webnovel

4 - The King's First Dance

"Helia, apa pakaianku sudah rapi?" Allan bertanya, sambil meluruskan setiap pakaiannya yang bekerut. Sesekali membenarkan letak jubah putih dan emas yang dirasa kurang pas di bahunya.

Helia mengernyit. Dia mengenakan gaun merah mengembangnya yang elegan. Dan sepatu tinggi berwarna hitam.

"Kamu sudah rapi," balas Helia ragu.

Helia menggigit bibir. Setelah pergi dari ruangan pesta kemarin malam, dia tidak diperbolehkan Allan untuk bekerja di siang harinya dan disuruh untuk istirahat seharian. Jadi, Helia tidak tahu apa yang Allan lakukan selama Helia tidak ada.

"Kenapa tiba-tiba, Yang Mulia? Anda biasanya tidak peduli dengan penampilan Anda."

Keduanya melangkah menuju ruangan pesta dansa di Istana Juliet. Setiap pengawal yang dilewati, menunduk dengan sopan.

Allan berdeham, lalu menggeleng. "Bukan, bukan apa-apa."

Helia hanya mengangguk meski sikap Allan malam ini terasa janggal.

"Omong-omong, apa kamu tidak apa pergi denganku seperti ini?" tanya Allan.

"Memangnya kenapa?"

"Kamu nona muda keturunan Duke Floral, tentu akan aneh kalau kamu tidak mendapat pasangan untuk pesta dansa hari ini."

Pesta hari pertama Perayaan Ulang Tahun Kerajaan kemarin merupakan pesta perjamuan, sementara pesta malam ini merupakan pesta dansa.

"Saya mendapat banyak permintaan," balas Helia tenang.

Helia tidak bohong. Dia mendapat ratusan permintaan untuk menjadi pasangan dansa malam ini. Akan tetapi, Helia menolak semuanya.

Alasannya sudah jelas, Helia ingin berdansa dengan orang yang dia cintai. Terlebih, menjadi pasangan raja merupakan sebuah kehormatan.

Pesta dansa tidak akan dimulai tanpa dansa pertama raja dengan pasangannya.

"Aku akan berdansa denganmu satu kali. Selebihnya, kamu harus cari pasangan. Aku sudah mendapat pasanganku sendiri untuk dansa pembukaan," kata Allan dengan tenang.

Namun, reaksi Helia jauh dari kata tenang. Seperti panik dan terkejut.

"Kalau saya boleh tahu, siapa pasangan Anda, Yang Mulia?"

Helia tidak mendapat jawaban karena pintu setinggi dua lantai itu sudah dibuka, sambil meneriakkan nama Allan dan Helia secara bergantian.

Kemudian, seluruh atensi tertuju pada dua orang yang berjalan dengan penuh percaya diri.

Tidak butuh waktu lama hingga Allan meninggalkan sisi Helia dan mengulurkan tangannya pada seorang gadis yang berdiri sambil tersipu.

Teman-teman bangsawan gadis itu ikut tersipu dan menyoraki gadis itu.

Bergandengan tangan, Allan dan gadis itu berdiri di tengah ruangan pesta dansa.

Sorakan demi sorakan terdengar. Sebagian ada yang menganggap bahwa pasangan itu manis, sebagian lagi cemburu dan marah.

Helia berada di opsi terakhir.

Hatinya panas. Bahkan kedua tangannya terkepal erat.

Helia ingin memisahkan kedua tangan yang bertaut di hadapannya itu sekarang juga. Melabraknya. Membentaknya. Menamparnya. Sambil melupakan statusnya sebagai wanita paling terhormat di Kerajaan Teratia karena merupakan putri satu-satunya Duke. Sementara posisi Duchess kosong karena istri Duke sudah meninggal, dan Duke Floral hanya memiliki satu putri.

Manik merah milik Helia menatap dua pasangan itu. Mereka saling membungkuk sebagai permulaan dansa.

Musik klasik kemudian mengalun secara lembut, seiringan dengan pasangan dansa yang menari elegan di panggung dansa.

Para penonton bersorak. Meneriakkan betapa manisnya pasangan itu.

