoleh kaget, "Oh pak Wayan, selamat pagi. Mau kemana, pak?" Alya membalas sikap sopan pria itu.

"Enggak, saya berkeliling." Wayan tidak perlu mengatakan apa halnya dirinya disana. "Mau sarapan, mbak?"

Alya mengangguk. "Iya pak. Saya duluan ya." Ia pergi meninggalkan pria itu.

Wayan melepaskan kepergian Alya yang menuruni tangga. Ia berjalan menuju kamar 5058 berbeda dua kamar dari kamar sebelumnya. Ia mengetuk pintu kamar itu.

Pintu kamar itu dibuka dan Ben muncul mengenakan handuk dipinggangnya. Dadanya bahkan masih basah. "Ada apa, pak Wayan?"

"Nyonya sama Bos sudah menunggu di bawah." Ujar Wayan.

Ben menggelengkan kepala, "Kenapa selalu menyusahkan orang lain." Omelnya. "Pak, lain kali telpon saja jadi gak perlu ke atas segala." Pesannya. "Habis ini saya turun."

"Baik, permisi mas." Wayan pamit.

Alya berjalan bingung memasuki area buffet yang tersedia di restoran itu. Tempat itu cukup luas namun beberapa meja sudah terisi. Ia melihat sebuah meja sudut yang diperuntukkan dua orang dan ia memilih disana. Alya berjalan menuju deretan makanan yang disediakan dan ia siap mengambilnya.

Sarinah mengunyah toast dengan scrambled eegs yang berada didalam mulutnya. Ia melirik sekelilingnya sambil menunggu makanannya hancur. Matanya melihat seorang wanita muda mengenakan celana jeans dan blouse lengan pendek berwarna hitam yang tipis dengan sendal tali serta tas samping yang dipakainya. Rambut wanita itu digerai.

Alya sudah memenuhi piringnya dan siap menuju meja sudut yang masih kosong. Ia duduk disana menghadap pintu masuk. Ia mulai melahap makanannya perlahan dengan air teh manis hangat yang diambilnya.

Sarinah menoleh ke arah disampingnya dan memperhatikan wanita muda itu. Ia bertanya didalam hati, sendirikah wanita itu.

Ben memakai celana pendek berwarna abu-abu dengan kaos putih yang longgar serta kemeja biru yang menambah aksen santai didalamnya. Tak lupa ia mengenakan topi berwarna hitam dengan huruf F dibagian depan. Dari arah pintu masuk ia sudah melihat kedua orang tuanya yang sibuk dengan urursan masing-masing.

Ben langsung mengambil piring dan memilih sarapannya pagi ini. Ia duduk didepan kedua orang tuanya dengan sebuah piring dengan dua macam makanan dan secangkir kopi hitam.

"Gimana Hotel disana?" Tanya Malpis begitu putra bungsunya duduk.

"Biarin Ben makan dulu, mas. Dia baru duduk." Sergah Sarinah pada suaminya yang gila pada kerjaanya.

"Baik." Jawab Ben. "Tapi gak bisa lebih baik dari Resort ini." Ia memandang pantai didepannya.

Malpis berdehem pelan dengan sindiran putranya. Ia memang memuja resortnya saat ini dibandingkan Hotelnya. Karna Resortnya saat ini sedang menjadi buah bibir para turis.

"Kamu ada rencana kemana setelah ini?" Tanya Sarinah.

Ben menelan kunyahannya. "Mama mau ajak Ben kemana?" Ia sudah pàham dengan maksud pertanyaan mamanya.

Sarinah melirik Malpis yang menahan tawa sambil melihat ke arah lain. "Mama mau ajak kamu ke Asore Galeri. Temen mama mengadakan acara pesta pernikahannya disana. Papamu gak bisa ikut." Lirikannya semakin tajam pada suaminya.

"Papa mau kemana?" Tanya Ben melihat ke arah papanya.

"Papa mau pergi sama Edwin ke Nusa Dua." Sahutnya. Ben mengangguk melihat ke arah mamanya tanda setuju.

"Nanti mama mau kenalin kamu sama anak temen mama." Seru Sarinah semangat.

Ben meletakkan sendok dan garpunya diatas piring kosongnya. Ia meneguk kopinya kemudian berdiri, "Nanti kalau udah mau pergi, telpon aja. Ben ada dikamar."

Sarinah menyadari kalimatnya yang salah saat ini. Tidak seharusnya ia menjelaskan pada Ben soal perkenalan itu. Malpis melirik istrinya dengan wajah masam.

