webnovel

17

FRIDAY, BALI

Kota cantik Bali masih sama, indah dan menyenangkan. Bahkan saat tapak kaki menyentuh tanah Bali, aura-aura liburan dan mengurangi rasa stress sudah terasa. Dari pada penampakan warga lokal, turis yang datang berkunjung lebih banyak memanjakan mata. Satu jam lalu, rombongan keluarga Citra sudah sampai di Bali dan segera menuju penginapan yang di sewakan. Mereka berangkat pagi-pagi sekali tadi.

Citra dapat kamar pribadi, tidak berbagi dengan orang lain. Alasan nya karena tidak ada yang mau partneran dengan Citra dalam hal berbagi kamar. That's totally fine untuk Citra. Lagian, kalau ada orang asing walau hitungan nya adalah sepupu, Ia akan risih setengah mati. Satu ruanga dengan orang yang jelas-jelas tidak menyukai mu, bukan pilihan bijak dude.

Selama perjalanan, satu orang yang membuat Citra ketar-ketir siapa lagi kalau Evan. Gara-gara lelaki itu perjalanan nya menuju Bali tidak tersa sempurna. Mata lelaki terus saja mempenjara nya. Bukan dia tidak tahu, namun Citra lebih memilih mengabaikan tatapan menusuk dari Evan itu.

Jikalau Tuhan memberinya ijin, Evan ingin sekali mencintai Citra tanpa penghalang. Tidak bisa memiliki gadis itu membuat Evan frustasi sendiri, belajar ikhlas malah semakin mengiris hatinya.

"Unyak sama Anyak di kamar nomor 233 ya." Kata Sekar pada Citra sebelum berpisah menaiki lift. Citra menggangguk kan kepala tanda paham dan menyeret koper bersama menuju pintu samping hotel yang terhubung dengan kolam renang.

Ia jadi pingin berenang. Air di kolam itu berwarna cerah dan sedikit berkilau karena pancaran sinar matahari. Kalau saja ini adalah private pool, Citra mau berenang pakai bikini ala-ala biar benar-benar berada di Bali.

Mengambil ponselnya, Ia menghubungi Irham untuk menanyakan lelaki kapan datang. Malam sebelum nya lelaki itu sudah mengatakan bahwa mungkin Ia tidak akan datang di hari yang sama dengan Citra mengingat Ia punya pekerjaan yang memerlukan jasa kendali nya, one more point dia bukan keluarga besar. Hanya sahabat karib saja.

"Kakak kapan sampai ?" tanya Citra begitu ponselnya di angkat oleh lelaki gondrong itu.

"Besok pagi deh kayaknya berangkat." Suara berat Irham membuat Citra dicekik rindu. Baru dua hai tidak bertemu padahal.

"Benaran datang kan ?" tanya Citra lagi. Jangan sampai malah batal, garing deh nanti dia nggak ada pasangan nya. Apalagi lelaki itu sudah berjanji mau jadi pasangan nya saat acara nanti.

"Iya lah, suweeer."

"Ok deeh, See you." Balas Citra riang.

"Bye cantik."

Citra memasukkan kembali ponselnya kedalam tas kecil yang Ia bawa dan menghela nafas kasar. Ia ingin lelaki itu terus ada disini sekarang sebenarnya juga atau Evan akan mengganggu nya. Irham bukan tameng nya untuk menghindari Evan, namun kalau bukan lelaki itu rasanya tidak ada yang bisa menolong nya di acara resepsi Atta ini.

Tidak mungkin kan Ia harus kabur lagi seperti resepsi yang di Jakarta.

Citra berbalik dan menuju lift untuk mencapai kamarnya yang ada di lantai 7 hotel tempat mereka menginap.

"Kak, tunggu !" teriak seorang lelaki menyamperi dengan terburu-buru sambil menyeret koper kecilnya. Itu Ronal, asisten di klinik tempat Citra dan Atta beroperasi.

