webnovel

Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu

Dua sejoli baru saja merasakan indahnya cinta yang saling berbalas. Tapi bagaimana jika takdir berkata lain?

Airi_Mitsukuni · Urban
Zu wenig Bewertungen
49 Chs

Part 30-Sebuah Janji

Menjelang Maghrib, Nazifa dan Mama baru kembali ke rumah. Tangan keduanya terlihat menenteng begitu banyak kantong belanjaan. Afnan dan Bara pun sudah pulang dari kantor. Mereka sedang santai duduk di ruang keluarga sembari menonton TV.

"Assalamu'alaikum," ucap Mama dan Nazifa bersamaan.

"Wa'alaikumsalam." Bara dan Afnan menoleh ke arah mereka.

Nazifa mencium tangan Afnan dan ikut duduk di sampingnya.

"Capek?" Afnan merangkul bahu Nazifa lalu mencium kepalanya.

Nazifa menggelengkan kepala seraya tersenyum.

"Ehem!" Bara berdehem. "Di kamar sana mesra-mesraannya. Jangan di sini. Bikin sakit mata tau," ketus Bara.

Nazifa tersipu malu.

"Sirik aja," sahut Afnan.

Bara mendengus kesal.

"Kurang lama tau Ma, jalan-jalan ke Mallnya," sindir Bara.

"Nggak apa-apa dong, sekali-kali manjain diri ke salon. Ya nggak, Zee?" Bantah Mamanya lalu ikut duduk di sofa samping Bara.

Nazifa hanya tersenyum menanggapi.

"Emang Mama habis belanja apa, Zee?" tanya Afnan.

"Ehm ...." Nazifa menggantungkan kalimatnya. "Nanti juga Mas sama Bara bakal tau kok. Sabar, ya," jawab Nazifa.

"Ooh, gitu ya. Udah maen rahasia-rahasiaan. Hm?" Afnan menggelitik Nazifa.

"Ampun ih, Mas." Nazifa tertawa geli.

Bara melempari kacang pada Kakaknya. "Dibilang di kamar aja sana!"

"Apa, sih? Ngiri aja." Afnan melempar balik Bara dengan bantal.

"Mas, aku ke kamar dulu ya. Gerah," ucap Nazifa.

"Iya," jawab Afnan tersenyum.

"Ma, Zee mau ke kamar dulu."

"Iya. Eh, ini. Punyamu dibawa, sayang." Mama menyodorkan satu kantong belanjaan.

Nazifa menerimanya kemudian berlalu pergi ke kamarnya.

"Mama curang! Masa Nazifa cuma satu kantong, giliran punya Mama berkantong-kantong gitu," ujar Bara dengan ekspresi meledek.

"Ih kamu, ya. Dari tadi protes aja. Orang Zee sendiri yang nggak mau. Tadi aja itu dipaksa," sahut Mama.

"Ngeles aja nih, Mama. Kek bajaj." Bara terkekeh disusul suara Afnan yang ikut tertawa.

Mama tertegun sesaat melihat kedua putranya yang sudah kembali seperti dulu. Rasanya ada yang beda! Bara terlihat kembali ceria. Tak seperti kemarin-kemarin yang selalu menghindar dengan wajah sendu. Perasaan haru langsung menyeruak di hati Mamanya. Senyum bahagia terpancar di wajahnya. Tanpa terasa air mata mulai menetes di pipinya.

"Mama kenapa? Kok nangis?" tanya Afnan langsung menghentikan tawanya.

"Nggak. Mama nggak apa-apa," jawab Mama langsung menghapus air mata.

"Kamu sih, digodain terus." Afnan melempar kacang ke arah Bara.

"Enak aja! Bang Afnan juga ikut ngetawain kok," protes Bara. "Jangan nangis, Ma. Tar Bara cium nih," godanya lagi.

"Kamu nih, ya. Bandel." Mama mengacak-acak poni Bara.

"Tuh kan, Mama maennya gitu. Jangan diacak-acak dong. Polem kesayangan, nih," ucap Bara cemberut seraya merapikan kembali poninya.

