webnovel

Chapter 8 ( Can do it )

"Emm.. entahlah. Mungkin, karena dia punya kesenangan baru?" gumam Iam pelan sambil senyum-senyum sendiri. Anna mengerutkan kening.

"Dia bukannya marah padamu karena aku 'kan?" Anna bertanya dengan khawatir.

Iam lantas bingung, "Kenapa dia harus marah padaku karena kau? Aku tak mengerti."

Anna menghela napas panjang, "Dia.. tidak marah padamu karena cemburu padaku 'kan?" tanyanya akhirnya.

Anna berharap apa yang ditakutkannya tidak akan terjadi. Sekalipun ia memiliki perasaan pada Iam. Ia tidak ingin merusak hubungan siapapun. Dan Anna tidak ingin orang-orang malah akan semakin beranggapan buruk tentangnya. Lalu Iam, bukannya menjawab serius pertanyaan Anna, dia justru tertawa kencang.

"Kenapa kau malah tertawa?" tanya Anna yang bingung melihat Iam.

"Maaf. Maaf. Kau seharusnya tidak mengatakan kata-kata yang sangat lucu seperti itu. Kau membuatku sangat geli. Aku benar-benar tidak bisa menahannya. Kau bilang apa barusan? Cemburu? Padamu?" ulang Iam. Iam kembali tertawa.

"Kenapa dia harus cemburu padamu? Apa yang harus dicemburukannya darimu? Hem? Kau pasti bercanda," Iam tidak menyadari ekspresi wajah Anna yang menegang.

Anna menatap Iam kesal.

"Apa karena aku hanya wanita yang payah? Sehingga tak ada alasan bagi Jessi untuk cemburu padaku sekalipun kau berada di dekatku, Begitu? Itu yang ingin kau katakan?" Anna mendadak marah. Ia merasa terhina.

Iam berhenti tertawa. Ia sama sekali tidak bermaksud begitu. Bagaimana ia akan mengatakannya? Ia 'kan tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya pada Anna bahwa ia dan Jessi memang hanya sebatas sahabat.

Dan sebagai sahabat, Jessi tentu tidak mungkin cemburu pada Anna. Mereka tidak berada dalam posisi yang memiliki perasaan satu sama lain, seperti apa yang dipikirkan Anna tentang mereka. Jadi tentu saja itu sangatlah konyol dan tidak masuk akal.

Karenanya, setiap kali memikirkan itu, Iam merasa geli.

Iam menghela napas panjang dan mencoba berpikir keras. Ia tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya pada Anna sampai ia tahu betul bagaimana perasaan Anna padanya. Walau terkadang Iam merasa Anna sepertinya juga punya perasaan khusus padanya.

Tapi ada kalanya wanita itu bersikap seolah ia tak memiliki perasaan apapun padanya. Dan juga bersikap sangat keras bahwa mereka berdua hanyalah sebatas teman saja. Itu jelas langsung membuat asas praduga dan semangat Iam hilang.

Iam menatap Anna dengan lekat. Seandainya dia tahu bagaimana perasaan Anna padanya. Iam pasti tidak akan menjadi gila seperti ini. Ia tidak ingin jika perasaannya ini justru akan membuat jarak di antara mereka berdua nantinya. Karenanya selama ini ia belum juga berani mengungkapkan perasaannya ini.

"Ya, kau benar. Aku memang tidak akan sepadan jika disejajarkan dengan pacarmu itu. Aku tahu dia itu cantik, pintar dan sangat energik. Benar-benar wanita yang sempurna. Jadi tidak heran kenapa orang-orang mengatakan kalian sangatlah cocok. Tapi apa kau perlu tertawa menghinaku seperti itu? Membuatku sebal saja," celetuk Anna pura-pura marah padahal sebetulnya hatinya sangat sedih. Anna memalingkan wajahnya.

Iam mencoba tersenyum, "Maaf. Aku bukannya sedang menertawakanmu. Aku hanya merasa sekalipun Jessi selalu menempel padaku begitu juga sebaliknya seperti yang kau katakan, dia tidak akan mungkin cemburu padamu. Dia hanya baru saja menemukan kesenangan baru yang tidak bisa ia lepaskan. Jadi kau tidak usah memikirkannya."

Anna masih merasa ragu, "Benarkan?"

Iam mengangguk dengan yakin.

"Emm... membahas soal Jessi aku jadi penasaran, kira-kira kriteria pria seperti apa yang kau inginkan?" tanya Iam secara tiba-tiba. Membuat Anna terkejut.

