webnovel

URBAND LEGEND

Chapter 11 : Urband Legend.

_Likenzo_

"Bos!"

Kenzo menolehkan wajah. Di sampingnya teradapat Lidia yang sedang sibuk usil padanya entah gabut karena apa.

"Apa?"

"Apa Bos tahu?" Tanya Lidia sambil menjilati eskrim corong yang mencair.

"Tidak!" Jawab Kenzo ketus melirik ke seberang jalan raya sana.

Sudah dari beberapa menit berlalu. Kenzo dan Lidia pindah tempat mengunjungi toko eskrim tak jauh dari restoran KFC. Dan ya, yang membayar semua makanan tersebut tentu Kenzo sendiri.

"Aku serius Bos.." Lidia memandang malas pada Bosnya.

"Terus apa? Kau bertanya tapi tidak menjelaskan keterangan, mana ku tahu?" Nada bicara Kenzo seakan mengajak baku hantam, nada bicara yang menyebalkan.

"Iya juga.." Gumam Lidia terbodohi dirinya sendiri.

"Maap maap, maksud ku apa Bos tahu tentang Legenda HIKIKO?" Ujar Lidia.

Kenzo mendengus, apa dia tidak tahu orang di sampingnya ini sangat penakut soal hantu? Di tengah malam yang dingin dia malah membahas Hantu.

"Tahu. Bukankah itu Hantu yang melegendaris dari Jepang? Namanya sudah sangat familiar di telinga ku," Jawab Kenzo.

"What!" Pekik Lidia seakan tak percaya.

"Kenapa?"

Lidia menggeleng kepala melihat Bosnya. "Asal kau tahu saja Bos, hantu Hikiko itu sudah sangat terkenal di Jepang. Tapi tidak di indonesia. Apa Bos sering Streaming Urband Legend? Jika ia, bolehkah aku mendengarnya dari versi Bos?" Ungkap Lidia menangkup kedua tangannya menyatu menopang dagu.

Kenzo memicingkan matanya aneh. "Untuk apa? Lagi pula aku tak mau membahas hantu. Konon katanya kita juga tidak boleh membicarakan soal hantu Hikiko. Kita bisa kena dampak buruk walau sekedar membicarakan mahkluk tak kasat mata. Banyak orang mengatakan juga, kita bisa di temui hantu itu nantinya." Jawab Kenzo bergidik ketakutan.

"Cik! Itu kan hanya mitos. Bos ini penakut sekal-"

"Siapa yang penakut bodoh! Jika hantu itu mitos lalu dari mana datangnya pemikiran itu? Tentu bukan soal perkara mudah menyebar rumor tentang sosok arwah gentayangan yang melegenda." Kesal Kenzo.

"Aku kan hanya berkometar," Cemberut Lidia. "Tapi Bos-"

"Apa!"

Kenzo menatap Lidia galak, gadis itu nyengir kuda di tatap tajam oleh Bosnya. Dasar gadis tidak tahu malu, ingin sekali Kenzo memecatnya sekarang juga.

"Sudah sana kau pulang! Keluarga mu pasti menunggu." Ujar Kenzo.

Lidia menggeleng. "Kata siapa? Bos tahu sendiri orang tua ku sangat tidak peka, bahkan sebenarnya mereka bukan orang tua kandung ku. Jadi wajar kalau aku pulang selarut apapun, pasti mereka tidak akan mempertanyakannya." Sahut Lidia mengeluh kesah.

"Kalau begitu ayok pulang!" Ajak Kenzo.

"Ayok!" Lidia menggandeng lengan Bosnya tanpa rasa bersalah.

Kenzo tak menepis tangan Lidia dari lengannya, itu karena dia sudah menganggap gadis itu sudah seperti adiknya sendiri tak berbeda jauh dari Juna.

Kenzo melirik ke arah arus jalanan, sebuah mobil melaju cepat ke arah mereka. Lidia yang tidak sadar ada mobil di manfaatkan oleh Kenzo.

"Awass!" Teriak Kenzo menarik tubuh Lidia dan..

'Cipraatt!'

Cipratan air kubangan mengenai wajah dan tubuh bagian depan Lidia. Mobil yang melewati mereka barusan masih tetap melaju cepat tanpa berhenti sesaat untuk meminta maap.

Posisinya sekarang Kenzo menjadikan Lidia sebagai tameng untuk berlindung dari cipratan kubangan air, membiarkan wajah gadis itu basah dengan air got yang bau. Lidia mengusap wajahnya dengan satu telapak tangan.

"Fuuhhh!"

Wajahnya sekarang sudah bermandikan kuman dan bakteri, baju bagian depannya juga sudah basah terciprat air berbau busuk.

"Yaakkkkk!"

Kenzo melapas cekalannya dari Lidia. "We we.. Maap Li.. Aku tadi-"

"Kemari kau!" Teriak Lidia lagi menghadap belakang.

Kenzo meneguk ludahnya kasar, tanpa aba aba dia berlari setelah melihat wajah amukan dari gadis di depannya.

"Kabooooorrrrr!"

Lidia menginjak injakan tanah dengan kesal semabari merengek. "Huwaaaaa.." Gadis itu benar benar menangis di tepi jalanan karena Bos sialannya.

**

Keesokan paginya. Kenzo sudah berada siap siap di dapur. Hari ini restoran akan dibuka setelah Kenzo pulang dari sekolah. Seperti biasa, dia menyiapkan makanan untuk sarapan serta makan siang adiknya, Juna.

