webnovel

2. Mimpi aneh

Di dalam sebuah kabut, aku melihat seorang wanita melambaikan tangan kepadaku. Ku coba mengernyitkan alisku untuk melihat dengan jelas siapakah sosok wanita yang berada di dalam kabut. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku, aku menoleh melihatnya jelas seorang pria paruh baya dengan telinga berujung lancip seperti milik para peri dalam cerita dongeng. Ia membisikkan sesuatu padaku, namun terdengar samar-samar. Kemudian kabut menghilang, terlihat begitu jelas penduduk kota yang mati kelaparan bahkan puing-puing bangunan menjadi tempat berlindung mereka dari orang jahat.

Aku mencoba untuk bertanya, namun mulutku tak dapat di gerakkan. Pria paruh baya itu menatap tajam mataku, seperti semua ini adalah salahku lalu menghilang menjadi asap. Seorang pria dewasa dengan badan tegap dan gagah, memberikan sebuah penghormatan kepadaku. Ia menarik tanganku, mengajakku ke sebuah hutan yang begitu aneh. Ukuran pohon nampak tak lazim jika ini adalah bumi.

"Kemana kau akan membawaku pergi?" tanyaku.

Tapi, pria yang tak ku kenali itu tak menjawab pertanyaanku. "Siapa kau sebenarnya?" aku mencoba bertanya kepadanya lagi. Namun dengan sikap yang sama, ia tetap tak ingin menjawabnya. Aku terus melangkah mengikutinya, berjalan di atas lumpur bewarna ungu dan kadang terdengar lolongan serigala dari kejauhan.

Ia berhenti di depan mulut goa, mempersilahkanku untuk masuk kedalam sana. Ku beranikan diri untuk melangkah memasukinnya, seketika terlintas sebuah mimpi aneh tapi sepertinya ini bukan mimpi, namun sebuah ingatan yang telah lama terlupakan. Aku terus berjalan mengikuti mulut goa yang gelap dan basah tak berujung. Tanpa ku sadari, aku telah berpindah ke sebuah negeri di atas awan. Wanita yang sebelumnya ku lihat di balik kabut, kini nampak dengan begitu jelas bagaimana cantiknya ia, berdiri di antara dua pepohonan yang berbuah lebat dan di kelilingi dengan kebun bunga berwarna warni, membuatnya parasnya begitu rupawan untuk dipandang. Ia sepertinya memanggil namaku, tapi tak terdengar dengan jelas apa yang coba ia ucapkan, ke dua belah bibir terlihat komat-kamit tanpa suara. "Duuuaaaaarrrrrrr!!!" petir menyambar istana awan, merubuhkan setiap bangunan yang ada di sana membuat percikan api dan membumi hanguskannya. Aku berdiri dengan kaki yang bergetar merinding, tidak percaya dengan apa yang aku lihat barusa. Aku merasa ini benar-benar bukan mimpi, tapi kenapa masih menjadi rahasia di part ini. Dari utara istana awan, sebuah pesawat yang berukuruan begitu besar menutupi seluruh dataran negeri awan. Wanita tadi menyuruhku untuk segera pergi menggunakan bahasa isyarat. Menyuruhku berlari hingga ke belakang bukit. Tanpa pikir panjang aku mengikuti permintaannya, tak lama kemudian segerombolan tentara bersenjata lengkap, mengejar dengan bertubi-tubi menghujani ku dengan peluru, namun tak satupun mengenai sasaran.

Kemudian kabut hitam menyelimutiku, membawaku kembali ke tempat aku berada. Aku bangun begitu saja, "Dag dig dug." jantungku berdegup kencang, diriku linglung, membuat teman yang tidur bersebelahan ikut terkejut.

"Dhik, lu kenapa?" tanyanya penasaran.

Aku begitu linglung, mimpi tadi membuatku sedikit lupa ingatan. Turun dari ranjang dan menuju kamar mandi, berjalan dengan pandangan kosong. Membuat beberapa orang merinding saat melihatku, serta membuat sebagian lainnya bingung.

"Dhika!!!" Zabih menteriaki telingaku, namun ntah mengapa mulut masih tetap terkunci hingga aku mengambil beberapa gayung mengguyur basah kepalaku. Pandangan kala itu masih kosong, aku tak bisa berkutik apa pun.

"Lu kenapa dhik?" tanya Zabih, namun aku tetap terdiam dan tak bisa menjawab pertanyaanya. "Apa ini yang dinamakan imobilisasi pada manna seorang penyihir?" fikirnya dalam hati. Lalu ia mencoba menuntunku untuk keluar dari zona perbatasan ini, agar tubuhku dapat kembali menyerap manna sihir.

"Zabih, Dhika mau kemana kalian?" Tanya seorang penjaga, ia ingin menghentikan Zabih yang mencoba untuk keluar dari perbatasan.

"Berhenti!!!" perintah sang penjaga, namun Zabih tak menghiraukannya ia tetap melakukan experimenya itu untuk menyelamatkanku.

Hanya tinggal satu langkah dari zona itu penjaga telah menangkapnya, namun ia tetap mendorongku keluar. Benar saja begitu aku berada di luar zona, seluruh manna mengalir deras dalam diriku. Membuatku begitu bertenaga, semua penyihir yang ada di dalam zona memaksa untuk keluar dan menikmati apa yang aku rasakan. Tubuh masing-masing dari mereka bercahaya dengan warna yang berbeda. membuat mereka kembali ingat dengan warna sihir mereka.