"Polem? Apaan itu?" tanya Mama penasaran.

"Poni lempar," jawab Bara.

Afnan dan Mamanya terbahak mendengar jawaban Bara.

"Ketawain aja terus," ucap Bara cemberut.

"Siapa tuh, yang ngasih panggilan begitu?" tanya Afnan disela tawanya.

Bara hanya tersenyum simpul. Mama dan Afnan menatap Bara menunggu jawaban.

"Idih! Pada kepo," jawab Bara asal.

Mamanya mencubit gemas pipi Bara sedangkan Afnan ikut tertawa menyaksikannya.

Jauh di dalam hati Bara, desir sakit itu masih terasa. Tapi sekarang ia ikhlas. Melihat Afnan yang begitu mencintai Nazifa, memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, rasanya tak ada alasan lagi bagi dirinya untuk terus menyangkal kalau Afnan memang pantas untuk Nazifa. Ditambah Nazifa yang terlihat bahagia saat bersamanya.

Biarlah waktu yang menentukan sampai kapan perasaan ini akan terus bersemayam di hati. Biarkan waktu yang membantuku mengikis rasa ini. Untuk sekarang, izinkan aku mencintaimu dalam diam. Melihatmu bahagia, itu sudah membuatku lega meski ada sakit yang terasa. Tak akan kubiarkan siapapun mengganggu kebahagianmu. Itulah janjiku. Bara Atma Purnama.

🌸🌸🌸

Setelah makan malam bersama, Nazifa sedang menemani Mama di kamarnya. Sedangkan Bara asyik menonton tv ditemani Afnan yang sibuk dengan laptop di pangkuannya.

"Mas Afnan, Bara," panggil Nazifa yang muncul dari kamar Mama. Ia terlihat terus menerus mengulum senyum.

"Kamu kenapa, sayang? Kok senyum-senyum terus?" tanya Afnan penasaran.

"Wah, hati-hati Bang! Biasanya cewek kalau senyum-senyum begitu, lagi ada maunya tuh," goda Bara.

"Ih, kamu apaan sih, Bara. Nyebelin." Nazifa memasang raut muka cemberut. Bara terbahak melihatnya.

"Siap-siap, ya. Ada kejutan buat kalian," ucap Nazifa dengan senyum bahagia.

"Cepet dong, Nazi. Bikin penasaran kita aja, nih." Bara tak sabar.

"Iya, iya." Nazifa kembali masuk ke kamar Mama.

Tak lama, Nazifa pun keluar menggandeng Mama.

"Taraa!" Nazifa membawa Mama ke hadapan mereka.

Afnan dan Bara terkesima memandangi Mamanya. Penampilan baru Mamanya yang memakai gamis lengkap dengan hijab syar'i membuat keduanya terpana. Mamanya tersipu malu saat dipandang lekat oleh kedua putranya.

"Ini kalian berdua, ya. Bukannya kasih pendapat, malah bengong begitu," ucap Mamanya grogi dipandangi terus.

Afnan beranjak dari sofa lalu mendekati Mamanya. Memegang kedua bahu dan menatapnya dengan tatapan kagum.

"MasyaAllah, Ma. Mama cantik banget," puji Afnan.

"Jangan bohong kamu," ucap Mamanya tersipu malu.

"Serius! Afnan bahagia, Ma. Afnan seneng dengan penampilan baru Mama." Afnan memeluk Mamanya.

"Alhamdulillah. Mama juga bahagia, sayang. Mama iri liat Zee yang selalu tertutup rapi, padahal dia punya rambut bagus. Dia cuma nunjukin mahkotanya itu buat kamu seorang," ujar Mamanya.

"Istri siapa dulu dong, Ma," ucap Afnan bangga seraya mengedipkan sebelah mata ke arah Nazifa yang sedang tersenyum.

"Ma," panggil Bara yang ikut mendekat.

Afnan melepas pelukannya.

"Bara bangga lho, sama Mama. Mama makin super duper cantik! Serius! Nazi mah lewaat," candanya.

