"Nyatanya kamu hanya benalu di keluarga Azmata, Asak. Tapi Ibu tidak pernah percaya akan itu, dia tetap memilihmu. Dan aku harap dia akan menangis karena kebodohannya itu, dia salah memilih orang, Asak. Dia salah telah berharap dengan angan-angan hampa itu."
Perkataan Adik kecil berhasil membuat Asak terdiam, kedua netra sewarna mentari itu tiba-tiba saja kosong melompong, ambisi untuk menang raib seketika. Para penonton yang tak melihat pergerakan dari kedua Azmata itu bertanya-tanya, begitupun dengan Thom yang mengigit bibir.
Kesiur dingin menerpa wajah Asak telak, aroma khas yang entah sejak kapan dikenal dekat oleh indra penciumannya harum semerbak. Asak tahu persis siapa yang datang, sosok yang kini berdiri di depannya seraya tersenyum miring, senyum yang tak pernah pemuda itu harapkan untuk kembali dilihat.
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com