webnovel

Aku ingin kembali

Bayang bayang Zean, dan Joy masih saja selalu saja membuat Bara teringat aka hal yang menjijikkan itu, walau pun untuk ku melupakan hari itu tidaklah mudah, tetapi aku harus melupakannya.

"Aghh,"jerit Bara hampir setres, ia menjambak jambak rambutnya sebagai pelampiasan.

"Bara," seketika suara Zean terdengar jelas dari luar, namun Bara tetap membiarkan nya.

"Bara ayolah buruan buka pintunya, aku sudah membawakan makanan untukmu, Bara jangan sampai aku menggunakan ke kerasan," ancam Zean.

Bara menutup telinganya menggunakan bantal, ia tak ingin mendengarkan suara Zean lagi. Makanya tetap saja Bara tidak menyahuti Zean.

"Oke! Kalau begitu aku tau apa yang harus ku lakukan," Zean meminggirkan makanan yang ia bawa itu.

Sekuat tenanga Zean mendobrak pintu, pintu kamar Bara pun terbuka lebar, Bara melihat Zean yang membungkuk mengambil makanan di lantai.

"Sialan, pintunya rusak," Zean masuk ke dalam.

Ia melihat wajah Bara yang datar habis menangis, lelaki mungil itu duduk di bawah bersender ke tempat tidur tanpa menggenakan baju.

"Makanlah," ia meletakkan di hadapan Bara, Zean ikut duduk di bawah bersama pacarnya itu.

Bara melihati nasi, yang di bawa Zean. Bahkan Bara sama sekali tak selera buat memakan, makanan dari orang yang menjijikkan itu.

"Ayo makan," menggeserkan sedikit.

Bara menggeser kasar ke samping.

"Ouh apa apaan ini?"

"Kau tidak ingin makan?"

"Baiklah," Zean mengambil kembali makanan yang telah ia berikan ke Zean.

"Aku akan membawa makanan ini," ujar Zean mengangkat.

"Jangan mau seenakmu, apa kau pikir disini bisa memilih milih makanan," Zean keluar.

"Cihh, aku lebih baik mati kelaparan," ujarnya naik ke tempat tidur."

Hufff... Zean menarik nafas di luar, ia kembali membawakan makanan yang tadi, Zean juga turun mengambilkan kotak P3k nya, ia mendatangi Bara kembali.

"Hoiyy," ujar Zean duduk di samping Bara, namun Bara bergeser sedikit.

Zean membuka kotak P3knya ia mengambil: perban, obat merah, dan obat peredang luka.

Zean mendekat dengan Bara, ia perlahan memegang tubuh Bara.

"Apa yang mau kau lakukan?" tanya Bara terkejut.

"Diamlah, lukamu nanti semangkin parah, biar aku obati," Zean mengoleskan obat merah ke luka luka bekas cambukan, lalu membalutnya memggunakan perban.

"Bara makanlah, kau dari tadi belum makankan, setelah selesai makan kau harus meminum obat ini, agar lukamu segera membaik.

"JANGAN BERHARAP AKU AKAN MEMAKAN MAKANAN YANG KAU BERI."

"Bara," Zean mencoba menyuapi Bara, tetap saja Bara tidak membuka mulutnya.

"Bara, hayolah kau harus makan."

"AKU TIDAK AKAN MAKAN."

"Bara, aku sebenarnya paling malas di bantah, tetapi karena keadaanmu seperti ini aku prihatin. Andai saja kau sembuh mungkin aku akan menghukummu lagi.

"Aku tidak perduli, kalau bisa habisin saja aku, biar itu tandanya kau hebat," cetus Bara.

"Bara setelah selesai makan aku berjanji akan melepaskanmu," ujar Zean yang masih mencoba merayu Bara.

"Mungkin aku akan makan, tetapi setelah aku makan apakah kau akan membiarkanku pergi?" tanya Bara serius, ucapan Bara tersenyub membuat Zan tidak mampu berkata kata.

"Bagaimana?"

"Makanlah," Zean bangkit dari situ, ia ingin keluar.

"Zean," Bara memanggil Zean dengan suara yang kuat.

"Ada apa," Zean membalik arah.

"Apa kau ingin keluar?"

"Aku rasa, agar engkau tenang."

"Kau ingin meninggalkanku lagi?"

"Kenapa?" Zean duduk di dedat Bara lagi.

Bara mengambil makanan dari Zean, ia memakan nya lahap, Zean smirk melihat Bara.

Tanpa Zean sadari Bara melihat itu.

"Cuihh," memuntahkan ke kasur.

Zean kaget melihat Bara.