"Kamu jangan dikamar terus." Ujar Malpis. "Sana pergi berenang atau gym." Nasehatnya.

Ben hanya mendengarkan lalu terus berjalan menuju depan restoran. Ia menoleh ke arah orang tuanya sesaat dan tak sengaja matanya melihat seorang perempuan yang tengah mengunyah makanannya seorang diri disudut restoran. Ben menghentikkan langkahnya untuk memperhatikan.

"BEN!" Pekik Sarinah dari mejanya.

Ben menoleh, Alya menoleh dan beberapa orang lainnya juga menoleh ke arah Sarinah lalu mencari nama yang dipanggil. Ben kembali melihat perempuan itu dan mereka bertatapan. Ben membuang wajahnya lalu menuju kamarnya.

"Dia lihatin siapa, Sar?" Tanya Malpis.

Sarinah menoleh ke sebelah kanannya. "Perempuan yang duduk sendiri itu." Ia memperhatikan dari atas hingga bawah.

"Kamu kenal?" Tanya Malpis ikut memperhatikan.

Sarinah menggeleng. "Enggak."

"Aku gak lihat ada orang duduk disitu dari tadi." Seru Malpis kembali membaca sesuatu di hp nya.

"Dari tadi aku lihat dia sendiri aja." Sambung Sarinah.

"Sudahlah, mungkin dia lagi tunggu pacarnya atau siapanya." Malpis menyudahi keingintahuan istrinya.

Alya sudah menyelesaikan makannya dan ia juga sudah menghabiskan tehnya. Ia berdiri dan meninggalkan restoran. Alya menuju meja resepsionis. "Maaf mbak, saya mau tanya kalau mau sewa motor di resort ini bisa gak?"

"Bisa. Mbaknya mau motornya berapa?" Garis senyum mengembang.

"Satu aja mbak. Untuk saya. Bayarnya berapa ya?" Tanya alya. Ia mengeluarkan dompetnya.

"Mbak punya SIM, ada bawa KTP?"

"Ada." Alya mengeluarkan keduanya.

Resepsionis itu lalu mengambil keduanya dan menulis sesuatu di komputernya. Setelah ia selesai menuliskan sesuatu, "Mbak Alya mau motor matic atau yang lain?" Tanya sambil mengembalikan SIM.

"Matic aja mbak." Alya mengambil SIM nya lalu memasukannya kembali ke dalam dompetnya.

"KTP nya kita pegang ya." Resepsionis itu mengeluarkan sebuah kunci motor. "SNTK dengan surat lainnya ada didalam motornya. Disitu juga ada jas hujan. Helm nya juga ada disana ya, mbak." Resepsionis itu mencari seseorang. "Mas Lis," panggilnya. Seorang pria tua muncul dengan seragam Resort. "Tolong anterin mbak Alya ke motor ini ya." Ia memberikan kunci itu pada pria bernama Pak Lis itu. Alya mengikuti pria itu menuju parkiran motor yang bisa disewa di Resort itu.

"Ini mbak." Pria itu menunjukkan motor matic yang akan dipakai oleh Alya. Ia menghidupkan mesinnya lalu mulai memanaskan sesaat. Ia masuk ke dalam sebuah ruang kecil dan mengambil sebuah helm. "Ini mbak helm nya."

Alya menerima helm nya lalu mulai memakainya.

"Bensinnya masih penuh mbak." Ia tertawa kecil. "Mbak beruntung. Biasanya pada habis. Saya harus sedot dulu dari motor lain." Ujarnya.

Alya hanya tersenyum mendengarnya. "Makasih ya pak. Permisi." Ia mengendarai motor itu lalu meninggalkan resort. Ia tidak menyadari kalau seseorang baru saja memandanginya saat ia melintas didepan lobi utama.

"Ben, mau kemana?" Tanya Sarinah yang baru saja keluar dari restoran bersama suaminya.

Ben menoleh ke belakang dan menoleh. "Pergi jam berapa, ma?" Tanyanya.

"Jam dua." Sahut Sarinah.

"Ben mau pergi sebentar keluar." Katanya. Sarinah dan Malpis mengangguk bersamaan. Ben berjalan menuju parkiran meninggalkan kedua orang tuanya yang menatapnya penuh tanya.

***

Alya mengendarai motornya dan berjalan dengan santai di kiri sambil memperhatikan sekelilingnya. Kuta adalah kota ketiganya yang akan ia telusuri setelah Jakarta dan Bandung. Jalanan di Jakarta yang sudah dihapalnya karna kota kelahirannya. Bandung adalah kota dimana ia menuntut ilmu keguruannya. Dan sekarang adalah Kuta, dimana ia sendiri tanpa beban dan bebas berkeliling.