Citra menahan laju lift dengan bantuan tombol lalu membiarkan Ronal diikuti oleh 2 orang perempuan masuk ke dalam lift yang sama dengan nya.

"Kak Cicit kamar berapa dah ?" tanya Qaira pada Citra yang ikut nimbrung di lift.

"244, Qaira berapa ?"

"246. Yey kamar kita dekatan." Pekik resepsionis klinik gigi itu. "Kakak sama siapa bagi kamar nya ?"

"Sendiri aja sih, nggak sama siapa-siapa." Sahut Citra santai.

Mereka yang sudah tahu penyebabnya tidak lagi bertanya ini itu, "Ronal tidur di kamar kakak ya." Goda Ronal pada Citra.

"Enak aja lo." Sambar Rere, pacar Ronal, lalu mencubit pinggang lelaki berkulit putih itu.

"Nanti ke kamar gue ya. Nonton netflix, Bosan banget sendiri, kalau mau kemana-mana ajak gue." kata Cicit sebelum masuk ke kamar nya saat sudah sampai di lantai yang mereka tuju.

"Siaaapp." Sahut Rere dan Naira serempak lalu berpisah masuk ke kamar masing-masing.

Pesta di Bali ini yang di undang agak banyak walau tidak sebanyak saat resepsi di Jakarta. Seluruh printilan kecil-kecil yang punya hubungan dekat dengan Atta semua di undang dan tentu saja pekerja klinik nya itu di bawa semua. Baiknya Atta lagi, lelaki itu memberi izin untuk Ronal membawa serta pacar nya. Semua tetek bengek dibayarin dan ditanggung oleh Atta sendiri.

[***]

"Lo solat nggak, Kai ?" tanya Citra pada Qaira, waktu sudah menunjukkan pukul 1 siang, waktu solat dzuhur sedang berlangsung.

"Libur kak, senang gue nih, mau pake kutek nanti siap makan." sambil menarikan jarinya di udara.

"Mantaaapp !" seru Citra semangat, "Gue juga mau kutekan, nggak solat juga." Sambung nya.

"pamerrr ih." Sunggut Rere malas, gadis itu tidak sedang dalam masa period nya dan terpaksa harus kutekan besok sebelum gerak ke tempat acara.

Saat ini kamar Citra penuh oleh rekan kerja nya di klinik, ada Rere si pacar Ronal dan Qaira si resepsionis dan ada Ronal yang menyusul. Seperti janji tadi, mereka akan menonton di kamar Citra. Sampai di Bali jam tanggung begini malah nggak tahu mau ngapain. Ronal sudah pergi dari tadi untuk menunaikan kewajiban nya sebagai lelaki muslim, Solat Jumat.

Dengan pakaian santai, kaos lengan pendek serta celana katun selutut, Citra, Rere dan Qaira berleha-leha di kamar. Ke Bali rasa masih di kosan, nggak kemana-mana malah rebahan.

"Kak Citra nggak kemana gitu ? Besok kan acara." Tanya Rere sambil menguyah keripik kentang kemasan yang dirinya bawa. Citra menggeleng pelan sebagai jawaban nya.

"Males keluar gue, Re. Mending rebahan." Sahut Citra santai yang mengotak-atik ponselnya sambil rebahan di ranjang.

"Lo kok nggak mirip dokter sih, Kak. Santai benar hidup lo. Nggak pernah gue liat lo megang buku. Malas-malasan doang lo mah." Cicit Rere panjang, Citra dan Qaira tertawa keras mendengar nya. "Lo ngerasakan kan dia kayak penganggur ?" Tanya Qaira sambil terkekeh mengerling jahil pada Citra.

