'BRAK!'
'BRUK!'
'KRASAK!'
'GEDEBUK!'
Dari arah dapur, seorang remaja bernetra keemasan tampak memutar kedua bola matanya bosan.Apalagi ketika indera pendengarnya menangkap sebuah suara gaduh yang berasal dari arah lantai dua.Beberapa teriakan pun terdengar dari sana.Yeah, siapa lagi kalau bukan kedua saudaranya yang absurd itu.
Dihari liburan seperti ini, seharusnya kan mereka bertiga menggunakan waktu untuk mengobrol dan bersenda gurau.Ini bukannya mempererat tali persaudaraan, kedua Kakaknya malah mengibarkan bendera perang.
Remaja laki-laki berumur belasan tahun tersebut tentu tidak bisa membiarkan itu terjadi, seperti biasa dia yang harus bertindak akan seluruh kekacauan yang diperbuat oleh kedua saudara kembarnya itu.Sebut saja namanya Gempa, remaja itu menapakkan kakinya untuk menaiki beberapa anak tangga.Berlari kecil menghampiri sumber suara.
Kedatangan Gempa mungkin terbilang terlambat karena sekarang, Kakak keduanya telah berada dalam posisi kuncian karate dari si Kakak pertama.Tangan si Kakak kedua, Taufan telah ditarik paksa untuk menghadap kearah belakang.Dengan tubuh pula yang terbaring diatas hamparan lantai, posisi Taufan sungguh mengenaskan.
Si Kakak pertama tertawa jahat melihat adik keduanya tak bisa berkutik lagi dalam kuncian mautnya, "Inilah akibatnya kalau kau berani menjahiliku lagi, Fan"
"Aduh, sakit Kak Hali! Ampun deh, aku janji gak bakal jahilin Kak Hali lagi!" Jerit Taufan setengah merintih kesakitan ketika merasa bahwa Kakak pertamanya tampak memperkuat kunciannya.
Gempa sebagai adik terakhir pun merasa kasihan pada Taufan, dia harus berbuat sesuatu untuk mencegah Kakak pertamanya yang bernama Halilintar itu sebelum dia benar-benar mematahkan lengan Taufan.
"Kak Hali, sudah cukup ya? Kasihan tuh Kak Taufan kesakitan, nanti kalau tangannya patah gimana?" Lerai Gempa dari arah pintu.
Kepala Halilintar yang tadinya sempat tertunduk berangsur terangkat, menoleh kearah pintu yang ternyata adik kecilnya itu sudah berdiri kaku diujung sana.Memang sejak kapan Gempa berada disana? Entahlah, Halilintar tak terlalu mempermasalahkan masalah itu.Dia lebih memilih untuk melepaskan kuncian karatenya pada Taufan, bangkit dari tubuh Taufan yang sempat dia tindih tadi.
Melihat Halilintar yang sudah menepi dari punggungnya, Taufan memperbaiki posisi badannya.Berdiri sembari melemas-lemaskan area tubuhnya yang terasa sakit akibat tindihan Halilintar tadi.Sungguh Taufan heran pada Kakak pertamanya itu, dengan tubuh yang terbilang biasa-biasa saja dari mana coba Halilintar memiliki tenaga sepantaran gajah seperti itu.
Bahkan Taufan sama sekali tak bisa berkutik ketika berada dalam kuncian sang Kakak.Hm, pantas saja dalam usia yang terbilang muda dia sudah memegang sabuk hitam perguruan dan sering kali meraih beberapa penghargaan yang dia ikuti dari pertandingan bela diri antar sekolah.Dia saja memiliki kekuatan sebesar itu, tak heran sih kalau musuhnya akan kalah dalam sekali serang.
"Awas saja kalau kau mengulangi lagi kesalahanmu Fan, aku tidak akan segan-segan untuk mematahkan tangan kecilmu itu!" Ancam Halilintar.
Taufan hanya bisa menebar senyuman lebar miliknya, tak terlalu mengindahkan ancaman Halilintar yang terbilang sadis.Toh, itu hanya gertakannya saja.Mana ada sih seorang Kakak yang tega untuk mematahkan lengan adiknya sendiri bahkan dalam keadaan marah sekalipun, Taufan yakin seratus persen bahwa Halilintar takkan mungkin melakukan hal sebodoh itu.