"Oiyy ada apa?" tanya Zean bangkit.

Bara diam, ia mempalingkan wajahnya.

"Bagaimana mungkin aku bisa memakan makanan darimu, sedangkan ini beracun," Bara kembali meludah ludah mengeluarkan makanan.

"Sinting! Beracun darimana nya, aku tidak seburuk itu untuk membunubmu," Zean mengambil makanan dari Bara, ia menyentap menunjukkan ke Bara bahwa makanan yang ia berikan itu tidak beracun.

"Sekarang kau percaya?"

Bara merampas makanan yang berada di tangan Zean.

"Jangan smirk seperti itu, itu membuatku tidak percaya denganmu."

Zena menggelengkan kepalanya, menganggap aneh Bara.

***

"Zean aku sudah selesai makan, aku mau pulang sekarang."

"Bagaimana kau akan pulang?"

"Pergi dari sini."

"Apa kau mampu meninggalkanku?"

"Mampu mengapa tidak, kau menghukumku hampir mati, hukuman gila apa itu? Kau seperti psikopat Zean."

"Aku hanya mencintaimu," ujar Zean bermohon.

Bara mengeluarkan semua air matanya, ia menangis menjadi jadi memukul dada Zean.

"Kau? Mencintaiku?"

"Zean sialan, kau tidak pernah mencintaiku, kau bahkan tidak menghargaiku. Kah hanya menjadikanku sebagai pemuas nafsumu," ujar Bara menangis.

Tangan Zean ingin merangkul Bara, namun ia ragu ragu. Zean membiarkan Bara menangis di hadapannya.

"Bara aku benar benar mencintaimu, buktinya kau memilikiku bukan."

"Laki laki berengsek, hanya aku yang mencintaimu lebih, kau hanya menjadikanku pelampiasankan. Bahkan kau menghukumku sampai hampir mampus. Apa itu dinamakan cinta?"

"Tenanglah," tangan Zean secara ceoat memeluk Bara, kedua lelaki itu saling berpelukan.

"Maafkan aku Bara sudah memperlakukanmu seperti itu."

"Sebanyak apa pun kau minta maaf aku tidak akan memaafkanmu," Bara melepaskan pelukannya dari Zean.

"Bara, istirahatlah terlebih dahulu. Setelah itu kau akan membaik, aku berjanji padamu," memegang tangan Bara. Zean pun ikut menangis.

"Mari ku hantarkan ber istirahat."

***

Sangkinkan puasnya Bara tidak menyadari ia sudah tidur mulai siang hingga mau malam hari.

"Bara kau belum bangun," ujar Zean membanguni pelan.

"Sudah jam berapa?"

"Hanya sebentar lagi menunggu malam."

"Apa!" barra terbangun kaget.

"Mengapa kau tidak membangunkanku, sialan."

"Bagaimana mungkin aku membangunkanmu, engkau saja tidur pulas, aku tidak setega itu bodoh."

"Berisik," Bara cepat cepat bangun. Ia pergi ke dalam kamar mandi.

Sedangkan Zean mengeluarkan perban, dan air hangat, serta obat merah lagi. Ia ingin bermasut membersihkan luka Bara.

"Bara kemarilah," memanggil lelaki itu untuk mendekat.

"Ada apa?"

"Mendekatlah kemari."

Bara menuruti ke mauan Zean, namun ia sangat ragu.

"Cepatlah," menarik tangan Bara untuk mempercepat.

"Aku benci dengan pemaksaanmu!" cetus Bara sepontan.

"Maaf."

"Alright, aku tidak akan melukaimu," Zean membuka balutan perban Bara perlahan lahan.

"Auuw sakit," memukul tangan Zean.

"Sabar, mungkin ini lengket," Zean mengatasinya dengan membasahi perban itu dengan air hangat. Hal itu berhasil.

Sampai Zean membersihkan semua luka, dan kembali membalutnya memakai perban.

"Do you feel good?"

"Kemungkinan."

Zean tersenyum, ia menidurkan tubuh Bara pelan pelan.

"Selanjutnya apa lagi?" tanya Bara yang melihat wajah Zean dalam.

"Nothing," jawab Zean singkat, ia juga tidak tau harus mengapain lagi dengan Bara yang sudah ia tidurkan.

"Yakin?"

Zean menaikkan alisnya.

Bara mengeluarkan toys tali yang ia simpan, melihat itu Zean kaget dengan apa yang barusan ia lihat.

"A- apa apaain ini?"

Bara memiringkan kepalanya tersenyum, ia melemparkan tali itu ke Zean, dan tersenyum.