webnovel

[MTMB :10]

Haejin sedang berada di sebuah perumahan elite yang pernah dia datangi beberapa waktu lalu. Dari tempat persembunyiannya, dia bisa melihat ke arah satu rumah minimalis tanpa pagar.

"Aku yakin, dia pasti muncul sebentar lagi," gumam Haejin dari balik AWMnya.

Sebuah mobil sedan hitam berhenti tepat di depan rumah. Haejin sudah bersiap menekan pelatuknya, tapi hampir lima menit dia menunggu, belum ada tanda-tanda si pemilik mobil akan keluar dari mobilnya.

"Astaga! Dia sedang apa, sih?!"

Setelah menunggu sekitar satu jam, akhirnya orang itu menampakan batang hidungnya. Lalu berjalan santai menuju rumah yang dari tadi sudah Haejin pantau.

"Paman Chin-Hwa, tunggu!" seorang gadis setengah berlari menghampiri laki-laki itu.

"Mau apa lagi kau? Bukankah kubilang jangan datang lagi, dasar murahan!" maki si laki-laki bernama Chin-Hwa itu pada gadis yang sekarang sedang berlutut di depannya.

Haejin menurunkan senjatanya lalu menilik penampilan si gadis dari belakang. Dia mulai ingat, ternyata gadis itu yang pernah dia lihat.

Melalui alat penyadap yang dia pasang di sekitar rumah, Haejin bisa mendengar suara percakapan mereka berdua melalui earphonenya.

"Paman. Cuma kau yang bisa membantuku,"

"Aku tidak bisa. Pergi kau! Urusanku dengan Ayahmu sudah selesai!"

"Paman, jangan berbohong! Aku tau dokumen yang asli ada padamu, kan? Aku tau itu Paman."

Haejin mengernyit sembari menduga-duga dokumen apa yang dimaksud gadis itu.

"Berani sekali kau membicarakan dokumen itu! Dokumen itu tidak akan jatuh ke tangan siapapun. Termasuk kau!" bentak Chin-Hwa lalu menendang gadis yang bersimpuh itu.

Hati Haejin mulai panas, dia merasa jijik pada laki-laki paruh baya nan sombong itu.

"Aku tau, dokumen Ayahku dan dokumen milik Cerberus group ada padamu, kan?"

"TIDAK ADA PADAKU! Semua dokumen itu di simpan oleh Direktur. Tidak ada yang tau tempatnya. Lebih baik sekarang kau pergi! Kau cari dokumen Ayahmu ditempat lain. Kau salah orang jika mengemis padaku!" sekali lagi Chin-Hwa menendang gadis malang yang memohon padanya itu dengan cukup keras hingga tersungkur.

Gadis itu beranjak dari tempatnya sambil sesekali membersihkan rok cokelatnya yang kotor saat dia ditendang tadi. Langkah lesunya perlahan meninggalkan Chin-Hwa.

Dari tempatnya berdiri, Chin Hwa terlihat meludah kasar ke arah belakang si gadis, walaupun gadis itu sudah berjalan cukup jauh darinya.

"Perempuan sialan!" umpat Chin Hwa.

Kesabaran Haejin sudah habis. Dia angkat lagi senjatanya dan mulai mengeker target di depan sana.

"Laki-laki seperti ini, enaknya diapakan, ya?" Haejin berpikir sejenak.

Segurat seringai terlihat di bibirnya sebelum dia menarik pelatuk senjatanya. Dalam hitungan detik, laki-laki yang hampir menyentuh teras rumahnya itu, tumbang dengan berlumuran darah.

"Sudah kubilang, aku pembunuh lalat yang handal," kata Haejin dengan bangga sebelum meninggalkan tempat persembunyiannya.

"Aku sangat benci pada lalat sombong yang tidak menghargai wanita!" kesal Haejin sembari masuk ke dalam mobil.

Dia mengeluarkan ponselnya dari dalam dashboard mobil, lalu melakukan panggilan pada satu kontak.

"Hyung, tugasku selesai. Kau dimana?" tanya Haejin sembari menghidupkan mesin mobil.

Dia terdiam beberapa saat, mencerna pembicaraannya bersama Juna yang sedang berada di suatu tempat.

"Juna Lee!! Kau sudah gila?! Apa kau mau mereka membunuhmu sementara Adikmu di sini baru saja melenyapkan nyawa seseorang?!" teriak Haejin histeris.

Rasanya dia susah bernapas saat harus menunggu jawaban dari Juna.

