"So, apa yang ingin kau bicarakan?" Sean duduk di sebuah sofa yang bersebrangan langsung dengan Marcel. Kedua pria itu tampak memancarkan aura dinginnya, bersyukur Lyora tak berada diantara mereka berdua.
Marcel tak bergeming, ia menatap Sean dengan tatapan yang sulit diartikan, hingga ia memberanikan diri memulai topik yang mungkin akan sangat sensitif dibandingkan saling memaki satu sama lain, "Dalang di balik kecelakaan kekasihmu."
Mendengar itu sontak Sean mengepalkan tangannya erat, ada rasa marah dan benci kala satu hal yang selalu ia cari kini akan terbukti.
"Katakan!" tegasnya tanpa mengalihkan tatapannya dari Marcel, mereka saling beradu pandang membuat keadaan semakin mencengkram.
Sean pikir, inilah puncaknya. Puncak dimana dirinya akan menemukan salah seorang atau mungkin lebih— yang sudah berani menyentuh miliknya. Ingatkan mereka jika Sean benci ada orang yang menyentuh miliknya.
"Aku tidak bisa mengatakannya." Apa yang Marcel lontarkan mampu membuat Sean menggeram tertahan, pria itu tampak memancarkan aura ketidaksukaan yang amat sangat dalam. Namun mau bagaimana pun juga dirinya tak boleh menyingkirkan citra baiknya di depan Marcel, ia sangat membutuhkan informasi yang amat sangat menggangu pikirannya itu.
"Why though?" tanya Sean pada akhirnya setelah berhasil meredam emosinya.
"I cant do this, ashole!" ulang Marcel.
Cukup sudah, Sean tidak termasuk ke dalam jejeran pria yang memiliki kesabaran di atas rata-rata. Bahkan hampir tak ada kesabaran yang Sean punya, apa yang ingin dia dapatkan harus terkabulkan saat itu pula.
"Don't fuck with me!" desis Sean memberi peringatan pada lawan bicaranya itu.
Sedangkan Marcel yang sudah menerima sinyal bahaya mulai bangkit dari duduknya, "I have to go now."
"Tidak setelah kau mengatakan apa yang ingin kau katakan," ucap Sean tenang seolah memberikan perintah pada Marcel untuk kembali duduk. Marcel tentu tak sebodoh itu, ia tampak kembali menjatuhkan bokongnya di tempat semula.
Marcel menghela nafasnya kasar, ia bimbang harus mengatakannya atau tidak, "Bagaimana menurutmu?" tanya Marcel tiba-tiba.
"Tentang apa?" pria itu balik bertanya.
"Bagaimana jika itu Paman Luciano?" Bukan— bukan jawaban yang Marcel berikan, melainkan sebuah pertanyaan baru yang cukup membuat Sean merasa kebingungan. Apa yang Marcel katakan tentang ayahnya itu? Apa dia sudah gila atau siap kehilangan nyawa dengan menuduh ayahnya?
"Are you fucking kidding me?" Tatapan Sean menajam, tersirat amarah yang luar biasa.
"Apa ini terdengar seperti lelucon bagimu?" tanya Marcel seolah menantangnya.
Tidak! Sean tau ayahnya tak akan melakukan itu. Luciano sosok pria yang teguh, pria itu tak mungkin menjatuhkan kehidupan anak tunggalnya sendiri.
"You are full of shit!" desis Sean final.
Marcel mengacuhkan bahunya acuh, "Entahlah."
Tak ada sahutan dari Sean, pria itu tampak fokus pada pikirannya sendiri, sedangkan Marcel mulai mengambil ancang-ancang untuk pergi, ia malas membahas sesuatu yang tentu tak akan Sean terima.
"I am gonna go, see you later," ucapnya lalu pergi meninggalkan Sean yang masih mematung seorang diri.
***
"Baby," Sean berjalan mendekati Lyora yang masih berbaring di atas tempat tidur sembari menyaksikan acara televisi yang tampak sangat membosankan itu.
Lyora melirik Sean sekilas, lantas kembali fokus pada tayangan yang ada dihadapannya itu, tak dapat Lyora pungkiri jika dirinya sebenarnya malas menyaksikan acara televisi yang hanya membahas hal-hal tak berguna.
