Angga dan Eiji berjalan menelusuri lorong-lorong labirin tersebut selama seharian penuh, dan itu persis seperti yang diucapkan oleh Eiji sebelumnya. Tetap melangkah untuk bertahan hidup dan melawan jika ada yang menghalangi. Namun, akan lebih baik jika bersembunyi sebelum bertemu dengan musuh yang kuat. Hal itu memang terdengar seperti seorang pengecut bagi Angga, namun mau bagaimana lagi? Eiji hanyalah seorang anak laki-laki yang menginjak kelas dua SMU.
Serta Angga menganggap bahwa Eiji adalah anak yang cukup pintar, karena ketika dia memilih untuk bersembunyi dan mengelak, itu sama saja seperti dirinya yang menolak untuk melukai seseorang, keputusan atau pilihan tersebut cukup bagus untuk kejiwaannya. Bersembunyi bukan berarti pengecut, tapi bersembunyi merupakan pilihan yang tepat agar tidak terkontaminasi dan menjadi sama seperti yang lainnya.
"Kita berjalan sudah cukup jauh, tidakkah ada perempatan yang kita dapati di depan sana?" tanya Angga kepada Eiji, dirinya merasa sudah tidak kuat lagi untuk berjalan, yang pada akhirnya membuat dirinya memilih untuk bersandar pada dinding semak tersebut dan beristirahat untuk sejenak.
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh angga pun membuat Eiji kini menoleh menatapnya dan kembali berjalan untuk mendekati Eiji yang tengah bersandar pada salah satu dinding labirin itu, "Ah! Aku lupa memberitahukan sesuatu kepada mu" ucap Eiji kepada Angga yang kini mengerutkan dahinya dan menaikkan kedua alisnya seraya menatap Eiji yang kembali berucap, "Labirin ini hidup, mereka akan berubah rute di waktu yang tidak kita duga … dan kurasa itu tergantung keinginan dari labirin ini sendiri, jadi jangan salahkan aku jika kita hanya menemukan satu jalan saja tanpa adanya tikungan seperti saat ini."
Mendengarnya berucap demikian, Angga pun menghelakan napasnya dengan cukup lelah. Dianggukannya pula kepala Angga yang kemudian berdiri dari sandarannya seraya berucap, "Ayo … kita lanjutkan lagi perjalanan ini" Ajak Angga kepada Eiji yang kini mengangguk mengiakan ajakan tersebut.
Mereka berdua pun kembali melanjutkan perjalanan untuk menemukan setidaknya tikungan agar mereka bisa berjalan di wilayah yang lainnya, selain dari jalan panjang yang terus membentang lurus ke depan. Tempat sedari awal mereka memulai melangkahnya, dan bahkan ketika Angga menolehkan pandangannya ke belakang, jasad dari laki-laki yang sempat mereka temui masih tergeletak jauh di belakang sana.
Kreeekkk …
Kreeeekkkk …
Syuuuuhhhh~
Angin berembus cukup kencang menerpa tubuh Eiji dan juga Angga, dan bahkan angin tersebut sedikit menggeser tubuh Angga ke belakang. Dal itu tentu mengejutkan bagi Angga, bahkan ketika semak-semak itu bergerak dan kemudian berpindah tempat, dirinya pun terhenyak dan menoleh menatap semak-semak yang kini memunculkan sebuah pertigaan yang mereka inginkan beberapa waktu yang lalu.
"Lihat?! sudah kukatakan, mereka akan bergerak sesuai dengan keinginan mereka" jelas Eiji kepada Angga seraya melangkah untuk mendekati pertigaan tersebut, namun dengan cepat Angga segera menahan langkah Eiji setelah ia merasa bahwa ada yang aneh dengan angin yang baru saja menerpa tubuh mereka sebelumnya.
Pandangan Angga kini menoleh menatap tikungan yang muncul di belakang tempat ia berdiri, dan ia pun segera menarik tangan Eiji dan membawanya untuk masuk ke dalam tikungan itu, pergerakan Angga yang sangat tiba-tiba itulah yang membuat Eiji terkejut karenanya.