"Yang Mulia Raja Allan sangat lembut, ya."

"Iya, iya. Sorotnya pada Nona Muda Count sangat lembut. Ah, rasanya aku bisa cemburu."

"Benar. Terlebih kemarin, Yang Mulia Raja Allan selalu berusaha terlihat keren di mata Nona Muda Count."

"Itu jelas kalau Yang Mulia Raja Allan jatuh cinta pada pandangan pertama pada Nona Muda Count, bukan?"

Helia mendengar bisik-bisik penuh antusias di sampingnya.

Sorot yang Helia berikan memang datar, tetapi hatinya luar biasa panas.

Jatuh cinta pada pandangan pertama, katanya?

Helia meremas gaun merahnya dengan kuat, tetapi mempertahankan wajahnya yang cantik.

"Yang Mulia," bisik Helia.

Hatinya semakin sakit ketika ia melihat Allan berdansa dengan Nona Muda Count. Akan tetapi, seolah seluruh atensi yang tersisa sudah terenggut, Helia tidak bisa mengalihkan pandangannya pada pasangan dansa tersebut.

Langkah demi langkah yang elegan, putaran yang anggun. Semuanya sesuai dengan etiket dan tata cara dansa yang diberikan keluarga Floral pada keturunannya.

Di mata semua orang, gadis dengan surai emas lembut itu sangat sopan dan menunjukkan kalau dia merupakan keturunan bangsawan yang bermartabat.

Setelah beberapa menit kemudian, alunan musik pertama sudah selesai. Kemudian, alunan musik klasik yang kedua kembali mengalun di ruang pesta Istana Juliet. Kali ini, seluruh pasangan bangsawan bergabung di panggung dansa, menari bersama.

Menyisakan Helia, gadis tanpa pasangan di malam pesta dansa.

Tubuhnya bergetar samar. Dia merasa kalau hatinya semakin hancur karena melihat betapa bahagianya pasangan-pasangan dansa itu.

"Nona, apa Anda sendirian?"

Helia tidak terlalu memperhatikan perkenalan pria bangsawan di hadapannya. Namanya, dari keluarga mana dia, dan ajakannya untuk berdansa. Intinya, Helia berakhir dengan dansa bersama pria itu.

Hal ini lebih baik dari pada Helia yang terlihat menyedihkan karena sendirian.

"Nona, apa Anda mendengarkan saya?"

Helia tetap bungkam, meski kakinya membawa tubuhnya untuk menari dengan anggun.

Iris merah Helia tetap tertuju pada Allan, pria yang dikenal sebagai tiran itu, kini tersenyum dengan lembut pada gadis lain.

"Siapa dia?" tanya Helia, pelan, nyaris seperti bisikan.

Pria yang mengajak Helia berdansa, mengikuti arah pandang Helia

"Maksud Nona adalah Nona Muda Auste Apricot dari Keluara Count Apricot?"

Apricot. Helia mendengarnya kemarin. Auste Apricot adalah orang yang membuat Allan salah tingkah kemarin. Yang membuat pupil matanya melebar untuk pertama kalinya. Satu-satunya gadis yang menarik atensi Allan.

Helia membencinya.

"Apa menurut Anda, Nona Muda Auste Apricot sangat cantik?" Helia bertanya dengan wajah yang datar.

"Nona Muda Auste memang menarik, Nona Muda Helia. Mungkin hal itu juga yang menarik atensi Yang Mulia Raja Allan kemarin. Nona Muda Auste sangat sopan, etiketnya sempurna, beliau pandai dalam segala hal, nilai akademiknya juga tidak bermain-main. Nona Muda Auste sangat cantik dan menarik."

Pria di hadapan Helia juga tampak sangat terpikat pada Apricot.

Helia mendengus.

"Apa Nona Muda Auste itu bisa berpedang?"

Pria itu kembali mengalihkan atensinya pada Helia.

"Tentu tidak, Nona Muda Helia. Nona Muda Auste tidak mendapat pendidikan untuk menjadi Ksatria Kerajaan."

Helia tidak membalas. Sampai dansa berakhir, Helia tetap tidak membuka suaranya lagi.