Alya tiba di sebuah jalan protokol yang sangat terkenal di Kuta yang banyak menjual souvenir dan barang lainnya. Disana juga ada toko baju dan butik terkenal. Ia memarkirkan motornya dan melepaskan helmnya. Ia berjalan disepanjang jalan protokol itu.

Ben turun dari mobil ketika ia sudah tiba di seberang butik langganannya untuk membeli beberapa pakaian. Toko itu selalu ia datangi ketika ke Kuta.

Alya berkeliling disepanjang kios yang berjejer diemperan itu. Ia memilih oleh-oleh yang pas dengan kantongnya yang bisa diberikan kepada keluarga dan juga temannya.

Ben masuk ke sebuah toko yang serba putih jika tampak luar.

"Apa kabar, pak." Sapa pemilik toko yang menyambutnya ramah dengan membukakan pintu untuk pria itu.

"Baik." Sahut Ben. "Sendiri hari ini?" Guraunya.

"Iya. Kalau hari minggu, karyawan saya libur." Jawab pemilik butik. Ben mulai memilih beberapa pakaian cowok yang sesuai dengannya.

Alya memutuskan untuk masuk ke satu toko yang memiliki barang yang sesuai keinginannya. Ia mengambil hampir sembilan item untuk orang terdekatnya. Ia membayar belanjaanya dengan wajah gembira. "Udah semua, kan?" Ucapnya sendiri. Ia memikirkan siapa saja yang akan menerima souvenir itu. Satu persatu diingatnya. Ia mengangguk yakin setelah ia mengulangnya beberapa kali. Ia tidak sabar membagikan itu semua kepada setiap anggota keluarganya dan juga dua temannya Mita dan Rini.

Ben membayar belanjaannya menggunakan kartu kredit yang selalu dibawanya kemanapun.

"Terima kasih, pak." Ucap pemilik butik itu. "Sampai jumpa lagi lain waktu."

Ben mengangguk, "Ya. Sampai jumpa." Ia keluar dari butik itu dan membawa belanjaannya menuju mobil. Ia meletakkannya di bagasi mobil sedannya. Ben menoleh ke arah belakang sebelum menoleh ke arah pintu kemudinya. Ia melihat sebuah dress floral yang dipajang di sebuah patung. Dress itu tampak indah dengan warna merah marun. Bagian bahunya tertutup dan bentuk lehernya begitu indah.

Terlintas Elena dipikiran Ben saat ini. Ia bisa membayangkan Elena memakai deess itu dengan kulit putihnya. Ben mengunci kembali mobilnya dan bersiap menyebrang jalan untuk masuk ke dalam butik itu.

Alya melihat jejeran toko itu dan ia merasa ada yang kurang dari belanjaannya. Ia coba mengingatnya sambil terus berjalan. Hingga ia melihat sebuah dress panjang yang pas ditubuhnya. Dress berwarna merah marun itu begitu indah dimatanya saat ini. Ia ingin sekali membelinya dan memakainya malam ini.

Alya berjalan cepat menuju butik yang berseberangan dengan parkiran motornya. Ia menyebrangi jalan sambil.membawa belanjaan oleh-olehnya. Baru saat Alya masuk ke dalam butik, pegawai toko melepaskan dress merah marun itu dari patung.

"Yah, telat." Seru Alya pada dirinya. Padahal ia ingin sekali dress itu. "Mbak, dress yang ini ada lagi gak?" Tanyanya penuh harap.

"Maaf kak, kita cuma punya satu macam setiap itemnya." Jawab pegawai toko.

Ben yang membelakangi pintu sambil mengobrol dengan pemilik butik, harus menoleh ke belakang ketika mendengar percakapan dibelakangnya.

"Kakak coba lihat yang lain dulu. Siapa tahu berminat." Usul pegawai toko yang tengah melipat dress itu. Alya mengangguk dan menyetujui usul itu. Ia mulai memperhatikan beberapa baju didalam butik itu.

Ben memperhatikan perempuan didepannya saat ini. Ia menatap dari samping wajah itu. Perempuan yang tadi, batinnya. Ia terus memperhatikan hingga perempuan itu sepenuhnya menghadap ke arahnya saat memilih baju. Perempuan yang dijemput dengan Pak Wayan semalam, ucapnya didalam hati.