"Apa yang ka…-
"Sssttt! Aku merasa ada yang aneh dengan angin tadi, seolah angin itu memberikan peringatan kepada kita …" ucap Angga seraya berbisik kepada Eiji, dan baru saja Eiji hendak berucap, sebuah suara yang terdengar dari arah pertigaan, membuat Eiji terdiam.
"Wah?! ada yang mati di sini!!" sebuah seruan dari seseorang itu membuat tubuh Eiji menegang dengan seketika, seolah Eiji tahu persis siapa orang yang baru saja berucap di bail dinding labirin itu. Hal itu membuat Angga pun menoleh menatap Eiji yang terlihat ketakutan, ya … tidak salah lagi, Eiji pasti mengenali orang yang berucap beberapa saat yang lalu, dengan bukti bahwa Eiji terlihat begitu ketakutan karenanya.
"kita harus lari … " bisik Eiji kepada Angga yang kini spontan mengerutkan dahinya tidak mengerti, "Ayo lari!!" ajak Eiji seraya menarik Angga untuk segera berlari menjauhi tempat itu.
BLURP!
Baik Angga maupun Eiji kini sama-sama terkejut setelah mendapati bahwa langkah kaki mereka berdua terhenti karena sebuah genangan lumpur yang baru saja mereka injak saat ini.
"Ho! Mau ke mana kalian??" sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh seseorang dari belakang sana pun membuat Angga menoleh ke arah belakang untuk mendapati seorang anak lelaki lainnya yang terlihat begitu kurus, tinggi dan sedikit berjanggut, yang kini berjalan mendekati mereka berdua dengan langkah yang terlihat seperti orang yang tengah menggunakan Engrang.
Jika kalian semua belum mengetahuinya, Engrang atau yang disebut sebagai jajangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan oleh seseorang agar mereka bisa berdiri dengan tinggi yang tertentu di atas tanah itu, dan lelaki kurus itu terlihat menggunakan Engrang tersebut.
Laki-laki itu berhenti tepat di hadapan mereka, dan dirinya terlihat bingung setelah pandangannya menatap ke arah Angga. "Hm …? kurasa kau adalah orang baru bukan?? dan … oh! Eiji … Eiji~" panggil lelaki tersebut setelah melihat Eiji.
Eiji terlihat enggan untuk menatap lelaki tersebut, dan dari kedua tangan yang bergetar, membuat Angga yakin bahwa Eiji pernah bertemu dengan lelaki yang mereka hadapi saat ini sebelumnya.
"Kau menemukan kawan baru?? astaga! Tidak kusangka … kau adalah anak yang cukup ramah!" ucap lelaki itu kepada Eiji yang masih terlihat enggan untuk menatapnya dan melihat Eiji yang Enggan untuk menatapnyalah yang membuat lelaki itu tertawa dengan senang.
"hhh … hhhh …. "
Pandangan Angga kini menoleh kepada Eiji yang terlihat sangat ketakutan pun pada akhirnya membuat Angga menegur lelaki itu dengan berucap, "Hentikan tawamu itu!" pinta Angga dengan sedikit bentakan yang membuat lelaki kurus tersebut terkejut karenanya.
Diliriknya dengan tajam wajah Angga oleh lelaki yang kini berjalan mendekatinya, kedua mata dari Angga dan juga lelaki itu kini saling bertubrukan. Mata tajam milik Angga serta mata menantang dari lelaki yang kini menyeringai di hadapannya.
"Kau tahu Eiji ?? aku bisa saja membunuh temanmu yang satu ini sama seperti aku membunuh temanmu yang sebelumnya." ucap lelaki itu terdengar seperti mengancam Eiji, mendengar ancaman itulah yang membuat Angga semakin tajam menatap lelaki tersebut.
"Jangan berbicara dengannya ketika kau menatapku saat ini, jadi berbicaralah hanya kepadaku!" ucap Angga menggeram kepada lelaki yang kini terlihat mengerenyitkan dahinya dan menampakkan wajah yang tidak suka dengan Angga.