webnovel

Kerajaan Valerian

“Tapi dia pria yang baik,” dia membantah dan melihat matanya menyipit karena perkataannya. “Dan aku bisa saja seorang pria yang jahat,” dia memperingatkan, “Sampai kamu berada di bawah perlindunganku, aku harap kamu jaga sikapmu dan patuh akan perintahku. Jangan biarkan seorang pria manapun menciummu, Katherine. Kami tidak ingin kamu jatuh ke tangan yang salah seperti sebelumnya, jadi ikuti saja perkataanku.” “Aku bukan milikmu, jadi aku tidak harus mendengar perkataanmu,” dia keceplosan dan merasa wajahnya memerah karena malu untuk yang kedua kalinya di malam itu, “Maksudku, kamu tidak bisa.” “Dasar bandel,” dia bergumam sebelum tangannya bergerak dari pinggangnya ke punggungnya, menariknya mendekat dan berbisik, “Apa kamu ingin menjadi milikku?” Tahun 1834 Sebuah masa kegelapan dimana mahluk-mahluk bayangan turun ke tanah manusia yang damai dan secara perlahan menunjukkan keberadaan mereka. Waktu dimana kerajaan-kerajaan diatur oleh persekongkolan, penghianatan, dan kebencian manusia tetapi tidak sadar bahwa mereka hanyalah para wayang. Dalang-dalang asli yang berada di balik layar adalah para mahluk bayangan, yang memiliki kekuatan untuk menghancurkan apapun yang ada di depan mereka. Apakah yang terjadi ketika seorang gadis kecil menarik perhatian salah satu Raja berdarah murni? Akankah dia selamat dari urusan politik antara kerajaan ketika ada seorang Raja tampan yang ikut serta, dan juga yang tidak bisa dilupakan adalah adanya hantu yang mengikutinya kembali ke rumah.

ash_knight17 · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
125 Chs

Malam - Bagian 1

Translator: AL_Squad Redakteur: AL_Squad

Tahun 1834

Rembulan memancarkan cahaya kuning keemasan ketika awan berlalu, tetapi beberapa dari mereka mencoba untuk menyembunyikan cahayanya tetapi mereka tertiup oleh angin.

Malam itu sama seperti malam sebelumnya bagi para penduduk desa yang hidup di bantaran sungai di antara dua kerajaan, Valeria, kerajaan yang terletak di sebelah barat dan Mythweald, kerajaan di sebelah Selatan. Kerajaan-kerajaan tersebut mempunyai pedesaan dan kotanya masing-masing akan tetapi belum diputuskan daerah kekuasaan kerajaan mana untuk desa tersebut.

Lampu dan lentera dinyalakan di rumah-rumah kecil di desa tersebut pada saat hutan yang mengelilingi desa berubah menjadi gelap setelah matahari terbenam. Di sebuah rumah, seorang gadis berumur 6 tahun hidup dengan kedua orang tuanya. Dia sedang bermain dengan seekor kelinci yang baru saja diberikan padanya oleh ayahnya. Dia sering melihat kelinci itu melompat-lompat di sekitar hutan tetapi dia tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengannya. Dia sedang mengusap bulu-bulu putih kelinci itu dengan jemari kecilnya ketika dia mendengar panggilan ibunya.

"Katie!" Ibunya memanggilnya, suaranya terdengar panik.

Gadis kecil itu beranjak dari tempat dia duduk, memeluk kelincinya sembari keluar dari kamar kecilnya untuk menemui ibunya. Ketakutan terpancar dari wajah ibunya saat ia menoleh ke arah pintu.

"Sayang," Ibunya membungkuk agar bisa menatap mata anaknya, "Ibu ingin kamu tetap tinggal di sini, tutup pintunya dan jangan pernah membuka pintu sampai ayahmu atau ibu datang menjemputmu."

"Ke mana ibu akan pergi?" Gadis itu bertanya kepada ibunya, mata coklatnya menyorotkan kebingungan.