Alya perlahan bisa merelakan dress merah marun itu ketika didepannya ada beberapa dress floral lainnya yang cantik dan sesuai seleranya. Hanya saja harganya mahal sekali dan tidak sesuai dompetnya. Ia berbalik dan memilih di rak berikutnya. Di rak itu adalah deretan blouse tipis berwarna putih dengan berbagai macam model.

"Pak, ini dress nya." Panggil pemilik toko yang tengah menyodorkan tas berwarna cokelat tua dengan tali pita berwarna hitam bertuliskan nama butik itu, Limoar.

Alya menoleh ke arah belakang dan melihat sekilas cowok yang membeli deess yang diinginkannya. Pasti buat pacarnya, batin Alya. Ia tidak melihat wajah cowok itu karna tengah mengobrolkan sesuatu di kasir.

Alya akhirnya menemukan sebuah baju yang sedikit longgar ditubuhnya namun terlihat manis. Baju itu berwarna putih dengan lengan panjang yang diberi renda indah dibagian bawahnya. Bahkan bagian lehernya berbentuk V dan pas jika dipakai olehnya. Bagian bawah baju itu juga mengembang dan memberikan sentuhan feminim.

Ben memperhatikan perempuan itu dari belakang. Bentuk rambut layernya terlihat jelas saat ini. Ia teringat seseorang yang pernah memiliki bentuk rambut seperti ini. Seperti temannya mita, batinnya. Ia tidak akan melupakan saat itu karena pertama kalinya ia melihat seorang wanita menangis di basemen hotelnya bersama seorang karyawannya.

Alya menginginkan baju ini setelah ia melihat harga yang masih bisa diterima oleh dompetnya. Alya berbalik sambil membawa baju yang diinginkannya. Ia tak sengaja memandangi seorang cowok yang tengah memasukan kartu kredit ke dalam dompetnya.

Ben menggeser tubuhnya ketika ia melihat perempuan itu ingin membayar baju yang dibelinya.

Alya mengeluarkan uang seratus ribu empat lembar dan memberikannya kepada pegawai toko yang melayani tadi. Tidak ada kembalian yang diterimanya dan bajunya sudah masuk ke dalam kantong. Alya menghela napasnya pelan dan meyakinkan dirinya kalau belanja seperti ini diperlukan tanpa harus berpikir dua kali.

Alya meninggalkan butik itu dengam membawa belanjaannya. Ia bersiap untuk menyebrang dan tak sengaja ia melihat sebuah butik lain tepat disebelah butik Limoar. Ia melihat beberapa baju kaos didalamnya. Semuanya udah kan, batinnya sambil melihat belanjaan didalam genggamannya.

Alya kembali menatap depan dan bersiap menyebrang. Tiba-tiba saat ia hendak melangkah, Dewa! Nama itu muncul begitu saja dikepalanya. Ia menoleh ke arah butik itu dan berpikir sejenak. Alya berbalik dan melangkah masuk ke dalam butik Agusto.

Ben keluar dari butik Limoar dan menuju mobilnya. Didalam mobil, ia menoleh ke belakang dan melihat perempuan itu keluar dari Agusto dengan sebuah tas belanjaan yang dipegangnya. Ia malihat perempuan itu menyebrang jalan dan mendekat ke samping mobilnya. Ben menoleh dengan yakin ke arah kanannya dan melihat perempuan itu menggantungkan belanjaannya diatas motor. Ben tidak takut ketahuan saat ini karena jendelanya tidak bisa ditembus dari luar.

Alya membayar parkir dan mengeluarkan motornya lalu melanjutkan acara jalan-jalannya keliling Kuta. Tidak ada yang perlu ia khawatirkan lagi. Saat ini semua sudah dibelinya. Besok ia tidak perlu beli apapun lagi.

Ben mengeluarkan mobilnya dan berjalan di belakang Alya. Saat berhenti di lampu merah. Ben tak henti-hentinya menatap perempuan itu dari siluet punggungnya. Dari atas ke bawah atau sebaliknya ia memperhatikan perempuan itu. Ia sendiri juga tidak tahu kenapa ia harus melakukannya.

Alya melihat sebuah warung iga bakar madu pedas manis di pinggir jalan. Ia mampir untuk mengisi perutnya yang lapar. Belanjaan itu dibawanya masuk.

Ben menghentikkan mobilnya dan melihat perempuan itu berhenti disebuah restoran iga bakar madu. Ben hendak mematikan mobilnya dan ikut turun namun gerak tubuhnya melarangnya melakukan itu. Restoran itu pernah didatanginya dengan Elena dulu. Ben memutuskan untuk kembali ke resort dan bersiap pergi dengan mamanya.

***

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTAR YA.