Mereka semua tertawa mendengar ocehan Bara.

"Kamu nih, paling bisa kalau godain," Mamanya mencubit perut Bara.

Bara tertawa memeluk Mamanya. Matanya memandang Nazifa yang sedang tersenyum.

Sungguh beruntungnya dirimu bang, bisa memiliki wanita seperti Nazi, ucap Bara dalam hati.

🌸🌸🌸

Hati Orangtua mana yang tak bahagia, saat melihat kedua putranya yang berselisih, kini telah kembali berhubungan baik seperti dulu. Mama yang masih merasa penasaran, akhirnya pergi menemui Bara di kamarnya.

"Bara, kamu udah tidur, Nak?" panggil Mama seraya mengetuk pintu.

"Belum, Ma. Masuk aja."

Mama masuk ke kamar Bara, berjalan perlahan dengan senyuman terukir diwajahnya.

"Ada apa, Ma?" tanya Bara yang masih sibuk dengan ponsel di tangannya.

"Nggak ada apa-apa. Mama cuma mau ngobrol sama anak Mama yang paling ganteng ini," ucap Mamanya menggoda.

Mamanya mengambil posisi duduk di samping Bara bersandar pada kepala ranjang.

"Bara. Apa kamu nggak mau cerita sama Mama?"

"Cerita soal apa, Ma?"

"Soal kamu sama Kakakmu. Kemarin-kemarin kamu selalu menghindarinya, bahkan jarang bicara dengan Afnan. Tapi Mama liat, sekarang udah nggak lagi," ucap Mama.

"Aku sama Bang Afnan nggak pernah ada masalah, Ma. Hanya persoalan hati," jawab Bara santai.

"Ceritain dong sama Mama, sayang. Mama ingin tau gimana kalian baikannya."

Bara menghela nafas panjang sebelum akhirnya mulai bercerita.

Flashback ***

--------------------------------------------

Beberapa jam yang lalu di kantor.

"Bang Afnan." Bara mengetuk pintu lalu melongokkan wajah di pintu.

"Masuklah, Bar," ucap Afnan.

Bara berjalan menghampiri Afnan, menarik kursi di depan meja kemudian duduk.

"Kenapa?" tanya Afnan dengan mata dan tangan masih fokus di laptop.

"Nazi udah cerita belum, soal kejadian di parkiran kantor?"

Afnan menghentikan kegiatannya di depan laptop lalu mengalihkan pandangannya ke arah Bara.

"Kejadian?" Afnan mengerutkan kening tak mengerti maksud Bara.

"Mungkin Nazi juga bakal cerita nanti. Tapi kayaknya Bang Afnan harus lebih hati-hati sama Christine," ucap Bara.

"Christine? Ada masalah apa?"

"Tadi pas aku sama Andre mau keluar makan siang, aku liat Christine sama Nazi lagi berantem. Dan Bang Afnan tau nggak, apa yang dilakuin Christine? Dia narik paksa kerudung Nazi sampai lepas, Bang. Nazi juga cerita, kalau Christine ngancem hubungan rumah tangganya sama Bang Afnan. Bara cuma berharap, Bang Afnan lakuin sesuatu sebelum terjadi hal yang lebih buruk lagi," tutur Bara.

Afnan terlihat menahan amarah saat mendengar penjelasan Bara tapi ia tetap berusaha tenang. Afnan menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan kasar.

Inikah alasannya kenapa tadi Nazifa bertanya tentang wanita berpenampilan sexy? batin Afnan.

"Kamu nggak usah khawatir. Aku pasti akan lakuin sesuatu. Aku emang udah nggak suka sama Christine dari dulu. Biar dia nanti aku yang urus," ucap Afnan.

"Ok. Aku balik ke ruangan dulu kalau gitu," ucap Bara lalu berdiri dan berjalan ke arah pintu.

"Tunggu, Bara!" Afnan berdiri berjalan menghampirinya.

"Kenapa?" Bara memutar balik badan menghadap Afnan.

"Aku ... Ada yang mau aku tanyain sama kamu," ucap Afnan sedikit ragu.

