webnovel

Jiwa yang Tersesat

Kedua Dewa tampan itu masih berbincang sambil minum arak. A Heng mulai mengajak Liao Bo.

"Hei Dewa Tua..... Dari pada berdiri di situ, lebih baik kau bergabung dengan kami disini menikmati arak bunga."

Dewa Liao Bo pun bergabung dengan mereka.

"Qian Xun..... Mumpung aku disini, sebaiknya aku bersenang-senang sambil bekerja saja. Kebetulan, tahun ini ada banyak Jiwa yang Tersesat di Alam Fana. Biasanya mereka adalah Abadi yang melalui cobaan di dunia manusia tanpa izin. Nama mereka muncul di buku takdir tapi halamannya kosong dan aku tidak bisa menuliskan takdir mereka. Benar-benar membuat pusing."

"Oh, ternyata ada kasus seperti itu." Kata Qian Xun bingung." Mengapa mereka harus turun tanpa izin?"

"Saat melalui cobaan di dunia, Abadi akan melalui cobaan Cinta dan baru-baru ini banyak Abadi yang ingin menjalin cinta dengan kekasihnya yang sedang menjalani cobaan di Alam Fana. Jadi, mereka akan mencuri benang jodoh dan mengikatkan pada Abadi yang akan turun ke Alam Fana." kata si Dewa Tua. Ia memiliki pengalaman lumayan banyak tentang kasus seperti ini.

"Betul. Mereka sangat merepotkan. Tapi, Abadi yang turun tanpa izin, hanya bisa bertahan dia Alam Fana selama 12 hari. Berdasarkan perhitunganku, seseorang dari mereka akan kembali hari ini." kata A Heng menambahkan.

"Oh ia. Sepertinya sekarang sudah waktunya. Mari kita ke tepi sungai akhirat." ajak Qian Xun.

Sementara itu, Chu Hua, Dewi di Paviliun Luofeng yang bertugas mengecek satu persatu jiwa-jiwa yang telah mati di dunia Fana, sudah berdiri menunggu di tepi sungai akhirat dengan lembaran buku magis yang melayang di samping kirinya. Dalam buku itu tertulis nama-nama dan identitas jiwa-jiwa yang memasuki Paviliun Luofeng.

Qian Xun, A Heng Dan Dewa Liao Bo pun juga datang di sana.

"Chu Hua.... Mengapa hari ini kau yang memeriksa langsung? Mana bawahanmu?" tanya Qian Xun.

"Jawab, Yang Mulia. Pelayanan Chu Hua akhir-akhir ini sibuk dan kelelahan. Hari ini Chu Hua membiarkan mereka beristirahat." jawab Chu Hua.

"Hhhmm.... Seperti biasa, Chu Hua memang sangat baik dan rendah hati." Dewa Liao Bo menyanjung.

Chu Hua hanya tersenyum sopan.

Tak lama kemudian, para arwah telah berjalan berbaris menuju mereka. Dewi Chu Hua pun mengecek satu persatu nama mereka sesuai buku magis yang ada di sampingnya. Jiwa manusia yang telah diperiksa akan berjalan menuju sungai akhirat sedangkan Abadi yang telah melalui cobaan di Alam Fana berjalan ke arah lain, kembali ke tempat asalnya masing-masing.

Dari kejauhan tampak jiwa wanita dalam barisan yang terus berusaha menyembunyikan wajahnya sambil berjalan menuju Dewi Chu Hua menanti giliran. A Heng langsung menyadari apa yang terjadi ia pun mendekati wanita itu tapi dia terus memalingkan wajahnya dari A Heng berusaha menyembunyikan identitasnya namun akhirnya ia ketahuan juga.

"Dong Mei??"

A Heng langsung menarik telinga Dewi itu dan mengeluarkannya dari barisan.

"Aahhh..ampuunn Dewa Takdir, ampun. Tolong jangan beritahu kakek. Aku pasti akan dihukum habis-habisan."

Dong Mei adalah cucu Dewa Hujan yang sering membuat masalah.

"Dong Mei... Apa kau tahu menjadi manusia tanpa izin adalah kesalahan besar????"