"Kenapa kau tiba-tiba menanyakan hal itu? Kau tidak sedang mencoba untuk mengalihkan pembicaraan 'kan?" balas Anna tepat sasaran. Tapi Iam membantahnya.

"Tentu saja tidak. Hanya saja itu tiba-tiba terlintas di pikiranku. Kau 'kan anggota tim pemandu sorak. Itu artinya kau pasti bertemu dengan banyak laki-laki saat kau memberikan semangatmu itu pada mereka. Apa mungkin ada salah satu di antara mereka yang mungkin kau sukai?" tanya Iam penasaran.

"Apa sih yang kau bicarakan? Tentu saja tidak. Tidak ada yang spesial di antara mereka. Jangan bicara mengasal!!" jawab Anna.

"Benarkah? Lalu tipe pria seperti apa yang akan kau sukai? Kau pasti punya 'kan kriteria pria idaman? Seperti apa dia? Hem?" dorong Iam membuat Anna gugup.

"Tidak ada. Aku rasa aku tidak punya kriteria khusus seperti itu," jawab Anna sekedarnya.

"Ah, kau pasti bohong. Mana mungkin ada seorang wanita bisa tidak punya kriteria pria idaman. Itu mustahil!" Iam berseru tidak percaya.

"Baiklah, baiklah. Aku akan mengatakan satu hal yang kira-kiranya akan menjadi kriteria pria idamanku," seru Anna akhirnya menyerah. Ia berpikir sejenak, "Apa ya? Ah, aku tahu! Aku rasa aku akan menyukai pria yang seperti superhero."

Iam melongo, "Hah? Apa kau bilang? Superhero? Maksudmu pahlawan pembela kebenaran yang penyelamat umat manusia?"

Anna mengangguk.

Iam menanggapi dengan malas, "Jadi kau ingin mengatakan, siapapun yang ingin membuatmu jatuh cinta, orang itu setidaknya harus menyelamatkan dunia terlebih dahulu? Apa kau bercanda? Kriteria macam apa itu? Siapa yang mau melakukannya?!"

Anna terkekeh mendapati reaksi Iam. Mungkin ini konyol. Tapi itu memang benar.

Karena aku sudah menyukai seseorang yang dulunya pernah menyelamatkanku. Walaupun bukan penyelamat dunia. Tapi setidaknya dia sudah menyelamatkan hati dan hidupku dari saat itu. Bukankah itu sudah sangat keren?

Iam manyun-manyun sendiri karena pertanyaan seriusnya malah dianggap sebagai lelucon oleh Anna. Dan Anna hanya bisa menatapnya geli. Tapi saat tiba-tiba saja handphonenya berbunyi karena mendapat pesan masuk dan ia membacanya, ekspresi senang di wajahnya langsung menghilang.

"Maaf, sepertinya aku harus pergi," ujar Anna terburu-buru. Ia membereskan semua barang-barangnya lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Kau sudah mau pergi? Buru-buru sekali? Memangnya mau kemana?" tanya Iam penasaran.

"Bukan sesuatu yang penting. Hanya saja ada sesuatu yang harus aku urus. Jadi, sampai jumpa," ujar Anna. Iam menahannya. Membuat Anna menatapnya bingung.

"Kau akan kuizinkan pergi. Tapi hanya dengan satu syarat. Kau harus berjanji satu hal padaku," Iam menatap wajah Anna, "Berjanjilah untuk tidak akan terluka lagi. Apapun yang terjadi, jangan sampai kau melukai dirimu sendiri lagi hanya karena kecerobohanmu itu. Karena jika itu sampai terjadi... aku rasa aku akan semakin merasa bersalah. Apa kau mengerti maksudku?"

Anna tersentuh mendengarnya. Begitu perhatiannya 'kah Iam padanya?

Anna tersenyum. Ia mengangkat sebelah tangannya dengan sikap hormat bak seorang polisi, "Siap pak!" serunya lantang.

Iam mau tak mau tertawa geli. Anna membalasnya dengan tersenyum sambil sedikit berlinang airmata karena terharu.

Anna pun pamit lalu bergegas pergi. Ia berbalik. Dan raut wajahnya langsung berubah. Ia tahu apa kiranya yang akan terjadi padanya. Karena itu, ia sudah mempersiapkan diri dengan baik. Apapun yang akan dihadapinya, ia memutuskan untuk tidak pernah takut.

***