"Memangnya Kak Taufan melakukan apa sih pada Kak Hali? Sampai semarah itu, bukankah aku hanya menyuruh Kak Taufan buat bangunin Kak Hali aja?" Gempa bertanya heran, menoleh kearah Taufan.
Yang dipandang hanya bisa mengangkat bahunya sekilas, "Yeah, aku sudah membangunkannya kok.Respon Kak Halinya saja yang terbilang lebay, aku kan hanya...Aduh!"
Halilintar refleks menjitak kepala Taufan dengan amat keras, "Enak saja kau bilang begitu! Dia menyumpal mulutku dengan jeruk nipis Gem, siapa juga yang tidak marah kalau dibangunkan dengan cara ekstrem seperti itu"
Gempa yang mendengar cerita dari Halilintar pun langsung melotot kearah Taufan.Taufan pula hanya cengengesan tidak jelas, menggaruk rambutnya yang tak gatal.
"Tsk! Sudahlah, ayo kita sarapan dulu.Aku sudah memasak sarapan soalnya, Kak Hali mandi dulu ya?"
"Hm" Gumam Halilintar, berbalik memasuki kamar mandi.
Gempa dan Taufan bergegas keluar dari kamar sang Kakak, berjalan menuruni anak tangga menuju ke dapur.Taufan menarik salah satu kursi yang tersedia dimeja makan, sedangkan Gempa dia memilih untuk menyiapkan makanan menu sarapan.
"Hari ini acaranya apa, Gem?" Tanya Taufan yang sembarang mencomot topik pembicaraan, mencoba mengusir keheningan.
Gerakan Gempa yang sedang sibuk dengan wajan penggorengannya itu sempat tercekat, menoleh. "Hm...Gak tahu juga sih Kak, kalau aku sih gak punya kesibukan apa-apa.Kak Taufan sendiri mau ngapain?"
"Oh, kalau aku sih mau kencan" Jawabnya santai tanpa harus menoleh kearah Gempa.
Gempa menaruh beberapa piring keputihan diatas meja lalu meletakkan nasi goreng yang berada di penggorengan kedalam piring tersebut, "Memangnya Kak Taufan kencan sama siapa? Kok aku gak tahu kalau selama ini Kak Taufan punya pacar"
"Eheheh, kencan sama kasur maksudnya" Ralat Taufan yang sudah terkikik geli melihat reaksi Gempa yang serius menanggapi ucapannya.
Memutar bola jengah, ya ampun dia kena lagi.Kakaknya satu ini memang suka membuat orang lain merasa kesal karena tingkah laku yang selalu ia buat.
"Haih, aku kira serius tadi" Ucapnya setengah jengkel.
Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya orang yang dinantikan sampai juga.Halilintar, si Kakak pertama tengah berjalan pelan menuruni anak tangga.Mendekati meja makan lantas bergabung dengan kedua adik kecilnya itu.
Ketiga remaja kembar tersebut dengan cepat menghabiskan jatah sarapan mereka masing-masing.Tak ada yang membuka mulut ataupun berbicara, dapur itu dilanda keheningan.
Tak membuang waktu lama, Halilintar yang sudah selesai dengan makanannya itu bangkit dari duduk.Meletakkan piringnya di wastafel lalu mencucinya hingga bersih.Selepas mencuci piring, Halilintar berbalik lantas meraih kunci motornya yang tergeletak dimeja ruang tamu.
"Eh, Kak Hali mau kemana?" Potong Gempa yang juga sudah selesai menghabiskan jatah sarapan miliknya.
Halilintar hanya menoleh sekilas, menatap wajah adiknya datar. "Keluar"
Jawaban Halilintar sungguh tidak ada manfaatnya sama sekali.Kalau masalah itu juga Gempa tahu tapi bukan itulah jawaban yang dinantikan olehnya.Tapi sudahlah, tak ada gunanya juga.Toh, Kakak pertamanya itu sudah melenggang pergi menaiki motor ninja miliknya.
