webnovel

Cinta dan Penyesaaln

Seorang pria baru menapakan kakinya di luar gerbang besi sebuah penjara di pinggir kota itu. Ini pertama kalinya setelah kurang lebih tiga tahun lamanya ia mendekam di dalam penjara. Sebab kesalahan fatalnya dalam merealisasikan cinta pada seorang wanita.

Semua fakta yang hadir membuat sesal di hatinya kian menumpuk dan kian jadi gunung yang terus melemahkan batinnya. Sungguh Adit sangat menyesali semua.

Di tatapinya sebuah amplop berwarna biru muda di tangan kanannya, senyum lirih terukir di ujung bibir sebelum ia menengadah kelangit biru cerah yang membentang sombong di atas cakrawala.

"Thanks Han... Mel..."

Pria tampan di paruh usia tiga puluh tahunan itu melanglah memasuki hunian yang dulu ia tinggali sebelum penjara menjadi rumahnya tuk beberapa waktu.

Seperti yang telah tersebut. Adit namanya. Ia membuka satu persatu kain putih yang menutupi tiap perabot di dalam apartemen.

Kenangan seolah menyeruak dari arah yang tak asing, di dekatinya rak buku yang dengan mudah terbuka tatkala Adit mendorongnya. Itu sebuah pintu, dan kini sebuah kamar pun tersaji di hadapannya.

Tempat itu gelap, Adit masuk dan menyalakan saklar lampu remang berwarna merah.

Pemandangan di dalamnnya amat menyemakkan mata sebab kertas yang berserak di mana-mana. Di pungutnya sebuah kertas yang masih tertempel di dinding. Sebuah Foto.

Dalam potret itu seorang wanita tampak tersenyum hangat di samping pria yang saat ini tengah memandangi foto itu.

Adit dan Imel pernah bersahabat baik kan. Dan itu salah satu potret kebersamaan mereka yang pernah Imel unggah di akun Instagramnya. Entah bagaimana sekarang. Mungkin selain di hapus dari akun Sosial, Imel telah menghapus semua potret Adit dari memorycard dan bahkan wanita itu mungkin tengah berusaha lupakan segala hal tentang Adit dari kenangan hidupnya, seoalah Adit tak pernah ada.

Adit sadar, selepas semua yang telah ia lakukan pada hidup Imel dan Johan. Adit harusnya sudah tidak pantas di sebut manusia.

Dosanya bukanlah hal yang dapat di tebus dengan terkurung dalam bui saja, Adit amat tahu jika kesalahan masa lalu itu tak akan pernah setara walau ia membayarnya sepanjang hidup bahkan dengan nyawa.

Kesalahan fatal yang membuatnya harus kehilangan Kepercayaan, kasih, teman dan cinta sekaligus akibat ego dari yang di namakan cinta buta.

Cinta yang harusnya saling menguatkan dan menyembuhkan Adit jadikan sebagai nuklir paling menyakitkan untuk orang-orang yang sialnya baru Adit sadari kini jika mereka semua adalah... Yang paling Adit sayangi.

Ia pernah menjadi begitu keji dan gila karena Cinta walau kini yang ada hanyalah penyesalan.

Andai dulu ia tak sebodoh itu, Andai dulu ia tahu batas dan lebih waras sedikit saja, Andai-andai-andai !

Hanya ada Andai saja kini... Sejauh apapun Adit berharap sebuah andai yang ia inginkan tak mungkin terjadi karena waktu yang telah lewat tak dapat di ulang lagi.

Di Jabatnya tangan pria paruh baya berjas Abu-abu itu. Adit tersenyum ramah dan lega seraya berucab "Senang berbisnis dengan anda. Terimakasih banyak."

"Sama-sama." Balas pria beruban itu dengan tatapan ramah. Ia adalah seorang agen properti yang baru saja sepakat membeli apartemen Adit.

Tanpa perlu mengenang rumahnya sekali lagi Adit memakai ranselnya dan melangkah keluar.