Di saat yang bersamaan, jeritan seorang wanita bergema di luar, membuat keduanya menoleh ke arah jendela. Ibu yang ketakutan itu meletakan kedua tangannya di wajah anaknya untuk menarik perhatiannya.

"Katie, buah hatiku," dia berbisik dengan pelan kepada anaknya, "Ingat, ayah dan ibu akan selalu menyayangimu. Jaga dirimu, anakku." Dia mencium dahi anaknya dengan mata yang berkaca-kaca.

Dia tahu bahwa dia tidak punya banyak waktu untuk menjelaskan semuanya, dan walaupun dia bisa, akankah anaknya mengerti? Katie telah tumbuh dengan kelemah lembutan dan kasih sayang. Dia berada di umur di mana dia seharusnya bertumbuh menjadi seperti kuncup bunga yang siap untuk tumbuh dan mekar menjadi bunga yang cantik, tetapi takdir berkata lain. Yang gadis itu tidak ketahui adalah bahaya yang sedang menuju ke arah mereka. Seseorang menggedor pintu dengan keras diantara jeritan para pria dan wanita.

"Sembunyi!" perintah ibunya dan gadis kecil itu bergegas bersembunyi di bawah tempat tidur.

Gadis kecil itu tahu bahwa ada sesuatu yang salah dan ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi tetapi ibunya menyuruhnya untuk bersembunyi. Tangisan, teriakan dan suara pintu yang digedor membuat gadis kecil itu sangat ketakutan sehingga ia memeluk kelincinya lebih erat. Gadis itu kemudian mendengar suara pintu yang berderak dengan kuat diikuti dengan suara yang samar. Katie keluar dari tempat persembunyiannya untuk mengintip apa yang terjadi tetapi ia kebingungan ketika ia melihat seorang pria mendekap ibunya dan menggigitnya. Tetesan darah menetes dari sudut bibirnya pada saat ia menghisap darah dari ibu gadis itu.

"I-Ibu?" gadis itu memanggil ibunya yang tidak lagi bernyawa. Tidak ada senyuman di wajahnya dan matanya terlihat kosong. Ibunya telah lama tiada dan sekarang hanyalah seperti seonggok daging.

Mendengar suara gadis itu, pria yang sedang menghisap darah ibu sang gadis mengalihkan pandangannya pada gadis yang berdiri di depan pintu. Sambil menjilati bibirnya dia melemparkan wanita yang ada di tangannya dan berjalan ke arah gadis kecil itu dengan penuh semangat sambil memikirkan tentang korbannya yang berdiri di hadapannya.

"Gadis kecil sebagai permen untuk vampir," pria itu melihat gadis itu berlari ke ruangan yang lain tetapi dia lebih cepat, "Manusia yang tidak berdaya di bawah belas kasihan seorang vampir. Sangatlah mudah jika kalian mendengarkan kami tetapi lihat apa yang telah mereka bawa untuk diri mereka sendiri. Aku akan menikmati saat menghisap darah manismu."

Katie tidak mengucapkan satu katapun tetapi melangkah mundur secara perlahan dengan tangan yang gemetar oleh karena ketakutan. Gadis itu terpojok karena tidak ada lagi tempat baginya untuk melarikan diri. Ketika pria di depannya melompat untuk menyerangnya, dia menutup matanya menunggu rasa sakit yang akan datang tetapi tidak ada yang terjadi kecuali suara retakan dan bunyi benda yang jatuh. Dengan perlahan gadis kecil itu membuka matanya dan melihat pria yang ingin menyerangnya tergeletak di atas tanah. Ia mengangkat kepalanya dan langsung bertatapan dengan sepasang mata merah padam yang tidak seperti mata pria yang tergeletak di lantai.

Keduanya saling bertatapan, yang satu dengan ekspresi wajah ketakutan sementara yang lainnya menatap dengan penuh keingintahuan, menatap juga hewan yang ada di tangan anak tersebut. Ketika pria berperawakan tinggi itu melangkah maju, gadis kecil itu berkata,

"Tolong jangan bunuh dia," dia berbisik sambil memeluk erat kelincinya.