"Kita udah smapai di rumah aku," ucap Aksa.
"Oh jadi ini rumah kamu?"
"Iya. Ayo masuk. Tapi kayanya Mamah sama Papah aku belum pulang jam segini. Palingan cuma ada asisten rumah tangga aku aja."
"Mamah sama Papah kamu kemana emangnya? Mereka kerja ya?"
"Iya. Mereka dua-duanya kerja. Yaudah yu kalo gitu kita langsung masuk aja."
"Iya."
Aksa dan Cantika pun langsung masuk ke dalam rumah Aksa. Aksa merasa terkejut dengan apa yang dia lihat di ruang keluarga kali ini. Karena di ruang keluarga kali ini sudah ada Mamah dan Papahnya. Tidak biasanya mereka berdua sudah tiba di rumah sore hari seperti ini. Sepertinya Mamah dan Papah Aksa memiliki kemampuan untuk tahu jika akan datang wanita cantik ke rumahnya kali ini.
"Mamah. Papah," panggil Aksa.
"Aksa. Kamu udah pulang sayang? Ya ampun. Wajah kamu kenapa? Kok pada bonyok kaya gini si?" tanya Mamah Aksa.
"Palingan juga habis berantem sama orang. Iya kan? Kamu itu anak satu-satunya Papah dan Mamah. Kamu kenapa malah suka berantem kaya gini si? Seharusnya kamu tuh jaga sikap kamu. Kita itu keluarga terpandang," sambung Papah Aksa.
"Papah. Anaknya lagi luka bukannya di perhatiin malah kaya gitu bicaranya."
"Iya. Apa yang Papah bilang benar kok. Aksa emang habis berantem sama orang di sekolah tadi," jawab Aksa.
"Apa? Kamu berantem di skeolah? Kok bisa si? Kenapa?"
"Maaf Tante, Om. Aksa berantem kaya gini karena aku. Tadi Aksa belain aku waktu aku di godain sama laki-laki lain. Makanya Aksa sampai berantem kaya gini. Maafin aku ya Tante, Om. Semua ini gara-gara aku."
Cantika yang merasa tidak enak pun akhirnya angkat bicara. Dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan Aksa kepada Mamah dan Papahnya Aksa. Tetapi Aksa menepis perkataannya. Aksa tidak suka jika Cantika berbicara seperti itu. Karena baginya, Cantika tidak bersalah sama sekali.
"Kamu itu bicara apa si? Kamu itu ga salah. Jadi jangan kamu salahin diri kamu sendiri."
"Udah, udah. Kenapa jadi bertengkar kaya gini si? Di sini ga ada yang salah kalo ceritanya memang seperti itu. Ngomong-ngomong kamu siapanya Aksa?"
"Aku teman kelasnya Aksa, Tante. Nama aku Cantika. Salam kenal Tante, Om."
"Cantika. Nama yang cantik kaya orangnya, hehe. Kalian teman apa teman nih?" ledek Mamahnya Aksa.
"Teman, Mah. Mamah apa-apaan si," jawab Aksa.
"Tante, Om. Kalo di izinkan, aku minta izin untuk obtain lukanya Aksa boleh?" tanya Cantika.
"Oh ya boleh dong. Silahkan masuk aja ya ke dalam. Kamu ajak Cantika ke dalam gih Aksa," jawab Mamahnya Aksa.
"Iya, Mah."
"Permisi Tante, Om."
Akhirnya Aksa dan Cantika masuk ke dalam rumah Aksa. Mereka berdua memilih untuk pergi ke belakang rumah. Tepatnya di depan kolam renang yang berada di rumah Aksa. Karena di sana suasannya sangat adam dan juga tenang. Lagipula tidak mungkin juga kan Aksa mengajak Klarybel masuk ke dalam kamarnya.
"Bi. Bibi," panggil Aksa.
Tidak lama kemudian asisten rumah tangga Aksa menghampiri Aksa.
"Iya, Den. Ada yang bisa Bibi bantu? Ya ampun Den. Itu mukanya kenapa? Kok babak belur kaya gitu?" tanya Bi Inah.
"Iya makanya saya minta tolong ambilin obat merah ya Bi. Sama sekalian buatin minuman buat saya dan Cantika."