***

"Anda sangat pandai berdansa Yang Mulia Raja." Auste Apricot membuka suara. "Bu-Bukannya saya meremehkan pendidikan Anda sebagai Penguasa Teratia. Hanya saja, dibandingkan dengan gelar yang orang-orang berikan, Anda terlihat keren sekali."

Allan mendengus geli, mempererat tautan jari mereka yang saling menggenggam.

Jubah Allan yang berwarna putih dan emas kini tersampir di bahu Auste karena udara taman Istana Juliet yang dingin. Jalan setapak dipenuhi berbagai jenis bunga yang indah, terdapat gazebo megah di beberapa sudut taman.

"Gelar sebagai tiran, maksudmu?" balas Allan, mengacak surai perak abunya.

"A-Ah. Sa-Saya ... maafkan saya, Yang Mulia Raja."

"Santai saja. Aku tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang lain. Tapi jika mereka mengganggu kedamaian Teratia, aku akan langsung turun tangan. Dibandingkan dengan gelar sampah yag diberikan orang-orang, aku lebih memerioritaskan kedamaian Teratia."

Mendengar kalimat Allan membuat Auste tersipu, dia membenarkan rambut emasnya yang menutupi area mata.

"Anda sangat keren, Yang Mulia. Saya rasa, orang-orang hanya menilai Anda dari luar saja, sementara sisi Anda yang sebenarnya adalah seseorang yang lembut dan mampu untuk melindungi apa yang ingin Anda lindungi."

"Apa kamu menyukai tipe pria sepertiku?"

Mendapat pertanyaan tiba-tiba itu membuat Auste salah tingkah.

"Sa-Saya merasa kalau Anda sangat menakjubkan, saya menyukai tipe pria seperti Anda, Yang Mulia."

Allan mendengus geli. Lalu mendorong tubuh Auste ke dinding.

Auste langsung merona hebat. Pipinya yang putih sangat kontras dengan warna merah yang manis. Meski cahaya tidak mampu membantu menerangi kedua insan tersebut dengan sepenuhnya, tetapi sinar luna yang tersisa masih menerangi betapa lembutnya sorot Auste.

Allan menatap Auste dengan sorot mata dalam.

"Aku akan mengganti pertanyaanku," Allan berbisik. "Apa kamu menyukaiku?"

Auste menggigit bibir dan mengalihkan pandang. Detak jantungnya berdebar dan menggila. Rasanya, seluruh udara yang ada di sekitarnya tiba-tiba memanas.

"Nona Auste, lihat aku."

Suara Allan, membuat Auste mengalihkan pandangannya sebelum mengumpulkan banyak keberanian.

Apa yang Auste temukan pertama kali adalah iris safir Allan yang menyegarkan. Seupaya lautan dalam dan langit biru yang menenangkan. Membuat debaran aneh itu kembali di dada dan darah Auste berdesir dengan hangat.

"Sa-Saya ...." Tangan Auste menyentuh dada Allan, dia ingin mendorong Allan, tetapi dia terlalu lemas karena perasaannya. "Saya menyukai Anda, Yang Mulia."

Allan tersenyum puas mendengar jawaban Auste.

"Anda sangat berbeda dengan ilustrasi orang-orang. Orang lain hanya memandang Anda dengan gelar yang buruk karena tidak benar-benar melihat sisi positif Anda. Namun, orang-orang rupanya salah. Anda adalah pribadi yang lembut dan keren. Saya sangat menyukai Anda karena ini."

Allan mendekat, menghapus jarak. Dia menempelkan bibirnya pada Auste untuk beberapa detik.

"Apa ini tidak apa-apa?" Allan bertanya, mengelus pipi Auste dengan lembut. Seolah menjaga sebuah kehangatan di pipi gadis itu.

Auste mengangguk tersipu. "Saya menyukainya."

Allan tersenyum. Kembali melanjutkan ciuman singkat tadi.

Di malam yang disinari cahaya luna ini, dua insan akhirnya menyatakan perasaan mereka.

***

writer's corner:

Jadi Allan itu sat set sat set tanpa banyak drama. Oke, tungguin kelanjutannya.

6 Juli 2022