webnovel

Pocong

Selesai sholat aku mengaji seperti biasanya. Aroma kemenyan yang sangat pekat tiba tiba menghilang, aku merasa parno tinggal dirumah ini sendirian.

" pap, ada yang mau ngajak kenalan" ku kirimkan sms pada suamiku.

" siapa ?" balasnya setelah nada notifikasi masuk terdengar dari ponselku.

" penunggu rumah ini. Aku melihat bayangan putih melintas dan bau kemenyan" tulisku sambil bergidik ngeri. Ga kebayang jika harus bertemu langsung dengan makhluk tersebut.

" Ah, mungkin perasaan mama saja. Mama kecapean mungkin. Jadi berhalusinasi." Aku yakin jika aku melihatnya, tapi aku berfikir ulang. Mungkin juga aku berhalusinasi, secara dari awal aku sudah merasa ga nyaman dengan rumah ini.

" iya mungkin, hehehe. Ya sudah aku tidur dulu ya pa. papa juga harus istirahat, jangan lupa makan."

Aku harap mlam ini bisa tidur nyenyak, karena besok masih harus melanjutkan menata rumah. Jam 20.00 kampung ini benar benar sepi, rumah kosong depan kontrakanku menambah aura yang tidak nyaman.

Dari dalam rumah sebrang itu, seakan akan ada beberapa padang mata yang mengikuti setiap gerak gerikku. Ku tutup tirai dan ku putuskan untuk kembali ke kamar.

"blek… bleeek.. bleek.." aku terbangun dari tidurku. Aku dengar suara orang melompat dari atas loteng rumahku, ku lihat jam menunjukkan pukul 2.00 dini hari.

"siapa yang main lompat tali malam malam begini" batinku.

Ku tunggu beberapa menit, berharap suara itu kembali terdengar, namun sepi yang aku dapat.

Ku rebahkan kembali tubuhku, ku Tarik lagi selimutku. Baru saja ku pejamkan mata, suara itu datang lagi. Kali ini lebih mantap dan lebih keras. Seakan akan hentakan kaki itu ada di atas plafon rumahku.

"masyaallah, siapa sih pagi pagi gini bikin ribut." Rasa jengkel dan pusing yang aku rasa, ku lihat kembali jam dinding. "masih jam 2.15" gumamku.

Aku berniat melaksanakan solat tahajud saja, mungkin Allah membangunkan ku dengan cara yang demikian. Aku berfikir positif aja untuk mengusir rasa takutku.

Saat aku berjalan menuju kamar mandi, kurasakan kembami ,ada langkah yang mengikutiku, ada mata yang mengawasiku. Tiba tiba bulu tengkuk meremang, ku lafalkan ayat kursi dan ayat ayat lain yang ku hafal, berharap rasa takut itu menghilang. Benar saja, ada sedikit keberanian untuk terus berjalan mengambil wudhu ke kamar mandi.

" Allahu akbar' takbir pertama pada sholat tahajud aku lakukan. Dengan hati yang tak nyaman, aku memasrahkan diri pada illahi.

"klontang.." suara panci jatuh terdengar dari dapurku. Kebetulan dapurku berada pas di depan kamar. Aku terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian yang hilang Bersama dengan jatuhnya panci, membayangkan hal yang tidak tidak, siapa tau ada maling, khayalan demi khayalan membuat bulu kudukku berdiri lagi.

"siapa yang menjatuhkan panci tengah malam? di rumah ini hanya ada aku saja." Batinku. Perlahan ku buka pintu kamarku, membayangkan ada makhluk lain yang muncul dari balik pintu kamarku. Belum sempat ku buka sudah ku tutup kembali. "Hahhaha.." tawaku geli dalam hati. "Keseringan nonton film hantu sih, jadi penakut gini." Ku buka kembali pintu kamar dan kuedarkan pandangan kesekitar.

"Gak ada yang jatuh, panci nya tetep di atas. Lalu apa barusan yang jatuh?" Ku coba melangkah keluar kamar menuju dapur, benar saja ! Tak ada apapun yang jatuh.

"Sepertinya aku butuh ke dokter THT buat benerin telinga."

"Fiuuuuhhh.." tiba tiba saja ada angin merangsek mulus melewati mukenah yang aku pakai. Aroma busuk pun tercium dan membuatku mual. Aku mematung, sejenak.

"suara apa itu tadi?" sesaat aku ingin menoleh ke arah suara yang searah dengan loteng untuk memastikan bahwa tak ada orang lain di rumah ini.

Namun.. aku ingat kembali, jika pintu loteng belum pernah di buka sama sekali semenjak pertama kami menempati rumah ini.

" lalu angin dari mana? " gumamku.

"fiuuuh." Suara ke dua membuatku mau tak mau menoleh ke arah pintu loteng. Bukan

pintu loteng terbuka yang ku dapati, malah sosok putih dengan tubuh terikat bak pocong sedang mengangguk angguk santai di depan pintu.

