webnovel

Liku Kehidupan

Fakta pengkhianatan sang ayah membuat Alena hancur hingga gadis itu memutuskan pergi membawa amarah serta dendam yang berkobar didalam dada. Setelah 10 tahun berlalu Alena kembali ke negara asalnya untuk bekerja disalah satu rumah sakit disana. Ditengah menyembuhkan luka Alena bertemu Elang, seorang dokter obgyn ditempat ia bekerja. pertemuan setiap hari ditambah sikap perhatian dan ramah Elang membuat Alena merasakan perasaan yang berbeda. Ditengah kedekatan mereka masa lalu Alena datang mengingatkan rasa sakit yang perempuan itu coba lupakan. Elang yang merasa aneh dengan sikap Alena berusaha menggali informasi tentang masa lalu perempuan itu. Hingga suatu saat Alena bersedia menceritakan semua padanya, membuat Elang memiliki keinginan menghapus luka itu. Seiring waktu berjalan Elang merasa perjuangannya tak sia sia melihat Alena yang kini mulai terbuka dengan keluarga perempuan itu.

Miracle_Blue · Teenager
Zu wenig Bewertungen
14 Chs

1.Keputusan

Alena memasukkan baju terkhir ke dalam koper miliknya. Keputusannya sudah bulat ia akan pulang ke Indonesia, bukan untuk menemui ayahnya melainkan mengejar impiannya semasa kecil. Ia belum sepenuhnya melupakan kejadian itu, ia berusaha tetapi rasa benci itu mengakar kuat dalam dirinya.

Pintu kamar Alena terbuka, menampakkan sosok wanita cantik walaupun usianya tidak lagi muda disusul laki laki berperawakan tinggi dengan wajah tengil andalannya. Ia mendengkus kuat, tak bisakah abangnya itu menampakkan wajah yang enak dilihat. Ia benci dengan ekspresi itu yang seakan mengejek dirinya.

"sudah semua sayang?"

Alena terlebih dahulu masuk dalam pelukan sang bunda sebelum menjawab. sepuluh tahun tinggal bersama keluarga kakak dari mamanya ini menjadikan ia si bungsu yang manja. Semua orang menyayanginya disini, bahkan kakak kakaknya selalu bersikap protektif jika menyangkut Alena. Alena tak masalah dengan hal itu, ia malah bahagia dan merasa lengkap dengan keluarga yang sekarang.

"Sudah bunda"

Senyum itu kembali mengembang dari bibir tipis Alena, ia menyukai suara lembut bunda yang selalu mengingatkannya dengan sang mama. Mama, sudah lama rasanya Alena tak berziarah ke makam mama. Ia belum siap untuk kembali saat itu, tapi sekarang Alena berjanji. Ia siap melewati semuanya, dan berjanji akan terus bahagia.

"Yakin mau pulang? Gak akan nangis nangis bombay lagi? Siap bertemu masa lalu?"

Suara sang abang disertai wajah menyebalkan itu membuat kedua perempuan beda generasi itu saling melepaskan pelukan. Bunda melotot tajam kearah sang anak, sedang Alena memutar bola matanya malas. Malas menanggapi ejekan bang Rama yang ia yakin tak akan selesai kalau ia balas. Ia sudah hafal, abangnya itu tak kan tenang kalau sehari saja tak membuat masalah denganya membuat sang bunda jengkel dan menjewer telinga sang abang." Umur sudah tua tapi kelakuan masih bocah ". Begitu jika sang bunda mulai mengomel.

"Diem deh bang, jangan suka bikin ribut. Adikmu ini besok sudah balik ke Jakarta, bukannya dipeluk atau di cium ini malah cari masalah."

"Rama kan cuma tanya bunda, siapa tau di Jakarta Alena kesepian dan nangis diam diam karena gak ada tempat cerita. Abang kan cuma khawatir"

Jawaban aneh itu membuat Alena jengkel setengah mati, ia ingin sekali menendang bokong abangnya. Kenapa jawabanya selalu nyleneh dan tidak sesuai dengan konteks yang ditanyakan belum lagi ekspresi wajahnya yang minta di cium. Menangis diam diam kapan ia begitu lagi, iya ia sering melakukannya tapi dulu. Sekarang sepertinya kebiasannya itu sudah berubah, ya sepertinya. Karena ia pun tak yakin dengan itu.

"Kenapa melotot? Gak terima abang bilang begitu? itu bukan tuduhan tapi fakta jadi gak usah ngelak"

Sungguh, ucapan sang abang membuat kekesalan nya sampai ke ubun ubun, tak akan ia biarkan makhluk menyebalkan itu lepas malam ini. Belum sempat Alena melayangkan tendangkan, sang bunda sudah lebih dulu menarik tangannya kuat. Sang bunda sudah hafal gadis cantiknya ini sebentar lagi akan mengeluarkan taringnya.

"Jangan di ladenin, abangmu itu memang kurang waras. Lebih baik bantuin bunda di dapur, kita masak makanan kesukaan kamu"

Rama mendesis sebal, niat hati membuat sang adik kesal kenapa malah ia sendiri yang di salahkan. Namun tak urung ia menyeret kedua kakinya mengikuti langkah dua wanita terkasih dalam hidupnya itu disertai senyum tipis. Ia bahagia sekali melihat kekesalan sang adik namun ia lebih bahagia saat melihat senyum terbit dibibir mungil Alena.