"Iya njing, teman gue ada tuh dokter juga. Beuh sibuk nya bukan maen, kayak nggak kelar-kelar tuh sekolah nya. Banyak bangat tugas nya. Nggak pernah mau kalau diajak liburan. Nggak pernah gue dengar dari mulut nya dia mau rebahan." Sahut Rere panjang lebar. Pacar Ronal itu persis seperti Ronal, banyak banget komentar ini itu dan sangat enak diajak berteman. Bacot benar orang nya.

Dengan Qaira dan Citra baru 2 kali bertemu tapi langsung membaur hingga udah kayak siapa aja deh.

"Lo sih nggak jadi tenaga medis kayak kita-kita." Kata Qaira kemudian, "Sibuk sih kebangetan, tapi kalau nggak dibawa santai juga K.O dong lama-lama."

"Dokter itu tergantung sebenarnya, kalau kayak gue suka nya ngulur-ngulur waktu, leha-leha ga jelas, nggak giat buat ini-itu, jadi kayak penganggur akhirnya sekarang."

"Dih, lo males orang nya sih." Cibir Rere pada Citra, "Asik pacaran aja lo kan, tau gue." Canda gadis itu.

"Mulut lo yee, kayak Ronal banget dih." Cibir Citra melempar bantal kearah Rere membuat gadis itu terkekeh.

"Dia yang ajarin." Sahut Rere enteng.

Pintu kamar Citra diketok oleh seseorang dari luar dan Qaira bergegas membuka pintu kamar nya, "Alhamdulillah, makanan kita sampeeee." Seru Qaira riang. Di balik badan abang-abang deliver ada Ronal dan Evan yang berdiri sisian. Sampai bersama dengan abang-abang delivery.

Setelah mengambil makakan yang mereka pesan dan Ronal membayar tagihan nya, mereka masuk ke kamar kembali di ikuti oleh Evan juga. Si tamu tak diundang.

"Lah lah, siapa tuh Kak yang sarung biru ?" tanya Rere saat melihat sosok lain yang juga ikut masuk ke kamar Citra, tepat nya lelaki sarung biru dengan baju koko warna putih. Penampilan nya mencolok sekali karena Evan dianugrahi wajah yang rupawan.

Ronal dan Evan sama-sama masih menggunakan sarung dan baju koko nya, pertanda bahwa mereka abru siap solat jumat. Ronal dengan sarung dan baju koko hitam senada.

Citra memandang tajam Evan, menandakan bahwa Ia tidak suka lelaki itu masuk ke kamar nya dan ikut nimbrung dalam tim nya. "Pak Evan ngapain disini ?" tanya Citra ketus. Bukan nya membalas pertanyaan Citra, Evan malah melemparkan tubuh berbaring di sofa panjang yang ada di kamar Citra.

Dokter gigi cantik itu geram melihat tingkah Evan yang seenaknya.

"Galak amat si kak, Bapak kata nya malas gabung sama sepupu yang lain, mau ikut gue kesini aja cenah." Sahut Ronal menjelas kan. Ia duduk di lantai beralaskan karpet bersama Rere dan Qaira yang kini sudah unboxing makanan yang mereka pesan.

"Suruh ke kamar lo aja, ngapain dimari. Nggak suka gue." Kata Citra tanpa mengkredit perkataan nya, Ia benar-benar berniat mengusir sepupu sombong nya itu. Ini kamar nya, Ia yang berhak menentukan siapa saja yang bisa masuk ke kamar ini.

"Bentar, bentar. Ini Bapak siapa sih sebenarnya ?" tanya Rere sambil menunjuk Evan yang ada di sofa, pertanyaan polos Rere mengundang tawa mereka yang ada di kamar kecuali Evan yang menatap Rere gemas.

"Sepupu nya Bos Atta, panggil nya Pak Evan." Jelas Ronal. Citra lah yang menyuruh Ronal dan Qaira ikut memanggil Evan dengan sebutan Pak Evan, sebagaimana pekerjaan lelaki itu yang mengurus perusahaan besar Wiratmaja dan memakai jas rapi, cocok di sapa dengan Pak Evan Wiratmaja Sujata, CFO muda WM corp.