"Soal apa?"

Afnan terdiam sejenak.

"Bagaimana perasaanmu terhadap Nazifa sekarang?" tanya Afnan langsung.

Bara diam merunduk tak menjawab. Sedetik kemudian ia beralih menatap Kakaknya.

"Kayaknya tanpa Bara jawab pun, Bang Afnan udah tau jawabannya," jawab Bara dengan tatapan serius.

"Tapi Bang Afnan tenang aja." Bara menepuk bahu Afnan.

"InsyaAllah sekarang aku udah ikhlas. Tapi tolong jaga Nazifa baik-baik. Bagiku yang terpenting Nazi bisa bahagia, itu udah cukup," ucap Bara dengan mata berembun.

Afnan langsung merangkul tubuh adiknya itu.

"Makasih, Bara," ucap Afnan pelan.

Bara membalas pelukan Afnan dengan perasaan sedih campur bahagia. Ia tersenyum meski ada setitik bulir bening yang menetes di sudut mata.

---------------------------------------------

Mama tersenyum bahagia mendengar cerita Bara.

"Mama bangga sama kamu, Nak," ucap Mamanya seraya memeluk Bara.

Bara tersenyum menanggapi ucapan Mamanya.

"Tapi ngomong-ngomong ... Christine itu siapa?" tanya Mama.

"Dia sekretaris di perusahaan Andre, Ma. Dia sering dateng ke kantor buat wakilin perusahaan Andre. Dari dulu itu dia naksir berat sama Bang Afnan, tapi nggak pernah direspon. Mama tau sendiri gimana Bang Afnan. Dia jarang deket sama cewek," jelas Bara.

Mama manggut-manggut mendengar penjelasan Bara.

"Tapi, Mama kok jadi takut kalau-kalau cewek itu nanti nekat ngelakuin sesuatu," ujar Mama.

"Mama tenang aja. Bang Afnan udah tau kok. Dia udah punya rencana buat Christine," ungkap Bara.

"Rencana apa?" tanya Mama penasaran.

Bara mengangkat kedua bahunya. "Biar nanti itu Bang Afnan yang urus. Mama nggak usah pikirin."

"Oh ya, Bar. Mau Mama kenalin sama anak temen Mama nggak? Cantik lho," godanya.

"Mulai deh. Nggak mau, Ma. Nanti Bara pergi nih, kalau Mama jodoh-jodohin begitu." Bara cemberut.

Mamanya tertawa dengan ekspresi Bara.

"Iya, iya. Mama cuma bercanda kok. Ya sudah. Kamu tidur, ya. Udah malem. Mama mau ke kamar dulu," ucap Mamanya kemudian berjalan keluar kamar.

🌸🌸🌸

Nazifa tengah duduk menyandarkan diri di kepala ranjang saat Afnan baru keluar dari kamar mandi.

"Belum tidur?" tanya Afnan seraya berjalan menghampiri Nazifa.

"Belum, Mas," jawab Nazifa sambil memainkan ponsel.

"Nungguin aku, ya," goda Afnan yang sedang merangkak naik ke kasur mendekati Nazifa.

"Mas Afnan ge-er," Nazifa menahan senyum.

"Lagi liat-liat apa, sih?" Afnan melongok mengintip layar ponsel Nazifa.

"Nggak liat apa-apa, Mas. cuma baca-baca berita doang," jawab Nazifa.

"Coba pinjem." Afnan mengambil ponsel di tangan Nazifa.

"Mas," panggil Nazifa.

"Hm?" Jawab Afnan sambil memainkan ponsel Nazifa.

"Tadi aku ... Aku berantem sama Christine," ucap Nazifa pelan.

Afnan berpura-pura terkejut meski ia sudah tau hal itu dari Bara.

"Kenapa? Kok bisa?"

"Tapi Christine yang mulai duluan kok, Mas. Bukan aku. Dia bilang aku nggak pantes buat Mas Afnan. Terus dia juga bilang mau merebut Mas Afnan dari aku. Aku kesel, Mas. Aku gemes! Pengen aku cakar-cakar aja mukanya tadi," tutur Nazifa dengan mempraktekan cakarannya di udara.

