webnovel

LOVE IN THE PAST LIFE

Surya Dewangga memiliki keluarga yang lengkap. Rumah tangganya sempurna seperti impian semua pasangan. Istri yang pengertian dan dua anak manis melengkapi kebahagiannya. Namun, dunianya tergoncang saat ia satu persatu bertemu dengan jiwa keluarga dari kehidupan sebelumnya. Mereka seperti bereinkarnasi bersama lagi. Sesuatu yang tak mudah untuk dipercayainya. Mulai dari anak-anaknya yang lain hingga sosok perempuan yang dulu menjadi istrinya. Dan nyatanya perasaan itu masih sama. Tak berubah! Sungguh membingungkan dan tak masuk logika. Tugas terberatnya adalah menyelesaikan urusan masa lalunya tanpa bertabrakan dengan alur hidupnya saat ini. Mampukah?

Dione_Vee · realistisch
Zu wenig Bewertungen
31 Chs

Lissa Diculik

Beberapa hari di rumah Surya, kesehatan Lissa semakin membaik. Canda dan tawanya yang riang sering terlontar dari mulutnya. Seluruh anggota keluarga senang menghabiskan waktu dengan gadis kecil itu. Rumah besar yang tadinya sunyi kini terasa lebih hidup.

Surya sendiri merasa semakin sayang, ada kuat ikatan batin yang terjalin diantara keduanya. Beberapa kali ia meminta pendapat istrinya perihal kemungkinan mengadopsi Lissa.

Seperti hari minggu itu, Surya membantu Sarah yang sedang asyik merapikan tanaman di halaman rumah.

Lissa juga ada di sana, ikut menyiram tanaman dalam pot dengan selang air yang mengalir. Ia berulangkali berteriak kegirangan kala air menyiprat.

"Sudah Lissa, jangan terlalu lama main air nanti bajumu basah," ujar Sarah.

"Tidak apa-apa, Bu. Lisa persis Bella saat kecil, suka bermain dengan selang air begitu 'kan?" bela Surya.

"Iya, tapi Lissa belum sembuh benar, masih masa pemulihan. Sudah ya main airnya, Ibu matikan kerannya boleh?" bujuk Sarah pada Lisa.

Gadis kecil itu tampak sedikit kecewa.

"Kita main yang lain saja, Lissa. Bagaimana?" tawar Surya.

Mata Lissa membesar ia merasa tertarik. "Main apa itu, Pa?" tanyanya penuh minat.

Bagaimana kalau kita main petak umpet?" usul Surya. Senyumnya lebar.

"Oke. Kita suit dulu," ajak Lissa. Ia mengajukan tangan kanannya dan mengajak Surya bersuit. Surya kalah, ia harus memejamkan mata dan mencari tempat persembunyian Lissa.

Tentu saja mudah menemukan persembunyian seorang anak kecil. Agar permainan tidak cepat selesai, Surya berpura-pura tak melihat Lissa yang bersembunyi dibalik sebuah sebuah pot besar. Anak itu terkikik saat tahu Papanya tak melihatnya walaupun sudah dekat.

Sarah tertawa geli melihat permainan keduanya.

Puas bermain petak umpet, Surya mengajak Lissa masuk rumah, tapi anak itu belum mau. Ia bilang masih ingin menemani ibu Sarah menata tanaman.

"Lissa belum mau masuk? Masih ingin di sini?" tanya Surya.

Lissa mengangguk kecil. "Iya, Lissa mau menemani ibu," jawabnya.

"Oke, anak baik. Anaknya siapa sih?" Puji Surya sambil mengacak rambut Lissa.

Anak itu tersenyum meringis.

"Lissa mau nggak kalau tinggal di sini terus, sayang?" tanya Sarah ikut menimpali.

Lissa manggut-manggut. "Mau … tapi kalau aku kangen teman-temanku dan mami Gita bagaimana?" tanyanya polos.

"Nanti kami antarkan Lissa ketemu mereka, tapi Lissa tinggal di sini untuk seterusnya, jadi adiknya Kak Bella," jelas Surya.

Lissa terdiam sebentar. Tak lama senyum lucunya mengembang, "Oke, aku mau jadi adik Kak Bella" Surya menoleh pada istrinya. "Bagaimana, Bu?" tanyanya.

"Ya sudah, diurus saja. Anaknya sudah mau, tinggal bilang ke Gita dan mengurus legalisasi," jawab Sarah.

Surya tersenyum senang. Ada kelegaan yang memenuhi ruang hatinya kini. Ya, lelaki itu merasa lebih tenang jika Lissa bersamanya. Semenjak anak itu ada di rumahnya, mimpi-mimpi buruk dan kecemasannya banyak berkurang.

"Oke, Lissa. Papa masuk rumah dulu. Mau diambilkan minum? Pasti haus sehabis main barusan," tawar Surya.

Lissa mengangguk cepat. "Terima kasih, Pa."

Surya bergegas masuk ke dalam rumah.

Lissa kembali sibuk bermain sendiri di belakang Sarah.