"Panggil gue Evan aja, Ronal, Citra. Gue bukan bapak kalian." Tegur Evan berusaha tidak tersinggung. Jujur, Ia tidak suka bersikap sok asik dan sok dekat begini dengan Citra dkk, tapi terus memusuhi Citra yang mencuri hati nya itu tidak bisa Ia lakukan lagi.

"Terus kita teman gitu ? Atau kita tuh sepupu ya masih ?" tanya Citra nyinyir, "Bapak keluar deh sana, sembunyi di ketiak Tante Rosana aja sana. Nggak cocok satu ruangan sama sampah kayak kami Pak." Kata Citra pedas lalu turun dari ranjang nya dan bergabung dengan ketiga orang lain nya sudah memulai makan siang nya.

Dimata Evan, Ia dan 2 orang pekerja klinik Atta itu tak lebih dari sampah saja. Ia selalu semena-mena kalau datang ke klinik hanya untuk mengganggu Citra.

"Citra, maafin gue." Kata Evan sungguh-sungguh.

"Maaf yang gimana nih pak ? kayak pernah buat salah aja." Sindir Citra mengundang tawa Qaira dan Ronal yang entah apa penyebab nya.

"Mana tuh pak Evan yang arogan dan sering bentak-bentak Kak Cicit ?" tambah Qaira tak kalah nyinyir dari Citra. "Biasa nya sok banget tuh, tumben lemas. Mau tamat ?" ledek Qaira tak ada habis. Lalu tertawa puasa bersama Citra dan Rere.

Rahang Evan mengetat mendengar perkataan pedas kedua perempuan itu dari tadi, Ia sudah mau baik-baik tapi tidak di sambut dengan baik, air muka nya tidak lagi lemas seperti tadi setelah Qaira menyudahkan perkataan nya. Ia bahkan di doakan cepat mati oleh gadis berambut pendek sebahu itu.

"Kak, Kai, jangan gitu lah. Sama orangtua nggak sopan amat." Tegur Ronal menengahi perperangan itu, "Sini pak, gabung makan." Ronal berusaha mencairkan suasana walau Ia tahu ini tidak akan berhasil, dia hanya berlagak sedikit seperti pembawa kedamaian, Ronal juga sebenarnya tidak menyukai Evan. Sudah kenyang dihina mulu karena Ia miskin dan hanya sampah masyarakat.

"Nggak boleh !!!!" kata Qaira dan Citra serempak, "Keluar gak lo ?!" usir Citra sudah berdiri dari duduk nya dan mendekati Evan yang ada di sofa, Ia mencubit permukaan kaki Evan yang terbuka hingga lelaki itu mengaduh kesakitan.

"Kelakuan lo yang sampah itu belum bisa di maafin hari ini, keluar dari kamar gue sekarang." Kata Citra tegas sambil menarik kaki Evan dari sofa. Ia masih sebal dan marah dengan Evan yang semena-mena itu. Hanya hari ini Ia bisa berbuat sesuka nya pada Evan yang lemas, belum tentu lain kali Ia punya kesempatan, mengingat Evan itu iblis yang mood-mood-tan.

"Iya, iya. Keluar nih sekarang." Kata Evan mengalah. Ia tidak jadi marah karena mengingat perlakuan Citra hari ini adalah setimpal dengan perlakuan nya selama ini yang selalu kasar dan membuat malu dokter gigi muda itu.

BLAAAAMM

Suara gedebam pintu kasar mengangetkan Ronal dkk yang sedang makan, "Asu lo Kak, ngangetin." Maki Rere.

"Galak amat sih Mpok. Heran gue." Decak Ronal tak habis pikir yang lebih tertuju pada Citra yang sedang bermasam muka.

"Lagi datang bulan gue nih, hormon ya, hormon." Sahut Citra santai lalu langsung disetujui oleh Qaira.

