webnovel

Senjata Makan Tuan 2

Wanita berambut pirang itu melompat, rambut pirangnya tersebar ke mana-mana dan mata birunya itu terbelalak.

Jubah yang selama ini menutupi tubuhnya agar ia tidak dikenali, hancur.

Tapi itu bukan hal yang mengejutkan bagi dirinya, ia memang sudah lama ingin menunjukkan wajah dan tubuhnya pada Leo.

Tapi ....

Leo tidak mengingatnya lagi.

"Bagaimana bisa ...."

Wanita itu menggigit bibirnya, kemudian ia menangkap tongkat dan di detik berikutnya tongkat itu berubah menjadi dua ular yang membuka mulutnya lebar-lebar ke arah Leo.

"Aku benar-benar tidak terduga akan menjadi seperti ini."

Wanita itu memiringkan kepalanya, ia terkekeh pelan dan mengusap bibir dengan ujung jarinya.

"Apa kau benar-benar melupakan aku?"

"Untuk apa aku mengingatmu?"

Leo memutar pedang di tangannya, wajahnya itu tidak memperlihatkan raut yang berarti. "Kau bahkan tidak cantik."

Wanita itu tersentak, wajahnya menjadi aneh dan kedua tangannya gemetar hebat, bukan karena merasa takut, tapi marah.

Tidak cantik katanya?!

"Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan itu?" Wanita itu menggertakkan gigi, kedua ular yang ada di sekitarnya merengsek maju menerobos para monster menuju Leo.

Leo menghalau ular dengan pedang miliknya, mengenai kepala dan tubuh sang ular, menggores dengan dalam. Laki-laki itu tidak berhenti, ia semakin mendekat dan mendekat ke arah sang wanita berambut pirang.

SRAK!

Pedang yang Leo pegang hampir mengenai bahu, wanita itu mengangkat tangannya dan ular-ular langsung menjerat tubuh Leo dan menjatuhkan laki-laki itu ke lantai.

"Ya ampun, hampir saja." Wanita itu menyentuh bahunya yang terluka, dalam satu kali usapan luka menganga itu menutup, pulih seperti sedia kala. "Aku kecewa kau tidak mengingatku, cintaku."

Leo yang terjerat dua ekor ular tidak bisa lagi bergerak, tangannya meraba-raba, berusaha meraih pedang berkarat yang terlepas dari tangannya. Tubuhnya tidak bisa bergerak, semakin lama, semakin kuat jeratan dua ekor ular itu dan terlihat akan menghancurkan tulang rusuknya kapan saja.

"Hah … benar-benar melelahkan, kekacauan ini tidak pernah aku perhitungkan sebelumnya." Wanita itu berjongkok di depan Leo, bertopang dagu. Matanya menatap lurus ke arah monster yang bertarung dengan monster lumpur.

CTAK!

Ia menjentikkan kedua jarinya, semua monster yang ada di ruang bawah tanah menjadi diam dan di detik berikutnya mereka rubuh ke tanah, monster yang keluar dari lumpur pun tidak luput, mereka tenggelam kembali ke dalam lumpur.

"Apa kau lupa? Kota ini ada di tanganku, Leo." Wanita berambut pirang itu menyisipkan rambut ke belakang telinganya, ia mendesah. "Semua monter ini, milikku."

Wanita itu menatap Leo dengan pandangan dingin, jari-jarinya menekan tangan Leo yang ingin meraih pedang berkarat.

"Sekarang apa kau mengerti? Tidak ada gunanya melawanku, lima tahun tidak cukup bagimu untuk melawanku." Wanita itu tiba-tiba menghantamkan tangannya ke tangan Leo, membuat suara retakan yang keras.

Laki-laki itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dua ekor ular yang menjeratnya ini mengunci semua pergerakan tubuhnya, dadanya terasa sesak dan ia merasakan tulang-tulangnya terasa terhimpit.

"Bahkan kalau Ginevra mengirimkan orang berjiwa suci untuk menghentikanku, itu tidak akan bisa."

Wanita itu tertawa, suasana ruang bawah tanah yang tadinya riuh kini menjadi hening.

"Cintaku ... kau tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?"

Leo mengangkat wajahnya, menatap wanita itu dengan seksama. Otaknya berusaha mencari-cari sebenarnya siapa orang ini dan apa hubungannya dengannya.

