Untuk sesaat rasa sakit menjalari hati Khalil, membuat semangat tersendiri baginya.
'Tidak ada kata terlambat memperjuangkan Shasa,' batinnya.
Langkahnya pun mantap mendekati gadis itu, dengan debaran kian memacu. Khalil berusaha memasang wajah, acuh dan seolah berpapasan.
"Shasa," sapanya so terkejut, membuat gadis itu menatapnya kaget.
"Loh ... Kak Khalil."
"Lah iya, emang kamu kira siapa?" tanya Khalil dingin.
"Ya, Kakaklah, lagian datangnya tiba-tiba kaya jin," ujar Shasa mengerucutkan bibirnya kesal.
Khalil tersenyum samar, entah kenapa dia begitu menyukai ketika gadis itu marah. Wajahnya begitu menggemaskan, dan sangat lucu menurutnya.
"Iya, Kakak jin," jawab Khalil cuek.
"Pantas saja suka datang dan pergi semaunya," ujar Shasa kesal dan penuh penekanan.
Gadis itu mengungkapkan apa yang dia rasakan, jika pemuda itu datang dan pergi semaunya. Lalu tinggalkan kenangan yang selalu mengusik kalbu. Khalil yang mendengar perkataan, Shasa tesentak kaget apakah itu ungkapan hati atau hanya spontan pikirnya.
"Adek, kenapa ga masuk ke sana kan, Ishaq yang tampil?" tanya Khalil heran, dan tampak kesal ketika menyebut nama Ishaq.
"Ga apa-apa, lagian di sana rame," ungkap Shasa jujur.
"Ke kantin yuk, Dek," ajak Khalil membuat mata Shasa menatapmya heran.
"Kenapa? Tenang ntar Kakak traktir, hayo," ajak Khalil.
"Kakak ga kesambetkan?" tanya Shasa heran sambil berjinjit dan meletakan punggung tangannya di dahi Khalil.
Khalil yang mendapat perlakuan begitu, tampak menikmatinya. Sudah lama dia tidak mendengarkan kekhawatiran gadis di depannya.
"Kakak," panggil Shasa agak keras membuat pemuda itu kembali ke alam sadarnya.
"Eh, i-iya kenapa, Dek?"
"Kakak sehat?"
"Iya, kenapa? Hayu atuh ke kantin," ajak pemuda itu.
Shasa yang masih heran hanya mengikuti langkah Khalil. Begitu sampai kantin mereka memilih tempat yang pas.
"Adek mau pesen apa?"
"Samain kaya, Kakak aja," jawab Shasa sambil tersenyum.
Deg ... Jantung Khalil berpacu kencang, rasanya dia enggan beranjak demi melihat senyum manis Shasa. Pemuda itu menggeleng-gelengkan, kepalanya membuat gadis di depannya menatap bingung.
"Kakak, kenapa sih?" tanya Shasa khawatir.
'Yes.'
Pemuda itu membantin kegirangan.
'Ternyata kamu masih perhatian juga, Dek,' batinnya senang.
"Ga ada apa-apa, Kakak pesan makanan dulu, ya."
Khalil pun beranjak menuju tempat bakso, sesekali dia menoleh sampai tak sadar menabrak kursi. Untung kantin sedang sepi, kalau tidak betapa malunya dia. Apa lagi tadi Shasa melihatnya.
"Duh jantungku," gumam Khalil pelan.
Sesekali dia menoleh ke arah Shasa yang tersenyum padanya, entah kenapa Khalil masih saja bersikap jaim. Padahal jantungnya berdebar kencang, tapi pemuda itu menutupi semuanya.
'Kakak rindu kita yang dulu, Dek selalu bersama,' batinnya sambil menatap Shasa yang tersenyum.
Bayangan ketika mereka masih akrab dulu terulang, layaknyanya kaset film. Setiap istirahat, Khalil pasti akan menemui gadis itu, apa lagi kalau ada kegiatan. Khalil selalu stay di samping Shasa, membuat mereka dijuluki pasangan.
Dulu Khalil hanya menanggapi dengan senyuman, sedangkan Shasa sudah pasti wajahnya memerah. Yah, itu dulu. Sebelum semuanya berubah dan sekat tercipta.
***
Sejatinya hati ini mencintaimu, tapi Aku takut jika rasa ini tidak terbalas. Kekhawatiranmu seperti tadi membuatku akan terus berjuang meraih hatimu.
_Khalil_