"Alasan lo sampis banget kak." Decak Ronal tak terima.

"Hahahah. . ." tawa Citra, "lagian ngapain sih itu orang sok baik, tumben."

"Kan abis ketemu sama Soljum kak, hati jadi dingin." Sahut Ronal bijaksana.

"Taau, males gue balas dia. Makan, makan !" seru Citra lalu melanjutkan makan nya.

[***]

Setelah menyelesaikan makan siang mereka, Citra dan Qaira bersiap-siap untuk kutekan supaya tampilan mereka besok membahana ala-ala, jangan baju saja yang bagus, kuku tangan juga dong. Rere menatap mereka cemburu, Ia sedang bisa solat terpaksa tidak mengkutek tangan nya dulu.

Ketiga perempuan itu kalau sehari-hari memakai jilbab diluar rumah hingga tidak harus repot mendandani tampilan rambut mereka juga, hanya perlu jilbab yang cucok dan bahan yang enak di atur di kepala mereka.

Ronal tiduran di bawah sambil menonton film di TV hasil dari sambungan Netflix, "Sini Re, gue puk-puk." Pinta Ronal pada Rere yang duduk bengong di atas ranjang sendiri. Ia menatap Qaira dan Citra super iri karena mereka sedang beres-beres mau segara kutekan.

"Lo genit, malas gue." Balas Rere ketus, Citra dan Qaira tertawa keras mendengar jawaban Rere, "Nggak sopan amat lo minta puk-puk anak gadis orang."

"Lo kan cewek gue, Re. Gak mau banget dimanjain." Balas Ronal sambil menggelengkan kepalanya heran, punya cewek kok galak amat.

"Diam lo, banyak bacot." Kata Rere lagi. Citra dan Qaira sudah tertawa puas meledek Ronal yang langsung kicep di marahi oleh Rere.

Galak-galak begitu, Rere tetap turun dari ranjang dan mendekati Ronal, "Kepangin rambut aku dong, Yang." Kata Rere, saat rasa bosan nya sudah di titik maksimal, sifat manja nya keluar dan segara ingin diperhatikan sang pacar, Ronal. Hanya duduk melihat Citra dan Qaira yang mulai merias kuku nya bikin Ia bosan setangah mati.

"Najis lo berdua." Cibir Citra geli saat melihat Ronal yang tiba jadi kesem-sem nggak jelas, mengepang rambut Rere sambil sesekali mengecup kepala perempuan itu gemas.

"Diam lo kak."

Pintu kamar Citra diketuk lagi dari luar membuat kening mereka berempat mengerut, "Siapa kira-kira dah ?" tanya Citra. Perasaan dari tadi pintu kamar nya di ketuk mulu.

"Tante Sekar kali Kak." Kata Ronal sambil melangkah membuka pintu. Mereka menunggu dengan rasa penasaran tinggi siapa gerangan di balik pintu.

"Jangan-jangan Pak Evan lagi kak." Cicit Qaira lalu terkikik.

Citra langsung berdecih pelan, "Awas aja kalau dia lagi, gue colok mata nya." kata Citra gemas mengundang tawa Qaira dan Rere.

"Bar-bar banget astaga."

"Hormon, biasa." Sahut Citra mencari alasan. Hormon saat datang bulan yang entah apa yang ia jadikan kambing hitam atas segala kelakuan bar-bar nya.

Ronal kembali lagi setelah beberapa detik membuka pintu dan berdiri selengean di dekat lorong pintu, dari tempat mereka duduk memang tidak nampak pintu masuk utama sehingga mereka tidak bisa melihat siapa tamu yang datang di balik tubuh Ronal, "Tebak dulu dong siapa yang datang, yang benar gue kasih Cepek deh." Seru nya berkata tengil.

"Dih, berani nya Cepek lo." Ledek Qaira, "500 ribu yaa kalo gue benar !" tantang Qaira.

