webnovel

Luna: Rasa Yang Tak Berubah

Luna menyukai Laskar. Tidak, mungkin menyayangi. Bukan. Tapi, mencintai lebih tepatnya. Luna berdetak kencang hanya saat berada di dekat Laskar. Seluruh eksistensinya berhasil di rebut oleh pria itu. Luna mencintai Laskar dalam diam. Selalu berharap penuh untuk kebahagiaan pria itu ... ya, walau kebahagiaan Laskar bukan bersamanya. Karena sesungguhnya Laskar mencintai Rena - kakak dari Luna. Rena pun demikian, wanita itu juga membalas balik perasaan Laskar. Mencintai pria itu. Sementara Luna, hanya bisa menelan pil pahitnya bulat-bulat sendiri. Hingga ia sampai pada titik dimana ia harus mengorbankan perasaannya. Membuangnya jauh-jauh. Namun, bagaimanapun kerasnya Luna melakukan itu, hatinya tak bisa berbohong, bahwa rasa yang ia punya, tak pernah bisa diubah. Sudah terlalu mengakar dan melekat kuat. Berakhir menyiksa, karena ia tidak tahu kemana rasa itu akan dibawa.

Marrison · Urban
Zu wenig Bewertungen
10 Chs

Gencatan Perlakuan Manis Laskar

Pagi yang cerah di hari selasa, kicauan burung bahkan terdengar meriah di tengah-tengah perkotaan seperti ini, tidak lama lagi bunyi suara mobil akan terdengar berisik menyambut pagi yang sibuk di London. Apalagi apartemen yang di bangung di pusat kota ini berada di jalan utama, untungnya Luna bertempat tinggal di lantai 23 dan suara bising orang-orang dan bunyi klakson mobil masih bisa diredam.

Luna membuka tirainya dan membiarkan apartemennya di masuki sinar sang surya dan udara segar, dia merenggangkan tangannya dan menutup mulutnya karena menguap lebar. Lalu tangannya merespon saat mengingat sesuatu dengan memegang bibirnya.

Ya Tuhan.... karena itu Luna susah tidur selama 2 hari ini.

Luna keluar ke balkon apartemennya dan mengintip ke balkon sebelah, biasanya ada Laskar di sana, duduk dengan tenang sambil membaca buku dan menghirup teh pagi lalu dengan senyum selebar bulan sabit dan mata sipit dia akan berkata 'Pagi Luna.' Apa dia pergi? Apa dia belum bangun? Aagghh! Hanya karena satu ciuman dia bisa membuat Luna terkena serangan stroke dan jantung tiba-tiba. Karena dia juga membuat Luna terinfeksi penyakit mematikan bernama Insomnia.

Luna masuk kembali ke dalam saat belnya berbunyi. "Iya tunggu sebentar."

Malam tadi Luna meminta pelayanan apartemen untuk datang membawakannya sarapan. Luna tidak pernah memasak dan biasanya Luna makan di kampus tapi hari ini Luna tidak ada mata kuliah. Luna membuka pintu apartemennya tanpa melihat dulu siapa yang datang, begitu terbuka Luna langsung membuka lebar pintu kamarnya, "Aku sudah menunggu, silakan masuk saja-"

"Kau suka pasta?" tanya Laskar, dia menerobos masuk ke dalam apartemen Luna dan langsung melihat sekeliling sebelum akhirnya dia memutuskan menuju dapur. "Aku pinjam dapurmu."

"Ng?" Luna melongok diam, dia seperti orang bodoh membuntuti Laskar dari belakang. Dia tidak lagi memperhatikan penampilannya yang saat ini seperti balita yang baru bangun tidur usai menyusui.

"Ck-ck-ck." Laskar berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, dia menatap Luna dari atas dan ke bawah lalu dengan usapan lembut di pucuk kepala Luna dia tersenyum seraya berkata, "Pergilah, selagi aku mempersiapkan sarapanmu lebih baik tuan putri mandi dulu, jangan lupakan tradisi asli kita untuk mandi sehari 2 kali."

Luna mengambil langkah cepat menuju kamar mandi yang ada di kamarnya, bagaimana bisa Laskar bersikap biasa-biasa saja seolah tidak terjadi apapun pada mereka kemarin? Bagi orang lain satu ciuman kecil memanglah hanya seperti helaan nafas semata tapi baglain satu ciuman kecil memanglah hanya seperti helaan nafas semata tapi bagi Luna satu ciuman terutama di bibir.

Luna cepat-cepat membersihkan tubuhnya, dia yang biasanya berendam air hangat di Bathub kini hanya menyiram tubuhnya dengan shower asal saja, yang penting basah. Lalu, bagaimana setelah ini? Luna harus bagaimana menghadapi Laskar.

Luna keluar dari kamar mandinya dan mengambil bajunya asal, yang jelas isi dari lemari bajunya sama semua, baju yang Luna sukai.

Dan Luna suka baju-baju seperti itu semua juga karena Laskar.

Semua karena Laskar!

Begitu Luna membuka pintu kamarnya semerbak bau keju yang meleleh berpadu Seledri menghiasi ruangan yang di dominasi dengan warna putih ini.

Laskar tersenyum menyapa Luna dengan dua buah piring yang berisi masakannya, dia meletakan piring itu di meja dapur yang juga biasa Luna pakai untuk tempat makan karena di apartemennya ini tidak ada meja makan. Lagipula hanya Luna yang tinggal dan makan disini.

"Snow white, kemarilah, sarapanmu sudah siap." Panggilan apa lagi yang di pakai Laskar untuk memanggil Luna? Snow White?

Jauh dari semua mimpi-mimpi Luna adalah dipanggil Laskar dengan sebutan Snow white yang berhasil mengalahkan ibu tiri dan mendapatkan sang pangeran.