"Astaghfirullah.." jeritku dan berlari kencang ke arah kamar, saking paniknya sampai aku lupa jika aku masih memakai mukenah. Alhasil aku pun tersandung rok mukenah dan jatuh menabrak pintu kamar, tiba tiba mataku terasa gelap.

Allahu Akbar.. Allahuakbar

Suara adzan subuh menyadarkanku dari pingsan semalam. Yah.. aku pingsan setelah menabrak pintu kamar.

Ku coba bangkit dari lantai, badan terasa sakit semua, aku teringat makhluk semalam. "Kemana dia ?" Rasa takutku berubah penasaran. "Bagaimana mungkin ada pocong di rumah ini? Siapa kah pemiliknya?" Aku merangkak menuju tempat tidur dan mengambil handphone, mencoba menghubungi mas Awi .

"Pagi sayangku.." ucap mas Awi manja saat menerima telpku.

"Mas.. rumah ini berpenghuni." Ucapku dengan nada gemetaran.

"Berpenghuni gimana?kenapa suaramu gemetaran? Mama gak apa apa ?" Tanyanya panik

"Semalam aku lihat pocong di lantai atas pa, sumpah itu pocong. Aku ga ngantuk dan ga halusinasi. Aku pulang saja ya ke malang, rumah ini menakutkan."

"Hahahah... Mama mama, mana ada sih pocong . Mama suka ngaco deh, sabar ya ma, rumah itu emang kusam tapi ngga angker kok, percaya deh sama papa."

Astaga.. harus bagaimana lagi aku menjelaskannya

.

"Assalamualaikum." Ku dengar suara ketukan pada pagar rumahku.

"Waalaikumsalam, sebentar ya pa. Sepertinya ada tamu" ucapku dan mematikan handphone. Kulepas mukenah yang aku pakai dari semalam dan berlari membukakan pintu pagar rumah.

" Pagi Bu , tetangga baru ya? Saya Bu Fani. mau antar ini." Seorang wanita berambut pendek sebahu dengan kulit coklat berkacamata memberiku nasi kotak.

"Iya Bu, saya sari. Ada acara apa Bu?" Tanyaku basa basi.

"Oh ini cuma syukuran kecil kecilan aja Bu, ulang tahun anak saya. Monggo main ke rumah Bu, itu rumah saya." Ku perhatikan rumah yang di tunjuknya, rumah minimalis yang asri dengan di penuhi bunga bunga anggrek.

"Nggih Bu, terima kasih. Insyaallah nanti saya main, oh iya pak sayur ada di sebelah mana ya Bu?"

"Nanti datang kok Bu, di tunggu saja biasanya jam 7 pagi sudah di depan rumah. Nggih pun, saya permisi dulu. Masih mau ke tetangga yang lain." Pamitnya sambil menoleh ke dalam rumahku dan aku balas dengan anggukan.

"Hemmmm semangat.. ga boleh takut, manusia makhluk paling sempurna dari makhluk lainnya, masa takut sama setan." Ucapku menguatkan diri.

Aku mulai berbenah rumah, membersihkan halaman, mencabut rumput dan tanaman rambat yang dari semula sudah membuat rumah ini tampak seram.

"Jam 9." Gumamku saat melihat jam dinding.

" Kenapa pak sayur juga belum kelihatan? Kata Bu Fani tadi jam 7, apa aku yang tidak dengar saat tukang sayur melintas?" Aku kembali masuk ke dalam rumah, ku bersihkan badanku dari sisa sisa rumput dan debu.

Aku kembali menatap anak tangga tempat pocong semalam berdiri, hatiku tergerak ingin melihat "apa isi di balik pintu lantai atas?" Setelah aku ingat ingat, saat pertama kali masuk rumah ini, belum pernah kami membuka pintu lantai atas.

Dan aku memutuskan untuk melangkah naik ke anak tangga, ada rasa penasaran, takut dan geli. Geli karena di khayalanku terlintas sosok pocong tersenyum saat aku membuka pintu loteng.

"Ah.. cuma pikiranku saja." Ku buang pikiran itu jauh jauh, yang harus ku pastikan. Lantai dua ini aman.

"Bruk..!! Bruk..!!" ku dobrak pelan pintu itu, pintu dengan gagang yang berkarat tak sedikit pun bergerak.

" Apa yang harus aku lakukan ?" Desisku putus asa.

"Dobrak aja yang keras !" Tiba tiba aku mendengar bisikan anak kecil dari belakang punggungku . Reflek aku menoleh dan hilang keseimbangan, kaki kiriku yang tadinya sejajar dengan kaki kanan, terpeleset ujung anak tangga.

"Aaaaaaa.." tubuhku terjungkal ke bawah.

Bruuuk!!!

Aku terjatuh dari anak tangga paling atas.

"Ahhh.. duuuuh.." aku meringis kesakitan, terasa sakit dan ngilu pada pergelangan kaki, dan tubuh tubuh bagian lainnya.