Afnan malah terkekeh melihat ekspresi Nazifa.

"Kok malah diketawain sih, Mas. Jahat ih." Nazifa cemberut melipat kedua tangannya di dada.

"Iya, deh. Nggak diketawain lagi," ucap Afnan menghentikan tawanya.

Namun Nazifa masih cemberut seraya memalingkan mukanya ke arah lain.

"Jangan ngambek dong, sayangku," bujuknya. "Mukamu kalau cemberut gitu bikin aku gemes pengen cium," bisik Afnan di telinga Nazifa.

Nazifa bergidik geli dengan hembusan nafas Afnan di telinga.

"Mas Afnan genit," ucap Nazifa.

"Tapi kamu suka, kan?" goda Afnan lagi.

Nazifa mengulum senyum. "Lanjutin ceritanya atau nggak nih?" tanya Nazifa mengalihkan pembicaraan.

"Lanjut, sayang," jawab Afnan seraya menarik tubuh Nazifa ke dalam dekapannya.

"Tadi aku nampar dia, Mas. Habisnya aku emosi dia narik kerudung aku! Mana ada Bara sama Mas Andre lagi. Sebel!" ucap Nazifa gemas.

"Untung cuma kamu tampar, Zee. Bukannya diulek aja biar jadi penyet sekalian," sahut Mas Afnan sambil tertawa.

Nazifa ikut tertawa mendengar candaan Afnan.

"Tapi nampar orang itu sakit juga ya, Mas. Kirain nggak sakit," ucap Nazifa.

"Tangan sebelah mana yang tadi kamu pake nampar?" tanya Afnan.

Nazifa melepaskan diri dari dekapan Afnan lalu duduk.

"Yang ini, Mas." Nazifa menunjukan telapak tangannya.

Afnan mengulum senyum, menggenggam tangan kanan Nazifa lalu mencium telapak tangannya lembut.

"Biar nggak sakit lagi," ucap Afnan pelan. Nazifa langsung tersipu malu.

"Kamu nggak usah khawatir soal Christine lagi, ya." Afnan membelai lembut rambut Nazifa.

"Aku janji akan urus semuanya. Christine nggak akan pernah ke kantorku lagi," ucap Afnan sambil tersenyum.

Nazifa mengernyitkan dahi mendengar ucapan Afnan. "Mas mau ngapain dia?" tanya Nazifa.

"Kamu nggak usah ikut mikirin itu, sayang. Mending kamu mikirin aku," godanya seraya langsung membaringkan tubuhnya miring.

"Sini, tidur." Afnan menepuk-nepuk bantal di sampingnya.

Nazifa ikut membaringkan tubuh menghadap Afnan yang disambut pelukan hangat dari suaminya itu.

"Selamat tidur, Mas," ucap Nazifa lalu memejamkan mata.

Namun sebuah sentuhan lembut di bibirnya membuat Nazifa kembali membuka matanya.

"Mas."

Afnan hanya senyum-senyum sendiri.

"Jangan tidur dulu," ucap Afnan setengah berbisik.

"Kenapa?" tanya Nazifa.

"Kangen," jawab Afnan singkat dengan senyum yang menghiasi wajahnya.

"Kan tiap hari juga kita ketemu, Mas."

"Tapi aku selalu kangen sama kamu, Zee. Seandainya bisa, aku maunya kita begini terus," ucap Afnan dengan pipi yang mulai merona.

Nazifa tersipu malu. "Terus kita ngapain kalau nggak tidur?" tanya Nazifa pura-pura tak mengerti.

Afnan tak menjawab pertanyaan Nazifa. Ia malah semakin mendekatkan dirinya pada Nazifa hingga tak berjarak. Mencium kening, mata, lalu hidung. Sedetik kemudian Afnan mulai mencium mesra istrinya seolah ingin meluapkan semua hasrat dan rasa yang selalu menggebu di dadanya saat bersama Nazifa.

★★★