"Tekor gue, anying." Maki Ronal. "Cepat tebak, satu orang Cuma punya satu kali kesempatan." Lanjut Ronal lagi.

Citra menyipitkan matanya berusaha menebak siapa yang datang ke kamar nya dan siapa di belakang Ronal.

"Bos Atta." Tebak Qaira.

"Emak nya bos Atta." Kata Rere yakin nggak yakin.

"Pak Evan?!" cetus Citra ragu-ragu. Masa lelaki itu lagi sik, ih malesin.

Ronal mengggelengkan kepala nya dan tersenyum meremehkan, "Pada payah lo semua." Ledek nya. Ia memberi instruksi kepada orang di belakang nya untuk muncul kemudian menggeser posisi tubuh nya.

Mata Citra langsung membelalak saat tahu siapa yang datang. Dasar pembohong, katanya akan datang esok hari. Lelaki itu memeletkan lidahnya mengejek Citra yang terkejut melihat sosok nya di kamar perempuan itu.

"Penipuuuu....katanya datang esok." Cibir Citra sambil mengerucutkan bibirnya, Irham mendekat dan menepuk kepala Citra yang tidak terbalut hijab seperti biasa.

"Sengaja mau surprise."

"Ih apaaannn... sok surprise segala." Cibir nya lagi. Irham mengacak rambut gadis itu gemas lalu menaruh minuman yang dibawanya, 6 cup thai tea campur rasa sengaja Ia bawa. Tau Bali agak panas siang ini, lumayan buat mendinginkan otak.

Pertama kali melihat dokter muda itu tanpa balutan baju tertutup membuat kesan lain di mata Irham, Ia jatuh cinta dengan mahkota perempuan itu. Rambutnya panjang dan sangat halus. Dia sama-sama menariknya. Indah nya kalau tiap hari bisa melihat yang beginian, apalagi kalau halal. Halamaaaakkkk :)

Bahagia nya kalau bisa milikin Citra. Desah Irham dalam hati.

One more things, Citra tidak memakai apa-apa di wajah nya, bersih tanpa make up dan itu tidak merubah Citra jadi mengerikan. Dimata Irham yang sudah terlanjur mengagumi wanita itu, Citra tampak juga menawan. Bibirnya agak pink pucat dan rona sedikit gelap di bawah mata dan beberapa anak rambut yang berhamburan di dahi. Menelusuri dari wajah dan warna kulit seluruh nya, Citra memang tergolong perempuan yang punya kulit yang cerah.

Gak heran Ibu nya mewanti-wanti Irham untuk selalu membawa Citra kemana saja pakai mobil, agar kulitnya tidak terbakar. Terserah itu di rawat atau tidak, kulit pipi Citra memang benar-benar minta di elus deh itu.

Walau sok-sok ngambek begitu, Citra mengambil minuman thai tea yang di bawa Irham, ia memilih rasa greentea dan bahagia nya ada boba nya. "Enak !" seru nya sambil menggoyangkan thai tea nya dengan senyum lebar.

"Makasih loh, kak." Kata Qaira dan Ronal.

"Ini siapa lagi dah ?" tanya Rere yang dari tadi menahan rasa penasaran karena tidak punya waktu lowong untuk bertanya. Tadi, yang sarung biru adalah Pak Evan, nah sekarang yang pakai kaos putih bertuliskan 'Anak Teknik' ini siapa lagi.

"Oh, kenalin gue Irham, pacar nya dokter Citra." Ujar Irham memperkenalkan diri pada Rere dan mengulurkan tangan nya.

"Bentar . . Bentar !" Seru Rere shok. "Mas gondrong ini pacar nya dokter Citra ? benar-benar yang kayak pacar benaran gitu ?" tanya nya masih tak yakin. Ia melihat ke arah Citra dan Irham bergantian.

