webnovel

Little Devil Made Me A Beast

Kisah seorang pria sukses bernama Andra Anggara yang terganggu karena bayang-bayang masa lalu yang masih menghantuinya. Sehingga ia berusaha keras untuk melupakan masa lalu itu dengan cara yang salah, lambat laun menggerogoti dirinya sendiri hingga Andra mengidap penyakit yang bernama Graves. Ramona selaku asisten pribadi di perusahaannya adalah sosok wanita yang paling dekat dengannya, ia lah yang berusaha untuk mengingatkan hal-hal positif sekaligus seorang teman untuk mecurahkan segala keluh kesahnya. Namun disaat Ramona mengetahui sisi lain dari Andra yang sebenarnya, ia mulai resah bahkan ketakutan, sebab sisi lain dari Andra ini mengingatkannya tentang masa lalu kelamnya ketika bertemu dengan seorang predator.

wpuniverse · realistisch
Zu wenig Bewertungen
9 Chs

Misteri masa kelam Ramona

Rupanya Ramona masih ketakutan. Andra bisa melihat sendiri saat Ramona memposisikan tubuhnya berdempetan dengan pintu mobil, pada saat Andra mengantarnya pulang.

Andra sangat menyesal karena itu, seolah bukan hanya dirinya yang memiliki trauma mendalam akan suatu hal. Namun ia masih tidak tahu, Ramona pernah mengalami kejadian apa sehingga sampai terlihat terpukul seperti ini?

Sesampai di depan rumah, Ramona segera keluar dari mobil Andra.

"Ramona?"

Ramona menghentikan langkahnya.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu menjadi takut seperti ini."

Ramona hanya diam.

"Baiklah, jika begitu...aku akan memberimu waktu, setelah itu kita akan membahas hal ini. Sekali lagi maafkan aku, Ramona." Kemudian pergi meninggalkan Ramona yang masih berdiri di halaman rumahnya.

Kedua adiknya pun bertanya-tanya ketika melihat Ramona menangis seperti habis disiksa saat memasuki rumahnya.

"Kak? Kakak kenapa?!" Tanya Maya sembari memeluknya.

"Iya, kakak kenapa kak? Cerita pada kami." Lanjut Rio, adik laki-lakinya.

"Aku baik-baik saja, kalian tidurlah, besok harus ke sekolah." Jawab Ramona sambil mengusap sisa-sisa air matanya.

"Apa kakak yakin baik-baik saja? Apa ini semua karena pria yang bernama Andra itu?" Tanya Maya sekali lagi.

"Sudahlah, kalian tidur saja, ayo aku antar ke kamar."

Sementara Andra sudah sampai ke tempat penari striptis itu lagi. Di tengah-tengah kerumunan penari telanjang serta para pria hidung belang, ia hanya minum-minum tanpa henti di meja bartender.

"Lagi." Meletakkan gelas loki yang sudah kosong diatas meja bartender.

"Tapi, tuan, aku rasa ini sudah berlebihan." balas bartender itu.

"Lagi! Saat aku bilang lagi, ya lagi!" Gertak Andra.

"Ba...baik, tuan Andra." Ketakutan dan segera memberikan apa yang Andra inginkan.

"Tuan? Sebaiknya bersenang-senanglah dengan para wanita disini,"

"Untuk apa? Kau pikir selama ini aku tertarik pada semua wanita disini? Aku memang bercinta dengan mereka semua, hampir seluruhnya sudah pernah aku tiduri. Tapi apa yang aku dapatkan? Nothing!"

"Lalu...apa tujuan tuan kemari? Jika tidak menyenangkan diri tuan?"

"Melupakan seseorang. Seseorang yang sangat sulit aku lupakan."

"Kekasih tuan?"

"Ya, benar, kekasih kecilku. Kini ia sudah menghilang entah kemana."

Tiba-tiba seorang pria paruh baya bertopi koboi datang dan duduk di sebelah Andra.

"Sepertinya kau minum terlalu banyak, tapi aku salut, kau cukup kuat juga." Sahut pria itu tiba-tiba.

"Bukan urusanmu." Balas Andra sambil meminum minumannya.

"Maaf jika aku lancang mendengar semua perkatanmu barusan. Aku disini hanya menawarkan bisnis, siapa tahu kau akan tertarik." Memberikan kartu namanya yang terukir sebuah tulisan emas "House of Bunnies".

"What the fuck is this?" Tanya Andra sedikit kesal.

"Jika kau ingin tahu lebih, just call me." Jawab pria itu, lalu pergi begitu saja.

"House of Bunnies? Apa kau tahu soal ini?" Menunjukkannya pada bartender.

"Maaf, tuan, aku tidak pernah mendengarnya, tapi aku rasa itu seperti undangan. Keputusan ada di tanganmu, tuan." Jawab bartender itu.

***

Siang hari saat di kantor, Andra memanggil salah satu karyawan terpercayanya, David.

"Ya tuan? Ada yang bisa saya bantu?" Ucap David setelah masuk ke ruangan Andra.