Gempa membuang napas berat, prihatin saja melihat perangai Halilintar yang semakin lama semakin dingin.Sudah lama sekali mereka bertiga tidak menghabiskan waktu bersama lagi walau mereka bertiga dalam rumah yang sama.
Hubungan ketiga saudara kembar itu mulai merenggang setelah kematian Ibunya yang tragis.Ibu mereka mengidap penyakit blood cancer atau biasa disebut dengan sebutan kanker darah.Penyakit itu membuat beberapa sel darah merah menjadi ganas dan tidak bisa mengerjakan tugasnya dengan baik.
Ibu mereka mengidap penyakit itu selama 5 tahun lamanya, ketika mereka bertiga genap berumur 15 tahun. ibunya memutuskan untuk pergi meninggalkan ketiga putranya yang masih membutuhkan kasih sayang seorang Ibu.Ditambah lagi dengan Ayah mereka yang memiliki keputusan untuk menikah kembali dan berupaya melupakan ketiga putranya yang masih terbilang amat kecil.
Halilintar, Taufan, dan Gempa ditelantarkan begitu saja ke jalanan yang cukup lengang pada malam hari.Ketiganya mengalami kesedihan dan kesusahan pada malam itu juga.Karena bingung harus pergi kemana lagi, pada akhirnya mereka bertiga menginap kerumah Kakeknya.
Dan dimulai dari sejak itulah, perilaku Halilintar kepada mereka berubah drastis.Halilintar lebih suka menyendiri dari pada harus menghabiskan waktu untuk adik-adiknya.Dia berangsur menjauhkan diri dari mereka berdua.
Beralih pada Halilintar, ia menghentikan motor ninjanya.Memarkirkan motornya disalah satu tempat parkir terdekat, Halilintar melangkah masuk memasuki area taman kota.Suasana di taman ini terlihat ramai, banyak anak-anak kecil yang berlarian kesana dan kemari.Ada juga diantara mereka yang berusia lanjut, menghabiskan waktu luangnya untuk berjogging pagi.
Kedua kakinya membawa tubuh Halilintar kesuatu tempat yang amat ia suka datangi setiap kali dia menapakkan kakinya pada taman kota ini.Sebuah pohon besar yang tak jauh dari area tamanlah yang menjadi jawaban tepat untuk menjawab pertanyaan dari kalian semua.
Pohon beringin itu berdiri kokoh ditengah-tengah area taman, menjadi tempat utama yang sering dikunjungi oleh orang-orang untuk dijadikan tempat berteduh dan menghindari sengatan dari cahaya matahari yang menerik.
Bruk....
Sebelum Halilintar mendaratkan kedua kakinya pada objek tujuannya saat ini, sesuatu hal mencoba untuk menghalangi langkahnya sejenak.Dari arah samping, tubuh Halilintar terasa terdorong hingga membuat dirinya limbung dan terjatuh dengan area pantat yang sempurna menghantam tanah yang keras.
Halilintar mengaduh pelan, menolehkan kepalanya kearah seorang gadis yang posisinya pun tak jauh berbeda dari dirinya sekarang ini.
"Tsk, loe punya mata gak sih?! Jalan seenaknya sendiri, loe pikir ini jalanan nenek moyang loe apa?!" Halilintar yang sudah memperbaiki posisinya langsung berseru marah pada si gadis yang baru saja menabrak dirinya hingga terjatuh.
Tampak, si gadis sedikit tersentak dengan apa yang dikatakan oleh laki-laki yang berada dihadapannya saat ini.Gadis itu tidak habis pikir, laki-laki setampan dia memiliki kalimat kasar yang sedemikian rupa bahkan berniat menolongnya saja tidak.Halilintar lebih tertarik untuk bergegas pergi dari tempat ini, sekejap moodnya hancur.
Menatap lamat-lamat punggung Halilintar yang mengabur, si gadis menepuk-nepuk bajunya yang setengah kotor.Bergumam perlahan, "Idih, jadi cowok kasar banget sih.Baru ketabrak segitu saja sudah marahnya setengah mati, dasar cowok!"
🌺~~*~~🌺