"Aku akan kesana! Aku tidak peduli jika kau akan menghukumku!" Haejin mematikan telepon tanpa mendengar Juna menyelesaikan kalimatnya.

Dia langsung menginjak pedal gas dengan kecepatan tinggi, menuju tempat Juna berada.

∆∆∆

Cringg~

Suara bel pintu berbunyi saat Haejin terburu-buru masuk ke dalam cafe. Suara berisik yang muncul dari langkah kakinya, membuat semua orang menoleh ke arahnya. Apalagi dengan seragam sniper milik Hydra group yang berwarna hitam dengan beberapa corak keabu-abuan. Tentu akan membuat Haejin terlihat sangat tampan saat mengenakannya.

Haejin berdiri di depan meja kasir, matanya mencari-cari, dan itu dia! Terlihat Juna yang sedang duduk santai sembari menyesap segelas Americano.

"Kau membuatku jantungan, Juna Lee!" teriak Haejin saat sudah sampai di meja Juna hingga membuat kakaknya itu tersentak kaget. Laki-laki yang sedang marah-marah itu tidak peduli seberapa banyak pasang mata yang melihat ke arahnya dengan tatapan bingung.

"Kau ini kenapa? Sini duduk dulu, pesanlah sesuatu," Juna tersenyum memperlihatkan deretan giginya dengan tampang tanpa dosa.

Haejin berkacak pinggang disisi meja, tidak menurut sama sekali. "Masih bisa senyum, huh? Kau ini benar-benar..." Haejin menghela napas panjang berusaha menahan emosinya yang menjadi-jadi.

"Kau bisa terkena hipertensi dini kalau marah-marah terus. Lihat, kepalamu saja sudah berasap," goda Juna.

Haejin menghentakkan tubuhnya di sofa samping Juna. Matanya menatap tajam kakaknya itu, seolah meminta penjelasan atas apa yang terjadi.

Setengah jam yang lalu sebelum Haejin datang, Juna sedang menelpon seseorang. Dia sengaja mengubah suaranya dengan fitur pengubah suara.

"Tenang saja, aku tidak akan menghancurkan gedung pencakar langitmu, atau mungkin belum saatnya. Berhubung aku sedang baik, aku punya kejutan,"

"Siapa kau?" teriak laki-laki di ujung telepon.

"Ssstt, kau ini suka berteriak, ya? Sabar, aku ingin memberimu kejutan terlebih dulu," ujar Juna sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir. "Satu..."

"HEY BRENGSEK! AKU SEDANG TIDAK MINAT BERCANDA!!"

"Dua..."

Hening. Tidak ada suara apapun di dalam telepon selain suara deru nafas yang terdengar tidak beraturan.

"Tiga..."

DUARR!!

Suara bom meledak sangat kuat. Juna bisa melihat melalui MacBook nya, mobil-mobil yang terparkir pada sebuah parkiran luas milik sebuah perusahaan itu, ikut meledak karena ditempeli bom. Untung saja dia sudah meminta Changyi menerbangkan sebuah drone mata-mata di sekitar gedung Cerberus group, hingga semuanya terekam jelas.

"Kau dengar suara kembang api itu? Indah, kan?" Juna terkekeh geli.

"KAU APAKAN MOBIL-MOBILKU?" teriakan laki-laki itu terdengar lebih histeris daripada di awal tadi.

"Itu sebagai peringatan. Kau harus mengabadikan moment langka itu, sebelum berakhir."

Juna mematikan teleponnya, senyum penuh kepuasan terukir di wajahnya. Dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa yang empuk.

Rencana pembalasan dendam yang sempurna. Tanpa siapapun tau, Juna sudah menyusun rencananya sendiri, dan dengan bantuan sahabat lamanya Zhong Changyi sehingga dia bisa menembus penjagaan ketat yang ada di gedung Cerberus group.

Dia membayangkan kembali, bagaimana rencana-rencana itu berhasil dia lakukan.

"Aku sudah sampai di depan gedung Cerberus Group." Juna berbicara pada seseorang melalui earphone bluetoothnya.

"Kau siap?" tanya Changyi yang berada di seberang telepon.

"Sangat siap." jawab Juna penuh keyakinan.

"Oke, kau akan melewati gerbang yang memakai pengkodean iris mata sebagai password pengenalan individual untuk semua pekerja di gedung Cerberus group. Kau bisa langsung menggunakan iris mata otomatis yang ku pasangkan dimatamu." Changyi memberi arahan.