Sean merangkak naik ke atas tempat tidur, meletakan lengan kekarnya di bawah kepala Lyora dan satu tangannya lagi mendekap pinggang Lyora erat seolah tak memberi celah sedikitpun untuk Lyora bergerak.
Tentu saja Lyora pasrah, toh tak ada yang bisa wanita itu lakukan.
Sean memandangi wajah tenang Lyora yang begitu terlihat sangat cantik, Sean tak pernah berbohong akan hal apapun, pantas saja pria itu selalu tergila-gila pada Lyora. Selain Lyora yang memiliki sisi berbeda dari setiap wanita di luar sana, Sean tak tau mengapa hatinya selalu tertarik hanya pada Lyora saja.
"Kamu selalu terlihat cantik, sayang." pujinya sembari mengusap bibir ranum Lyora dengan gerakan sensual.
Lyora meliriknya sekilas, lantas kembali fokus pada tayangan televisi sembari bergumam, "That is because I am incredible."
"Yeah, sure."
Mereka kembali dalam keheningan, percaya atau tidak— ada banyak pertanyaan yang ingin Lyora lontarkan, namun apa ia mampu menanyakan itu pada Sean dan apa dirinya berhak atas semua itu?
"Sean?" panggilnya. Sean hanya bergumam sebagai jawaban, pria itu lebih memilih fokus pada leher jenjang Lyora sembari mengecupnya berulang-ulang.
"Ada yang ingin aku tanyakan," cicit Lyora. Wanita itu tampak ragu, ia tak tau apa dirinya benar-benar harus menanyakan itu pada Sean? Ia merasa penasaran sekaligus khawatir, pasalnya Sean kembali dengan wajah yang tidak bersahabat setelah menemui Marcel.
Sean menghentikan aktivitasnya, ia menatap Lyora dengan tatapan penuh tanya, "What is it Sayang?"
Lyora tau jika Sean tak akan marah padanya hanya karena dirinya menanyakan sesuatu yang mungkin menyangkut kehidupan pribadi pria itu, namun tetap saja Lyora merasa tak nyaman akan hal ini.
"Apa yang kamu bicarakan dengan Marcel?" tanya Lyora pada akhirnya.
Sean tampak mematung, hal itu tak luput dari penglihatan Lyora, wanita itu tau ada sesuatu yang tengah terjadi pada pria itu dan Marcel.
Sean menghembuskan nafasnya pelan, hal yang tak mungkin jika dirinya mengatakan ini pada Lyora, "Tidak ada, hanya urusan bisnis saja."
Lyora tampak ragu, "Kamu yakin?"
Sean diam, tak ada jawaban yang pria itu berikan. Sean bahkan sudah kembali menggoda Lyora dengan terus menciumi leher jenjang Lyora sesekali meremas payudara wanitanya itu.
"Kau tau bukan aku tak suka jika kamu berbohong," sambung Lyora membuat Sean lagi-lagi mematung di tempatnya.
Sean bangkit dari tidurnya, ia memandang Lyora yang masih setia berbaring semabri menatapnya lekat, "I know, baby. Tapi memang hanya itu yang aku dan Marcel bicarakan."
Entah mengapa namun feeling Lyora berkata lain, Lyora tak tau harus menjawab apa, alhasil ia mengagguk dan kembali fokus pada tayangan televisinya.
"Kamu tak percaya, hm?" Sean menarik kedua tangan Lyora untuk ikut bangkit, di peluknya erat tubuh Lyora seolah pria itu tak akan pernah sudi kehilangan wanitanya.
Lyora menghembuskan nafasnya, "Tidak, aku percaya padamu."
Bodoh memang, tapi hanya ini yang bisa Lyora katakan. Ia mengaku jika dirinya tak percaya jika yang Marcel dan Sean bicarakan hanya sebatas bisnis semata. Namun apalah daya, ia tak bisa memaksa Sean mengatakan hal yang tidak ingin pria itu katakan. Biarkan saja pria itu berbicara semaunya sendiri.
"Kita harus pulang nanti malam sayang, apa kamu tak apa?" tanya Sean hati-hati.
Lyora mengagguk sebagai jawaban, ia memang akan selalu mengikuti apa yang sudah menjadi keputusan Sean.