"Apa kemampuan IT-mu masih tajam?"

"Ehm...semoga saja, tuan,"

Lalu Andra memberikan kartu nama itu kepadanya.

"Coba kau cari seluk beluk tentang House of Bunnies ini. Apa itu sebenarnya?"

"Segera, tuan."

"Tapi ingat, hal ini jangan sampai bocor ke siapapun, hanya kita berdua saja yang tahu, ok?"

"Baik, tuan."

"Good."

Setelah David pergi untuk memeriksanya, tak lama kemudian Ramona memasuki ruangannya dengan pakaian biasa, tidak berseragam. Kedua matanya yang masih saja lebam tampak jelas di mata Andra.

"Saya mau mengundurkan diri." Sahut Ramona dengan memberikan surat pengunduran diri di dalam map.

Andra masih diam dan menatap wajahnya. Kini mereka berdua saling adu tatap. Kemudian Andra mengambil surat itu dan menyetempelnya dengan tulisan "Ditolak".

"Maksud anda apa?!" Tegas Ramona.

"Maaf, aku tidak bisa." Balas Andra dengan tenang.

"Itu terserah anda, yang terpenting saya sudah pamit baik-baik, dan nyatanya anda tidak menghargai keputusan saya."

"Apa semua ini karena kejadian semalam? Iya?"

Ramona diam, namun kedua mata tertuju pada Andra.

"Aku sudah minta maaf padamu, dan aku sungguh menyesal. Sebab aku sendiri juga tidak tahu mengapa kau sampai seperti ini? Maka dari itu aku berkata padamu kemarin, kita akan bahas hal ini, bagaimana dengan makan siang di tempat biasa?"

"Maaf, saya tidak bisa."

"Hanya kau yang mengetahui bahwa aku..."

"Predator? Dan saya harap anda tidak pernah melukai gadis malang itu sekali pun."

"Mengapa kau tiba-tiba berpikiran seperti itu? Kau sudah lama mengenalku, Ramona."

"Saya tidak peduli." Ramona mulai menangis.

Andra mulai mendekati Ramona secara perlahan.

"Menjauh dari saya, atau saya teriak?!" Tegas Ramona.

"Untuk apa kau harus berteriak? Kau pikir aku akan melukaimu? Untuk apa aku melukai seseorang yang sudah berusaha keras untuk membantuku sampai detik ini?"

Ramona masih saja ketakutan dengan Andra yang perlahan mendekatinya.

"Tenanglah, Ramona, makan siang denganku, kita bahas hal ini baik-baik, ok?" Ucapnya lembut.

Akhirnya Ramona pun menurutinya.

***

Saat Andra menyantap makan siangnya sampai habis tak tersisa, Ramona hanya diam menatapnya, hingga makanan yang tadinya hangat menjadi dingin.

"Mengapa kau tidak makan? Maaf, aku mendengar perutmu berbunyi saat di mobil barusan, jadi makanlah." Sambil mengusap mulutnya dengan tisu.

"Bukannya saya sudah bilang, saya tidak mau? Dan kita disini hanya bicara, ya kan?"

"Ok, let's talk." Ujar Andra sedikit kesal.

"Saya tidak tahu harus di mulai darimana pembicaraan ini?"

"Simple, bagaimana kalau kita mulai dengan suatu pertanyaan. Mengapa kau ketakutan padaku sekarang setelah apa yang aku lakukan padamu di malam itu?"

"Karena saya tidak ingin mengingatnya lagi."

"Padahal aku hanya menegaskan sesuatu, bukan ingin melecehkanmu."

"Saya tahu, saya tahu, tapi saya tidak suka."

"Mengapa? Apa sebelumnya ada seseorang melecehkanmu?"

"Maaf, Itu terlalu privasi."

"Lalu bagaimana masalah ini bisa selesai jika semua yang kau alami selama ini saja aku tidak tahu?!"

"Bagaimana dengan anda sendiri? Dengan menyimpan seluruh masa lalu itu di dalam laci kerja anda? Sama, bukan? Karena semua hal itu sangat ingin kita lupakan, namun sulit, kan?"

Andra mulai merenungkan penjelasannya.

"Kita ini sama, sama-sama ingin melupakan masa lalu kita, namun sangat sulit. Bahkan awalnya saya mengira anda adalah satu-satunya pria terbaik yang pernah saya kenal,"

"Jadi kau menganggapku jahat sekarang? Hanya karena aku pernah menjalin hubungan cinta dengan Luna?"

"Ya...karena Luna ternyata masih anak-anak! Sepicik itukah diri anda?! Anak kecil tidak tahu apa-apa soal cinta yang seperti itu!"

"Tapi dia tahu, Luna tahu soal cinta itu." Tegas Andra, hingga membuat Ramona beranjak pergi dari tempat duduknya.

"Ramona? Please." Lalu Andra menyusulnya sampai keluar dari restoran.

"Menjauh dari saya, jangan pernah temui saya lagi!" Kemudian memberhentikan taxi dan pergi dengan taxi itu.

"Ramona! God Dammit!" Pekik Andra.