Irham menganggukan kepala nya tanpa ragu, "Wah, gila emang. Cowok di sekeliling Kak Cicit emang luar biasa, Cuma si Ronal doang yang buluk. Yang lain bikin seger semua, ya Allah." Kata nya panjang lebar penuh ke kaguman.

"Nggak bersyukur banget lo ha !" kata Ronal lalu menggelitik pinggang Rere. Ck, pasangan tom and jerry itu memang begitu ada nya, saling ejek dan tidak tampak saling mencintai padahal sama-sama bucin.

"Ngaku-ngaku pacar selalu, malesin banget." Gerutu Citra dengan suara kecil, kenapa sih Irham ini tidak meminta persetujuan nya untuk jadi pacar lelaki itu. kalau gini mah, dirinya kan jadi segan kalau mau mengatakan dengan lugas kalau Irham adalah pacarnya, secara lelaki itu tidak pernah benar-benar meminta nya untuk menjadi pacar yang benaran gitu.

Kalau Irham mah, emang udah nggak punya malu lagi. Hampir satu dunia aja tuh tau kalau Citra adalah pacarnya, selalu ngaku-ngaku tanpa perlu mikir apa tanggapan Citra lagi.

Tuhan memberkati pendengaran Irham, lelaki itu mendengar gerutuan Citra yang ada di samping. Lelaki berambut panjang itu memandang Citra gemas, "Mulai hari ini, kamu resmi jadi pacar nya aku. Deal or no deal ?" bisik Irham pada telinga Citra.

Shit, Irham selalu saja melampaui ekpetasinya. Bukan hanya pipi nya yang kini panas dan memerah, rasanya sekujur tubuhnya sedang terendam air mendidih.

Citra meletakkan thai tea ditangan ke lantai lalu memindahkan tangan nya untuk menutup kedua pipinya. Maluuuuu.

Ya nggak sekarang juga Bambang lu minta jadi cewek lo, haih.

Sudah puas menutup wajahnya, Ia memindahkan tangan nya lalu memusatkan matanya pada Irham yang kini menatapnya dalam, "Kak Irham, kok mandang aku gitu ?!"

"Cantik, mau kan jadi pacar aku ? Aku maksa btw."

Citra menutup wajah Irham dengan kedua tangan nya, "Kak Irham nggak serius." Kata Citra lugas.

Irham langsung memindahkan tangan Citra dari wajahnya begitu mendengar perempuan cantik didepan nya itu berkata demikian, "Kalau Cuma buat minta kamu jadi pacar, nggak perlu serius banget. Minta kamu jadi istri, nah itu yang pakai serius banget."

Citra tidak berkata apa-apa namun hanya mengambil tangan Irham dan menggenggamnya, "Citra biarin aku jagain kamu sementara, boleh kan ?" Kini pertanyaan Irham disertai dengan wajah serius, tidak ada gurat bercanda dan sangat tulus.

"Of course." Jawab Citra tersenyum lebar.

Bunyi terompet dalam hati Irham sudah menggema hingga sekujur tubuh. Finally, Si Cantik mau juga jadi pacarnya.

Ini udah official kan gengs ? Citra is official mine.

But eitsss... Si Cantik tidak cocok dijadikan pacar lagi sebenarnya, cocoknya jadi istri. Tapi tahan dulu slur, nanti. Ada waktu nya.

Bereskan acara Atta dulu, lalu siap-siap berhadir di pesta pernikahan Arkan dua bulan lagi, lalu kayaknya boleh deh Irham yang menyusul. Eeaakk :)

[***]

HEHEHE :)

SIBUK BAT NGGAKS EMPAT NGEDIT EUY

NANTI YANG KATA-KATA NYA SALAH, TYPO, KETINGGALAN, AMBIGU TOLONG DIINGATKAN YA :)

BESOK, KALAU NGGAK SIBUK BESOK MAU BUAT PART IRCIT ALMOST FULL.