webnovel

kembali ke rumah kontrakan

Kembali ke rumah kontrakan, seakan akan aku ingin memilih untuk menghilang saja dari muka bumi. Bagaimana tidak? Rumah ini seperti hidup, selalu ada saja hal aneh yang terjadi.

Apalagi saat ini, aku memilih pulang ke rumah ibu saat hamil tua hingga melahirkan.

Detik detik melahirkan yang penuh cerita, sehari semalam setelah ketuban pecah, si jabang bayi tetap tak mau keluar. Niat hati ingin melahirkan di bidan terdekat, apa daya si jabang bayi ingin jalan jalan ke rumah sakit besar. Yah.. setelah perjuangan yang menyakitkan dan melelahkan selama tiga hari, akhirnya si kecil lahir dengan proses operasi Cecar. Aku sangat bahagia melihat malaikat mungilku berjenis kelamin perempuan. Wajahnya bulat seperti ayahnya, bibirnya mungil sepertiku, hidung mbangir seperti ayahnya. Ah perpaduan yang cantik.

Hari hari berlalu begitu cepat, setelah 40 hari selepas melahirkan, aku dan bayi mungilku kembali ke rumah kontrakan. Kasihan jika melihat suami harus mondar mandir dari tempat kerja kerumah ibu dengan jarak yang tak dekat.

"Nduk, yakin mau balik kerumah kontrakan?" Tanya ibu dengan membantuku mengepak baju baju dan perlengkapan si kecil.

Ibu khawatir sekali atas rumah kontrakanku yang tak normal bagi beliau.

"Yakin Bu, rumah itu kosong berbulan bulan, waktunya di bersihkan. Apalagi sekarang ada Amira, pasti rumah itu tak akan sunyi lagi."

Kupandangi wajah Amira mungilku, tidur dalam senyum. Tak pernah seharipun dia rewel, bahkan kami tak pernah begadang seperti bayi lain pada umumnya.

"Pakaikan ini! dlingu bawang. Jangan lupa taruh kaca dan gunting di sebelah tempat dia tidur. Itu akan berguna, menjauhkan dari godaan godaan jin." Ibu menyematkan peniti dengan dlingu bawang di baju Amira. Kepercayaan orang Jawa, benda benda tajam dan bawang putih membuat setan dan makhluk halus lainnya tak berani mendekat, aku hanya menuruti saja.

"Hati-hati di jalan ya nduk, ati ati nak Awi. Titip cucu ibu." Aku tau perasaan ibu, Amira cucu pertamanya. Bagi ibu, Amira special. Selama 40 hari di rumah ibu, tak pernah sedetikpun ibu mengeluh saat menggendong Amira. Ibu bahkan lebih menyayangi Amira daripada aku, anaknya sendiri.

Kami pun berpamitan, selalu ada drama perpisahan. Titik titik air mata yang membasahi baju saat ibu menciumku membuat kami tak tega melangkah pergi, tapi apa daya kami. Banyak tugas yang harus kami lakukan kedepan nanti.

******

"Hemmm.." aku mendengus dan menatap nanar rumah gelap ini.

"Kapan kontrakan kita habis pa?"

"Ehmmm..masih lama, kemaren papa perpanjang kontrakan pas dapat bonus dari kantor." Penjelasannya membuatku terpekik, setahun rasanya bertahun tahun, ini malah di tambah lagi. "Masyaallah.." geramku.

"Kenapa gak bilang pa? Kenapa gak cari tempat lain?" Ucapku kesal.

"Kenapa toh, rumah ini aman ma. Kita gak perlu buang duit untuk pindahan lagi."

"Oooeeeekk.." tangisan Amira menghentikan percekcokan kami.

Kuletakkan Amira di kasur, ku susui dia, berharap dia menghentikan tangisnya.

"Papa mandi dulu ya, nanti gantian kalau Amira sudah tidur." Ucap lelaki ku mengalungkan handuk pada lehernya.

Ku rebahkan tubuh Amira lagi, selama menyusu tak mau sebentar saja dia ditinggal, padahal di rumah ibu dia tidak seperti ini.

"Apa yang kamu rasakan nak? Apa rasamu sama seperti rasa mama? Gak nyaman berada di rumah ini?" Ku kecup kembali matanya, keningnya, hidungnya. Subhanallah.. begitu indah ciptaanMu.

Amira akhirnya tertidur, aku tersenyum senang bisa ikut merebahkan badanku di sampingnya.

"Jam 21.45"

Tangis Amira memecah kesunyian, kulihat papanya masih tertidur sambil memeluknya. Aku yang masih memakai handuk setelah mandi, langsung saja mengangkat tubuhnya mungilnya.

Amira kembali tertidur di pelukan, lalu bagaimana aku ganti baju kalau posisinya begini? Mau bangunkan suami, kasihan.. karena seharian sudah nyetir, bahkan waktu yang harusnya kami tempuh hanya 2-3 jam harus kami lalui 6 jam karena macet.

Saat kurasa Amira sudah tenang, ku letakkan kembali dia di sebelah papanya. Dengan secepat kilat ku tarik daster kesayangan dan memakainya.

Sreeeeeekk..!!

Ku dengar ada suara daun yang di seret.

"Mulai.." batinku. Tapi Amira tenang, tak terganggu sama sekali.

Sreeeekk.. sreeeekk..!!

Suara itu semakin keras, lagi lagi terdengar dari balik dinding.

"Sebenarnya ada apa di balik dinding rumahku ini?"

Aroma dupa pun menyeruak masuk ke rongga hidung, suara lompatan lompatan pun terdengar.

"Apa mungkin anak anak Bu gotot jam segini belum tidur ?" Tanyaku dalam hati.

Ini tak wajar, Besok akan aku tanyakan.

Ku coba memejamkan mata yang lelah ini, tubuh dan mata benar benar butuh istirahat. "Semoga Amira tidak rewel." Ku kecup keningnya dan menyematkan doa.