Lissa berjongkok melihat tanaman-tanaman kecil yang tumbuh di sela-sela pot bunga. Matanya membelalak senang saat di pinggir jalan yang agak jauh dari rumahnya dilihatnya segerombolan rumput dandelion liar yang sedang berbunga.

Tanpa sadar Lissa berjalan mendekati tanaman itu.

Sarah mengetahui Lissa berjalan keluar dari area rumahnya. Ia memperingatkan supaya jangan jauh-jauh. "Lissa, jangan jauh-jauh ya."

Anak itu berhenti sebentar. "Iya, Bu. Tidak jauh, cuma ke situ?" tunjuk Lissa pada segerombolan rumput liar yang ada di tepi jalan.

Sarah melihatnya. Tidak terlalu jauh pikirnya. Dia masih bisa mengamatinya.

Lissa gembira mendatangi tanaman liar yang sedang berbunga itu. Warna kuningnya cerah dan sedang bermekaran, membuatnya ingin memetiknya.

Tak jauh dari tempat Lissa berada, rupanya ada lagi gerombolan tanaman dandelion yang lebih banyak dan luas. Mata Lissa berbinar. Gadis itu melangkah ke sana. Ia lupa peringatan ibunya.

Sarah tak melihat Lissa pergi menjauhi dirinya. Ia sedang sibuk menata pot dan membelakangi Lissa.

Sebuah mobil hitam berhenti tak jauh dari tempat itu. Mobil itu bergerak perlahan mendekati Lissa. Saat sudah dekat pintunya terbuka. Seorang lelaki cepat keluar dan menangkap Lissa! Tangannya membekap mulutnya hingga anak itu tak bisa berteriak.

Lissa dimasukkan ke dalam mobil dan kendaraan itu segera berlalu dari sana. Kejadian itu hanya terjadi dalam waktu sekejap.

Sarah melihat saat mobil itu menjauh. Jantungnya berdetak cepat melihat Lissa sudah ada di dalam mobil. Anak itu diculik di siang bolong begini.

"Toloong, toloong!! Ayaaahh!!" panggil Sarah panik.

Ia mencari ponsel yang biasa dikantongi, tapi kali itu lupa tak membawanya. Ia ingin memotret plat mobil si penculik.

Karena panik Sarah tak bisa menghafal nomer plat itu, hanya saja ia ingat kode huruf di depannya. Huruf F.

Surya lari dari dalam rumah saat mendengar teriakan istrinya. Pasti ada hal yang tak wajar hingga istrinya berteriak begitu. Beberapa tetangga yang mendengar juga keluar dan bertanya-tanya ada apa gerangan.

"Ada apa?! Ada apa, Bu??" tanya Surya cepat.

Sarah menunjuk ke ujung jalan. "Lissa diculik! Mereka ke arah sana." Air mata Sarah jatuh berlinang. Ia gemetar dan kalut.

Tetangga yang mengerubung saling berpandangan. "Penculik anak? Di hari siang bolong begini?"

Yang lain saling berbicara dan berebutan memberikan saran.

"Ayo cepat dikejar!"

"Aduh, satpam bagaimana sih? Kenapa bisa dimasuki penjahat?"

"Iya, payah! Duh jadi ngeri, bisa-bisanya ada kejadian begini? Selama ini komplek adem ayem tak ada masalah apapun."

Para tetangga terus berbicara dan membuat Sarah semakin panik. Air mata sudah berlelehan di pipinya.

Surya berlari masuh ke rumah dan mengambil kunci mobil. Kendaraan dikeluarkan dengan tergesa-gesa.

Sarah ikut masuk dan memberitahu suaminya kalau mobil penculik berplat F.

Surya tak banyak berkata. Ia cepat mengemudikan mobil. Berharap penculik itu belum keluar komplek mereka.

Mereka berhenti di pos satpam depan dan menanyakan apakah melihat mobil hitam berplat nomer F lewat.

"Siang, Pak Surya. Ada yang bisa kami bantu?" tanya seorang security yang masih muda. Temannya ikut berdiri saat tahu warga komplek mendatangi pos jaga mereka.

"Kalian lihat mobil hitam plat F lewat sini?" tanya Surya kalut.

Kedua security saling berpandangan. "Kamu lihat?" tanya penjaga yang lebih muda.

Yang ditanya berpikir sejenak, mengingat-ingat. "Baru-baru ini ya? Sepertinya tak ada."

"Yakin tak ada yang lewat sini??" Surya mulai tak sabar.

"Maaf, Pak. Kami tak melihatnya," jawab security.

"Kalian bagaimana sih? Anak saya diculik orang yang bawa mobil plat F. Kalian tidak tahu?!" Surya marah.

"Sudah saya cari sendiri saja!" imbuhnya dengan cepat sambil menginjak pedal gas.

Mobil melaju kencang meninggalkan pos jaga. Dua penjaga kebingungan. Tak berapa lama Pak RT dan tetangga yang berada di lokasi kejadian mendatangi pos jaga dan membuat rapat darurat.

Rupanya mereka semua kalah lihai dan dipecundangi oleh sang penculik. Mobil yang mereka kejar itu sudah keluar melalui pintu gerbang belakang yang tak dijaga.