"Dan aku harap ayahmu akan berlarian seperti dirimu tadi." Rair menyeringai lebar, lalu kembali menampilkan wajah datar. "Ketakutan, panik, dan aku sangat menantikan momentum itu, Asak, " lanjutnya sembari terkekeh.
Asak hanya mampu mengernyitkan dahi, bingung ke arah mana pembicaraan Rair. Apa pemuda itu kenal ayahnya, ah... tapi siapa yang tidak kenal ayahnya Asak. Sang Azmata yang tersisa dan sangat mahir dalam segala hal.
"Omong kosong apa lagi, Rair? Kamu berniat mengecohku dengan pernyataan tak bermaknamu?" tanya Asak sembari bersiap-siap mengirim pukulan kosong karena Rair semakin mendekat.
Kepala Rair bergerak ke kanan dan ke kiri, helaian rambutnya ikut bergerak seirama. "Omong kosong? Ya, benar katamu, Asak. Namun saat omong kosongku terjadi, kamu adalah orang pertama yang menangis darah."
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com