Juna dengan penyamarannya, segera melangkah pelan menuju sebuah gerbang hitam yang dijaga beberapa pengawal. Di sisi gerbang terdapat sebuah kotak hijau untuk melakukan scan mata. Juna membuka matanya dengan lebar tepat di depan mesin scan, lalu berkedip tiga kali seperti yang tertulis di layar mesin.

"Di dalam gerbang, ada pengecekan ID card. pastikan kau mengubah iris matamu ke mode kamera, agar bisa merekam semua hal yang kau lihat."

Gerbang terbuka, memperlihatkan sebuah gedung maha besar di dalamnya. Halaman gedung yang cukup luas, terparkir banyak mobil perusahaan dengan ukiran Cerberus pada kap depannya.

Juna tersenyum miring setelah berhasil melewati semua pemeriksaan yang tidak berguna untuknya.

"Lakukan rencanamu dengan hati-hati, Jun. Aku tidak ingin kau sampai tidak bisa keluar dari gerbang perusahaan brengsek itu."

"Kau tenang saja, jangan khawatirkan aku."

"Aku akan memantaumu dari sini,"

"Seperti yang kuminta, jangan beritahu siapapun tentang rencanaku ini. Aku tidak ingin ada yang tahu dan membuat mereka cemas."

Juna mulai melangkah menuju resepsionis, terlihat seorang gadis berjaga di sana. Dengan kalimat manis dan senyuman mautnya Juna berhasil menggoda si gadis resepsionis untuk mendapatkan nomor telepon Direktur Cerberus group.

Dia sempat berpikir, kalau Hydra group sampai memiliki resepsionis seperti gadis itu, dia pasti akan langsung memecatnya.

Setelah mendapatkan nomor telepon itu, kemudian Juna menuju ke area parkiran mobil lalu memasangkan banyak bom kecil di sekitar mobil sebelum dia keluar dari sana.

Dan, di sinilah dia sekarang, harus menjelaskan semua itu pada Haejin yang tampak frustrasi dengan kelakuan kakaknya itu.

"Kau benar-benar gila! Kalau tadi kau sampai mati di sana, aku akan membunuhmu untuk kematian keduamu!" Haejin mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal.

"Sudahlah, aku sekarang masih ada didepanmu. Bisa kau lihat ini," Juna menyentil kening Haejin hingga membuat adiknya itu mengerang kesakitan. "Aku bahkan masih bisa menyentuhmu."

"Kau bukan menyentuhku, tapi menyakitiku! Dasar idiot!" protes Haejin seraya mengusap keningnya yang masih terasa perih.

"Terima kasih pujiannya," ucap Juna lalu menyesap Americano nya lagi.

Haejin mengalihkan pandangannya, membelakangi laki-laki di depannya itu. Dia tidak menggubris semua yang Juna katakan, bahkan lelucon yang paling lucu sekalipun tidak dia pedulikan.

"Eyy... kau kenapa anak kecil?" Juna menarik bahu Haejin, dan mulai tampaklah mata adiknya itu sudah basah dengan air mata.

Juna melongo melihat pemandangan di depannya. "Kau menangis?"

"Bukan urusanmu!" ketus Haejin.

Juna terbahak lalu merangkul laki-laki yang sedang salah tingkah di depannya itu. Haejin berusaha melepaskan rangkulan Juna tapi apalah daya, Juna merangkulnya dengan cukup kuat.

"Ternyata Adikku sangat mengkhawatirkan Kakaknya yang tampan ini," Juna kembali menggoda Haejin.

Orang-orang yang berada di sekeliling mereka terlihat menertawakan tingkah laku keduanya. Juna sama sekali tidak peduli karena dia masih memakai penyamarannya yang tadi, sehingga tidak ada yang mengenalinya.

"Sekali lagi kau melakukan hal gila itu, aku tidak akan segan-segan membunuhmu, Tuan Lee!" ancam Haejin di dalam rangkulan Juna.

"Kau ingin kupecat, huh?" balas Juna.

"Lebih baik aku dipecat daripada aku harus kehilangan Kakakku. Apalagi setelah aku harus melihat Kakak tertuaku kritis di rumah sakit," sungut Haejin.

"Kau sangat menyayangi kami rupanya," Juna mengeratkan rangkulannya membuat wajah Haejin memerah.

"Dasar sinting! Kau mau membunuhku, huh? Lepaskan ini!" ujar Haejin sambil meronta-ronta.

"Maaf, aku terbawa suasana." ucap Juna sambil terbahak.

∆∆∆