"Iya, iya. Sebentar ya Den."
"Iya, Bi. Makasih, Bi."
Asisten rumah tangga Aksa langsung sigap mengambilkan obat merah untuk Aksa. Kemudian langsung memberikannya kepada Aksa. Baru setelah itu dia akan membuatkan minuman untuk Aksa dan Cantika.
"Ini Den obatnya."
"Makasih, Bi," jawab Aksa.
"Makasih ya Bi," jawab Cantika.
"Sama-sama Aden, Non. Aden sama Non sama-sama cakep. Yang satu ganteng, yang satu cantik. Cocok pisan pokoknya mah."
"Bibi ini apaan si. Ledekin saya aja terus."
"Hehe, maaf atuh Den. Yaudah kalo gitu Bibi buatin minumannya dulu ya Bi."
"Iya, Bi."
Cantika tersenyum melihat tingkah asisten rumah tangga Aksa.
"Asisten rumah tangga kamu lucu banget ya. Pasti dia udah kerja lama ya di sini?" tanya Cantika sambil menyiapkan obat untuk Aksa.
"Iya. Dia emang orangnya gitu. Bibi itu Namanya Bi Inah. Dia udah kerja di sini sejak Mamah mengandung aku. Udah lama banget emang. Makanya aku juga udah anggap dia seperti orangtua aku juga."
"Ohh gitu. Oh iya, aku sekali lagi minta maaf ya sama kamu. Gara-gara aku, kamu jadi di marahin tadi sama Papah kamu."
"Kamu itu apa-apaan si. Aku kan udah bilang sama kamu, kamu jangan minta maaf terus ke aku. Karena kamu itu ga salah."
"Ya tapi aku kan jadi ga enak sama kamu. Sama Mamah sama Papah kamu juga."
"Papah aku emang kaya gitu orangnya. Udah biasa kok. Jadi ga usah di masukin ke dalam hati ya."
"Iyad eh kalo gitu. Sini lukanya aku obatin. Tahan sedikit ya kalo sakit. Pasti sakit si. Sampai babak belur kaya gini mukanya. Kasihan."
"Iya."
Cantika pun mulai mengiobati luka yang ada di wajah Aksa dengan sangat hati-hati. Wajah Aksa dan Cantika sekarang ini sangat dekat. Jantung Aksa berdetak dengan sangat cepat karena bisa sedekat ini dengan Cantika. Begitu juga yang dirasakan oleh Cantika saat ini.
"Semakin dekat wajah Cantika, semakin cantik. Udah cantik, baik, sopan lagi. Baru kali ini gua merasakan jantung gua berdegup cepat kaya gini di samping wanita. Cuma Cantika yang bisa ambil hati gua seama ini," ucap Aksa di dalam hatinya.
"Kalo dari dekat kaya gini Aksa kelihatan ganteng banget ya ternyata. Dia juga bisa jagain gua dengan baik. Jantung gua juga kenapa berdetak ga karuan kaya gini ya? Tapi, apa Aksa merasakan hal yang sama seprti apa yang gua rasain saat ini?" pikir Cantika di dalam hatinya.
Ketika Aksa dan Cantika sedang sama-sama menatap wajah satu sama lain, mereka berdua dikejutkan dengan kedatangan asisten rumah tangga yang menghampirinya. Bi Inah berhasil membuat Aksa dan Cantika sama-sama salah tingkah karena merasa malu dengan apa yang mereka lakukan tadi. Padahal mereka berdua hanya saling bertatapan saja.
"Aduh, maaf ya Bibi ganggu. Bibi ga tau. Bibi Cuma mau kasih minuman doang ke Aden kasep sama Non gelis," ucap Bi Inah.
Wajah Aksa dan Cantika semakin memerah. Mereka berdua justru semakin merasa malu ketika asisten rumah tangga Aksa bicara seperti itu. Kemudian Bi Inah langsung menaruh dua gelas yang berisikan jus jeruk yang segar di meja dekat Aksa dan Cantika. Setelah itu Bi Inah langsung pamit kembali ke dapur lagi.
"Kalo gitu Bibi permisi dulu ya Den, Non. Permisi."
-TBC-