Ibu tiri yang jelmaan dari ketidak-percayaan dirinya dan pangeran yang tentu saja adalah Laskar.

Mimpinya terwujudkan? Bisa sarapan bersama dengan Laskar, dipanggil Snow white dan merasakan kebahagiaan? No! Yang terakhir tidak termasuk, dia tidak bahagia, karena semuanya sandiwara, Laskar berpura-pura dan itu sudah sangat jelas. Dia mengatakannya sendiri dan tidak ada alasan apapun utuk Laskar bersikap baik padanya kecuali ini hanya mimpi atau mungkin tentu saja sandiwara murahan saja.

"Ini untukku?" tanya Luna kaku sambil duduk di kursi yang sudah di tarikkan Laskar untuknya. Sekali lagi Luna merutuki dirinya sendiri. Tentu saja ini untukmu Luna bodoh! Lihat saja sekarang, Laskar sudah menertawainya dan sambil makan tersenyum-senyum kecil melihat ekspresi bodoh Luna.

"Ada jam kuliah hari ini? Kuantar ya?" Laskar menawarkan, padahal sudah sangat jelas dia tahu kalau Luna mulai saat ini akan berangkat dengan Thea.

"Tidak, aku tidak ada jam." Luna lagi-lagi mengutuk dirinya sendiri karena menjawab pertanyaan Laskar sekaku itu. Itu seperti bicara seseorang yang bicara dengan grogi dengan orang yang disukainya. Bagaimana sebaiknya.

Luna memasukkan pastanya berlahan ke dalam mulutnya dan rasa keju yang manis langsung meleleh dimulutnya, rasanya seperti terbang dan tidak sengaja Luna memejamkan matanya menikmati makanannya.

"Enak?" Terdengar suara Laskar bertanya dan Luna dengan malu-malu membuka matanya dan melihat Laskar di sampingnya yang tersenyum karena melihat keluguan Luna, "Aku belajar memasak sedikit dari sepupuku."

Luna mengangguk kecil, lalu Luna berfikir keras. Dia harus membuat percakapan dengan Laskar,kan? Luna tidak mau terlihat kaku seperti ini. Tapi bicara apa? Luna takut membuat kesalahan dan malah akan mempermalukan dirinya sendiri.

"L-laskar ... ak--"

Laskar tampak menghentikan sarapannya dan menunggu Luna mengatakan apa yang ingin Luna katakan, tapi di perhatikan seperti itu oleh Laskar malah membuat Luna semakin tidak percaya diri.

"Luna suka Pasta? Ada makanan lain yang Luna suka?" tanya Laskar tiba-tiba membuat rasa khawatir dari dalam diri Luna menghilang.

"Cookies," jawab Luna singkat, apa jawabannya cukup? Apa Laskar malah akan menganggapnya aneh?

"Cookies? Aku pernah buat cookies. Meski bukan cookies terlezat di dunia tapi aku yakin cookies buatanku layak di makan." Laskar menggeser piring pasta miliknya lalu meletakkan tangannya di meja dan mengarahkan duduknya menjorok ke Luna, "Lain kali aku akan buatkan cookies untuk Luna, tapi kalau Luna mau aku bisa membuatnya sekarang, bagaimana?"

"Ti-tidak-tidak! Tidak usah repot-repot." Luna menggerakkan tangannya seolah mengatakan pada Laskar kalau itu tidak perlu.

"Ah tidak apa. Aku lumayan suka memasak. Apalagi kalau memasak untuk Luna."

Whats! Dia sedang apa? Apa dia sedang menggoda Luna? Tidak Luna jangan salah paham.

Dia bilang seperti itu karena dia memang orangnya ramah pada setiap orang, it's oke. Jangan panik, jangan keger-eran dan jangan kepedean.

"Te-terimakasih." Lalu tanpa berfikir panjang dan tanpa rasa tidak percaya diri itu pertanyaan langsung keluar dari bibir Luna, "Kalau Laskar suka makanan apa?"

"Aku? Aku suka sesuatu yang manis. Apapun itu yang penting manis," jawab Laskar antusias, lalu dia menopang dagunya dengan kedua tangannya seperti anak kecil dan menatap Luna lurus, "--yang penting manis seperti Luna."

"A-ap." Luna membekap mulutnya sendiri, Laskar pasti sedang menggodanya saja, Laskar hanya mengerjainya saja, itu saja. pasti itu! Luna tidak boleh terpengaruh sedikitpun.

"Oh sama, Chris juga suka makanan yang manis-manis." Luna melihat reaksi Laskar saat Luna mengatakan sesuatu tentang Chris dan benar saja, dia langsung kembali ke posisinya dan mengambil air mineral.

"Oh."

"Iya. Chris juga bilang kalau dia suka cookies buatanku. Aku sering membuatkan Chris cookies." Ya. Hanya ini cara yang akan membuat Laskar diam dan marah. Lalu dia akan pergi dari sini.

"Begitukah? Oke aku mengerti," Laskar membereskan bekas makan mereka, dia lalu tersenyum singkat pada Luna, "Kau mau aku pergi, 'kan? Jangan buat aku cemburu dengan terus membicarakan Chris, aku pergi sekarang ya."

Jadi dia tahu?

Jadi Luna memang gampang di tebak ya?

"Kalau begitu." Laskar dengan gerakan cepat menarik lengan Luna lalu membuatnya dekat dengannya dan mendekap Luna lalu menjatuhkan ciuman singkat pada Luna di bibir hingga Luna diam seperti ikan badut, "Aku pergi dulu, Snow white."

Luna rasa dia akan segera lumpuh.

***

Bersambung.