Adit tidak memiliki harta atau aset yang tersisa kecuali hanya Apartemen ini. Semua aset yang ia peroleh dari perusahaan Johan atau hasil jerih payahnya sebagai seorang Dokter telah disita pihak berwajib.

Namun Johan menyisakan apartement ini tetap atas nama Adit. Lagi-lagi Tampaknya Adit harus merasa bersyukur pada Johan yang tak menuntut ganti rugi.

Perihal semua harta Adit, Johan hanya mengambil apa-apa yang memang sejak awal adalah miliknya.

Masih terkenang jelas moment setahun lalu tatkala Imel dan Johan datang mengunjunginya di penjara. Imel memilih langsung beranjak pergi begitu melihat Adit di bawa masuk ruang kunjungan.

Jujur saja hati Adit berdenyut perih, ada gumulan rasa malu dan takut Adit duduk di hadapan Johan. Mereka di pisah dinding kaca tebal yang terdapat lubang-lubang untuk berbicara. Tak banyak yang Johan katakan, pria itu menatap tajam pada Adit yang hanya bisa balas memandangnya dengan tatapan sendu.

"Udah dua tahun. Ah enggak... Baru dua tahun yah. Dan gue udah terlalu banyak dengar perihal baiknya kelakuan lo serta beratnya penyesalan yang udah lo tunjukan... Gue bukan orang keji yang bisa ambil hak hidup orang lain semena-mena. Gue bakal cabut tuntutan atas hal yang Lo perbuat ke DIRI GUE. Tapi lo masih akan mendekam di penjara atas apa yang lo lakuin pada Imel dan Mela. Thanks udah jadi temen yang brengsek dan tulus jagain istri gue lima tahun terakhir. Gue harap kita ga usah bersinggungan lagi disisa umur kita. Anggab ini kebaikan terakhir gue karena lo pernah jadi bagian dari kita. Dulu, lo, gue, Rendi, Bagas sama Aron bahkan lebih dekat dari keluarga kita masing-masing. Kita berlima keluarga yang kemudian hancur karena lo. Gue ga perna ngelarang anak-anak tetap bergaul sama lo, itu pilihan. Kita semua udah terlalu dewasa untuk urusan milih temen bergaul. Gue harap... Lo bener menyesali semua dan balik jadi orang yang dulu gue kenal. Meski hubungan lo dan gue ga bakal pernah sama lagi. Ini pertama dan terakhir kali gue datang ketempat ini buat lo. Tersiksalah sampai habis masa hukuman lo. Dan... jangan pernah muncul di hadapan gue atau keluarga gue sampai kapan pun lagi."

Setelahnya Johan langsung bangkit dan pergi.

Dan kini setelah bebas, Tempat pertama yang paling ingin Adit datangi adalah tempat ini.

Diatas motornya Adit membuka kaca helm agar bisa lebih jelas menyaksikan interaksi seorang gadis kecil yang berlarian riang menuju dekapan ayahnya yang baru memarkir mobil di halaman rumah.

Menggendong putrinya itu ia menghampiri  sang istri. Johan mengecup dahi ibu si anak penuh sayang.

"Jeno mana?" Ujar Johan mencari putranya yang tak turut menyambut kepulangannya setelah perjalanan bisnis empat hari empat malam yang sangat melelahkan.

"Eh iya, mana yah Jeno? " Jawab Imelda pura-pura sambil memberi kode pada sesorang. Dan tak lama seorang anak yang bersembunyi di balik tanaman hias muncul dengan lengkingan kata mengagetkan. Dan berbuah tawa tak tertahan dari semua yang melihatnya.

Imelda, cinta Adit itu kini terlihat lebih cantik dengan rambut pendek dan perut buncit mengandungnya. Dan sialnya, hingga kini pun hati Adit masih berdesir untuk wanita itu.

"Syukurlah kalian bahagia... Maaf... Untuk semua... Mela... Maafkan om Adit..."

Sebulir air menetes di ujung matanya, tak ingin kian terlarut Adit lekas menyalakan mesin motornya sebelum ia melenggang cepat membelah sepinya jalanan bersama kehampaan dan patah hatinya.

BERSAMBUNG...