Ya, Juna akan segera sekolah sebentar lagi. Kenzo harus banyak banyak mencari uang untuk membiayai adiknya agar adiknya itu bisa berpendidikan.

"Junaa!" Panggil Kenzo.

"Iya kak?" Sahut Juna dengan suara serak sambil mengucek mata menghampiri kakaknya.

"Baru bangun?" Tanya Kenzo berjongkok di depan adiknya.

Juna mengangguk.

"Di atas meja sudah ada sarapan, di kulkas dan di lemari nakas juga sudah ada cemikan kalau Juna lapar nanti. Kakak ke sekolah dulu ya, kamu di rumah hati hati jangan bukakan pintu untuk siapapun kecuali dan kak Lidia. Paham?" Juna sekali lagi mengangguk.

"Bagus, kalau begitu kakak berangkat sekolah duku. Emuuahh.." Kenzo mengecup sayang kening adiknya lalu berdiri.

"Jangan lupa habis sarapan mandi, kakak berangkat dulu dadah Junaaa!" Teriak Kenzo sembari berjalan keluar rumah.

"Iyaa!" Hanya sahutan itu yang Juna teriakan.

Anak itu berjalan ke arah kursi, duduk di sana dan mulai memakan sarapannya dengan menu roti selai coklat panggang dan susu. Menu kesukaannya, Juna sangat bernyukur memiliki kakak seorang Kenzo.

Di halaman rumah, Kenzo bersiap menaiki sepedanya. Tapi tak jauh di depannya sudah ada Lidia tersenyum ke padanya.

"Apa yang kau lihat? Minggir!" Kenzo ketus.

"Ish Bos galak sekali, akukan hanya ingin berangkat bersama saja." Kesal Lidia.

"Tapi aku tak mau berangkat besama mu, sebaiknya kau minggir sepeda ku ingin lewat," Usir Kenzo dengan kasar.

"Bolehkah aku ikut naik sepeda dengan mu?" Pinta Lidia dengan mata berbinar.

"Tidak!"

"Yahh.. Kenapa? Aku kan.."

"Febee bisa cemburu melihat ku membonceng mu nanti, kau tentu tidak maukan jadi sasaran buliannya di sekolah?" Jelas Kenzo.

Lidia berpikir sejenak, benar juga.

"Lalu aku naik apa Bos? Akukan belum gajian," Tanya Lidia.

"Jakan kaki!"

Setelah mengatakan itu Kenzo pergi melewati Lidia yang melongo, apa sekejam itu Bosnya ini? Padahal dirinya kesini ingin mengkode meminjam uang untuk jajan di sekolah.

"Ish.. Bos menyebalkan!" Lidia menekuk wajahnya dengan kedua tangan bersedekap dada.

Kenzo tak memerdulikan, ia sibuk menggayuh sepeda menelusuri sisian jalan raya. Dirinya dari dulu memang typekal bodo amat, tak perduli orang susah atau tidak. Terpenting dia tidak di rugikan, bukan pelit atau egois hanya saja tidak mau terlibat masalah baru.

Banyak pepohonan indah tertanam tumbuh di dalam tanah, langit pagi yang cerah dan hangatnya mentari pagi. Hari ini adalah musim semi, dimana cuaca tropis menyuburkan sekaligus menuakan tumbuhan.

Perjalanan yang cukup jauh jika ditempuh hanya dengan manaiki sepeda, sudah biasa Kenzo berpeluh sebelum mata pelajaran dimulai.

"Hemm.. Hemm.." Gumaman demi gumaman Kenzo lantunkan.

'Gedebuk Brakkkk!'

Sesuatu tak sengaja Kenzo tabrak, alhasil dirinya terjatuh ketanah dengan keadaan tersungkur. Pantat dan sikutnya terasa sakit, saat dilihat ternyata terdapat sedikit luka lecet.

Dengan ekspresi hendak memaki, Kenzo mendudukan diri dan mendongak, menatap siapa yang dengan bodoh menghalangi jalannya. Matanya melotot, bukan karena marah tapi karena terkejut melihat siapa di depannya.

Ya.. Kenzo hampir menabrak seorang wanita dewasa dengan pakaian gaun merah darah.

"Kau!"

Kenzo berdiri menunjuk wanita di depannya, dengan tertatih dia menampilkan sorot pandangan tak percaya. Baru saja ia akan menabrak seseorang, beruntung dirinya bisa menghindar dan hanya mendapat luka lecet.

"Apa kau bisa melihat jalan? Harusnya kau menengok ke sisi kanan kiri mu, hampir saja kau ku tabrak dengan sepeda!" Omel Kenzo.

Wanita itu hanya menatap Kenzo dari balik rambut rambutnya yang kusut. Ouh tidak, sesuatu Kenzo baru saja lupakan. Wanita itu bukan wanita dewasa apalagi wanita bergaun merah, tapi Siswi SMA dengan Bet sekolah lengkap dan seragam yang berlumuran.. Darah.

"K-Kau Si-Siapa?" Tanya Kenzo terbata bata, tak sadar kakinya melangkah mundur dengan kaku.

Siswi itu menatap Kenzo semakin tajam, dia diam diam tersenyum miring dengan lidah yang sedikit menjilat sisa noda berwarna merah di bibirnya.

"Hikiko.."

Wanita itu menjawab dengan nada suara yang lebih mirip seperti bisikan menyeramkan. Kenzo mematung, degup jantungnya semakin memompa saat melihat jelas bagaimana rupa wajah wanita di depannya.