Ia tidak ingat.

"Kau bukan wanita itu," kata Leo dengan napas tertahan, ia melirik ke arah lain, seakan-akan sedang mencari sesuatu.

"Apa yang kau katakan?" Wanita berambut pirang itu meninggikan suaranya, marah. "Kau membicarakan Karren lagi?!"

Karren bahkan sudah mati bersama bayinya, tapi ia masih saja menghuni kepala Leo.

Sihir apakah yang sebenarnya Karren tanam di kepala Leo?!

"Tidak pernahkah kau memikirkan aku, sedikit saja?" Wanita itu melotot dan mata birunya itu terlihat berkilat-kilat, menampakkan rasa marah yang tak terkira. "Aku, ingat aku!"

"Kau bukan wanita yang menari di atas panggung," sahut Leo tanpa melihat ke arah wanita itu, ingatannya hilang dan ia tidak bisa ingat lagi nama dan wajah siapa yang pernah ada dalam hidupnya.

Tapi ia masih ingat sosok yang menari di ats panggung.

Wanita berambut pirang yang sedang berteriak padanya ini jelas bukan orang yang sama.

Mereka berbeda, tatapan matanya juga berbeda, tubuh mereka berbeda.

Siapa?

Di mana ini?

Apa yang ia lakukan sampai ia bisa ada di tempat ini?

Leo tidak bisa berpikir, kepalanya sangat kosong. Rasa sakit yang ia rasakan di tubuhnya semakin kuat dan nyata.

"Kau akan aku …."

Leo berusaha merangkak, mendekati wanita itu, tidak peduli jika salah satu kepala ular sudah mematuk bahunya dan giginya itu menembus dalam hingga mengeluarkan darah.

"Apa?" Wanita berambut pirang itu mengangkat tangannya, rasa cemburu dan marah menjadi satu, ia menampar wajah Leo.

PLAK!

"Aku mencintaimu sampai mati dan kau mencampakkan aku? Apa kau pikir aku bisa diperlakukan seperti ini, cintaku?! Aku tidak rela, aku tidak mau!"

Raungan yang keluar dari mulut wanita itu membuat telinga Leo berdengung, pipinya perih dan panas.

Ia tidak ingat siapa wanita ini, tapi setiap kali wanita itu mengajaknya bicara, ia merasakan kemarahan yang kuat, rasa ingin mengalahkan wanita itu juga semakin menjadi-jadi.

Marah, benci dan muak.

Semuanya bercampur jadi satu di pikiran Leo saat ini, dibandingkan dengan ingatannya tentang wanita yang menari di atas panggung, perasaan ini jauh lebih kuat.

"Siapa kau sebenarnya?" Leo berusaha mneyeret tubuhnya agar bebas dari ular. "Apa-apaan cintaku itu?"

Wanita berambut pirang itu semakin tersulut emosinya, matanya merah dan ia bangkit, mengayunkan kakinya ke wajah Leo.

"Dasar laki-laki kurang ajar! Kau tanya aku siapa?!" Wanita itu meraung, wajahnya merah dan rambut pirang yang ada di belakang tubuhnya itu terhentak-hentak. "Aku sudah bilang aku mencintaimu sampai mati, tapi kau bertanya aku siapa?!"

Leo tidak menjawab, ia menarik napas dalam-dalam dan merasakan pergerakan monster yang telah rubuh tadi bangkit kembali, mendekati dirinya. Tangan laki-laki itu masih berusaha menggapai pedang berkarat yang ada di dekatnya.

Tidak bisa … ia harus mengalahkan wanita yang berteriak di depannya ini.

Kalau ia berakhir, maka semuanya sia-sia.

Leo mengatupkan bibirnya rapat-rapat, para monster mendekat dan mereka mengelilingi Leo bersama wanita berambut pirang dari segala penjuru, mereka bergerak ingin menyerang Leo dan suara erangan mereka terdengar nyaring.

"Kau lihat cintaku? Apa yang kau rencakana selama ini, sia-sia." Wanita berambut pirang itu terkekeh, ia berdiri dan mengobaskan rambutnya. "Ingat namaku dengan baik cintaku, Aku Celia Fern adalah cintamu sehidup semati. Kita pasangan seumur hidup!"

Yah, itulah dia orangnya ಡ ͜ ʖ ಡ

Winart12creators' thoughts