Bagi para penyihir, sihir adalah bagian dari jiwa mereka. Apabila manna itu terkuras habis maka mereka akan merasakan kesakitan bahkan membuat mereka tak bisa bergerak. Namun bagi mereka yang tidak memiliki sihir dari lahir, mereka hanya menggunakan itu sebagai alat. Sihir yang memiliki warna cerah konon berasal dari para dewa, sedangkan berwarna gelap adalah sihir kegelapan berasal dari kutukan para iblis. Tapi kenapa milikku tak berwarna? apakah aku bukanlah seorang penyihir?

"Dhika, look at me!" seru Zabih menunjukkan warna sihirnya. Aku dan siswa lainnya yang melihat warna jiwa sihir milik Zabih begitu terkejut, karena warna jiwa sihir miliknya berwana emas. Bahkan dalam buku-buku tak ada penjelasan mengenai itu.

"Seriusan, kenapa milik kita bedua berbeda?" aku terkejut tak percaya.

"Hah, hmm ntah lah." teriaknya dengan perasaan yang begitu riang.

Tiba-tiba awan yang sebelumnya cerah ceria, menjadi gelap di ikuti angin dan petir yang begitu menakutkan. Datang para segerombolon penyihir dengan sapu terbang dari sekolah sihir, dengan seragam hitam khas milik mereka. Menantang kami semua untuk bertarung di arena sihir yang akan diadakan minggu depan.

"Heii para badut bodoh!!" ejek salah seorang dari mereka.

"Jika kalian cukup hebat, datanglah ke arena sihir!" ujar salah seorang lainnya.

"Kami ingin melihat kehebatan dari kalian wahai para badut." sambung yang lain.

"Hahahahaha." Seluruh siswa tertawa terbahak-bahak, memandang kami sebagai penyihir yang lemah.

Seorang guru yang dari tadi menyaksikan kami berkata, "Kami setujui tantangan kalian!" jawabnya lantang.

Seluruh siswa terbengong-bengong mendengar jawabannya. "Tapi pak, kita kan jarang berlatih sihir." bisik seorang murid.

"Waahh... akhirnya seekor babi bodoh berani berkata." Ujar seorang anak bertudung merah dengan sombongnya.

"Tarik perkataanmu yang merendahkan guru kami!" ujar Zabih geram.

Anak bertudung merah itu mengeluarkan api dari tangannya, mendekati Zabih dan berkata. "Hei, badut apa kau ingin ku bakar dengan api ini?" ia kembali merendahkan, dengan aura intimidasi yang begitu kejam dan hebat, mengancam Zabih agar tak bisa berkutik.

"Haaaahhh...." Zabih menguap bosan, "Apakah itu yang kau sebut dengan api?" ujar Zabih mengomporinya, lalu dengan mudah ia memadamkan api dalam satu hembusan nafas. "Api yang kau keluarkan terlalu kecil dan lemah wahai adik kecil." sambungnya.

Anak bertudung merah itu terkejut ketakutan, ia heran dan malu sepertinya dia adalah salah satu penyihir terkuat di sekolahnya.

Zabih kembali melayang tanpa sapu terbang, menciptakan bola api yang begitu besar berwarna putih kebiruan, melelehkan apapun yang ada di dekatnya membakar pepohonan walau itu hanya terkena angin dari bola api tersbeut. Sehingga membuat nyali mereka ciut seketika, mundur selangkah demi selangkah. "Bush!!" Api yang begitu besar tadi padam menghilang begitu saja. Zabih pun heran begitupun dengan lainnya.

"Hentikan pertengkaran yang memalukan ini!" suara itu bergema dari langit, memecah keheningan.

Dari langit yang gelap turun seorang wanita bertudung hitam pekat, memberikan hormat salam permintaan maaf kepada seluruh siswa dan guru-guru kami.

"Maafkan atas keteledoran saya dalam mengawasi junior-junior bodoh ini." ujar wanita itu dengan anggunnya. "Saya pastikan hal yang memalukan ini tak akan terulang kembali." sambungnya.

"Apakah dia yang menghentikan api abadi tadi?" gumamku dalam hati.

Wanita itu turun ke bawah, membaca mantra dan mengeluarkan sihirnya memundurkan waktu untuk membuat bangunan dan pepohonan yang mencair dan hangus tadi menjadi seperti sedia kala. "Waaahh hebat sekali wanita itu." gumamku lagi, "Kekuatan apa yang dia miliki sebenarnya?" aku terus-terusan saja mengagumi kehebatannya, sampai-sampai aku tak menyadari bahwa semua pengganggu yang tak di undang itu telah pergi dan awan kembali cerah seperti sebelumnya.

---------------------------

Jam 17.00 pm sore.

Seluruh siswa yang memiliki mana dan berpotensi menjadi penyihir dikumpulkan menjadi satu dalam sebuah ruangan. Guru besar atau biasa di panggil pak Jono yang berkulit coklat sawo matang, memberikan rambu-rambu dan mengajak kami untuk berpartisipasi dalam ajang turnamen yang diadakan dalam beberapa tahun sekali. Pak Jono lah yang tadi membuka mulut untuk menerima tantangan dari mereka. Walau ia sudah berumur paruh baya, namun tekad semangatnya untuk mengajarkan sihir di dalam lingkungan non-sihir ini tetap ada.

"Pak, bagaimana cara kita untuk mengalahkan mereka yang setiap hari berlatih?" Fatih murid paling berbakat di sekolah ku, angkat bicara.

"Benar pak!!!" sorak lainnya.

"Tenang saja, saya memiliki cara dan rencana untuk turnamen ini." Jawabnya lugas seraya tersenyum kecil.

Creation is hard, cheer me up!

Have some idea about my story? Comment it and let me know.

Ibnu_mindhoorcreators' thoughts