"Aku tau, Dewa. Tapi, aku sangat mencintai Pei Zhi. Bagaimana kalau dia jatuh cinta pada Dewi lain di Alam Fana? Dewaaa.... aku mohon, maafkanlah Dong Mei kali ini."

Liao Bo juga mendekati mereka.

"Kakek Liao, tolong Dong Mei." ia memohon pada saudara Kakeknya.

"Dong Mei.... Paviliun Luofeng memang adalah rumahku. Tapi bukan berarti kau bisa melanggar peraturan sesuka hati. Kakek akan melaporkan ini pada Kakekmu Dewa Hujan agar ia menghukummu memberi contoh pada yang lain."

"Kakek....Dong Mei sudah tau salah. Dong Mei seharusnya tidak turun ke Alam Fana. Bukankah hukumannya hanya dikurung di penjara Langit dan berpuasa selama tiga bulan. Tidak apa-apa. Ini sebanding dengan cintaku untuk Pei Zhi."

"Kasian sekali, masih muda tapi sudah diperbudak cinta." Kata A Heng sambil menggelengkan kepala.

Para jiwa yang lain terus berjalan melewati A Heng, Liao Bo dan Dong Mei. Tanpa mereka sadari, jiwa yang ada di samping mereka yang sedari tadi berjalan dengan sangat lemas tiba-tiba terjatuh ke lantai dan berubah wujud jadi ular kecil berwarna biru dan tergeletak tepat di dekat kaki Dong Mei. Semuanya kaget.

"Aaaaaa!!!!! Ulaaarrrr!!!!" teriak Dong Mei. Ia sangat takut ular.

Qian Xun pun bergegas ke arah mereka.

"Ada apa?" Qian Xun yang baru datang tidak tau apa-apa.

A Heng mengambil ular kecil itu dan mengamatinya.

"Ia pingsan."

"Aah, pingsan?" Dong Mei tidak takut lagi setelah mendengar ular itu pingsan. Mereka semua mengamati ular biru kecil itu.

"Sepertinya dia juga adalah jiwa yang tersesat." kata Qian Xun.

"Mungkin saja. Aku akan coba memeriksanya."

A Heng pun memeriksa catatannya dalam Buku Takdir yang melayang di depan mereka.

"Aku tidak menemukan apa-apa. Dia tidak ada dalam catatan jiwa yang tersesat. Begini saja. Qian Xun, aku tinggalkan ular kecil ini di Paviliun Luofeng dan aku akan mencoba menghubungi para pelayan Aula Takdir yang tersebar di seluruh Alam untuk memeriksa identitas ular ini. Aku akan memberimu kabar secepatnya."

"Aku juga akan mengantarkan Dong Mei ke Dewa Hujan dan sekalian menanyakan masalah Si Ular. Dewa Hujan memiliki banyak teman di seluruh Alam. Mungkin saja dia mengetahui sesuatu." tambah Dewa Liao Bo.

"Baiklah. Aku mengerti."

Qian Xun pun mengambil ular biru kecil itu dan mereka semua berpisah. Qian Xun membawa ular itu ke kamarnya dan menyalurkan padanya kekuatan sihir, berharap ular itu segera sadar. Chang Pu yang datang ke kamar Qian Xun cukup kaget.

"Chang Pu tidak tau kalau ternyata Yang Mulia suka memelihara ular." katanya mengejek sambil tersenyum. Ia tau kalau Qian Xun tidak menyukai binatang peliharaan.

"Jangan menertawakanku. Sepertinya dia terluka parah. Aku hanya akan merawatnya untuk sementara. Setelah ada kabar dari A Heng, dia akan di kembalikan ke asalnya."

"Mengapa Yang Mulia tidak mengambilnya saja, dengan begitu, yang Yang Mulia tidak akan kesepian kalau punya binatang peliharaan. Yang Mulia akan terhibur dan lebih sering tersenyum ha ha ha ha...." Chang Pu tambah mengejek.

"Chang Pu! Apa kau sudah bosan jadi pengawal ku?" Qian Xun kesal.

"Chang Pu tidak berani." jawabannya dengan wajah serius.

Qian Xun pun menghela nafas dan menggelengkan kepala.