Dewi Indriyani memandang Dina dan tidak bisa menolak, Dewi lalu mengangguk, "Baiklah, aku akan mengirimkannya kepadamu nanti ketika aku sampai dirumah"
"Dewi, kamu benar-benar seorang teman yang baik! Kalau begitu aku akan mentraktirmu untuk makan sekarang. Ayo kita pergi" Dina Baskoro langsung tersenyum ke arah Dewi Indriyani dan mereka lalu pergi makan bersama.
Di belakangnya, Renata Sanjaya menyaksikan kejadian itu dan benar-benar kebingungan dan marah, "apa yang terjadi sebenarnya?"
Apakah Dina Baskoro ada masalah? Kenapa Dina tiba-tiba begitu dekat dengan Dewi Indriyani?
_ _ _ _ _ _ _
Mereka menuju restoran di dekat kampus.
"Kenapa kamu tidak mengerti?" Dewi Indriyani bertanya pada Dina Baskoro sambil makan.
Dina Baskoro mengangkat bahu dengan lemas, "Aku tidak tahu, Dewi Indriyani, makanya aku mengandalkanmu." Dewi Indriyani tidak menyangka kalau Dina Baskoro begitu bodoh, jadi Dewi berkata, "Baiklah, aku akan membantumu melingkari semua topik utama, dan kamu dapat memeriksanya lagi ketika pulang nanti"
Setelah itu, Dewi Indriyani mengambil pulpennya dengan hati-hati dan membantu Dina Baskoro melingkari poin-poin utama tanpa menguraikan setiap detail.
Dina lalu menghela nafas lega dan berpikir Dewi Indriyani benar-benar orang yang baik, mudah bergaul, tidak seperti yang Renata katakan sebelumnya. Dan Dewi tidak menyimpan dendam padanya. Membuat Dina sangat bersyukur, "Terima kasih, Dewi Indriyani!"
Dewi Indriyani tidak hanya senang, tetapi sangat antusias, "Sama- sama! Aku senang dapat membantumu untuk belajar hari ini." Dina Baskoro mengangguk dengan penuh semangat. "Terima kasih atas kebaikanmu hari ini Dewi Indriyani!"
"Jangan khawatir, jika kita bertemu lagi di kelas, aku pasti akan datang untuk memberitahumu apakah aku memiliki pertanyaan atau tidak. Tetapi tidak apa-apa kalau tidak bisa, karena aku masih memiliki guru di rumah."
Ketika berbicara tentang guru itu, Dina Baskoro tersenyum dan menyipitkan matanya.
Setelah makan, mereka meninggalkan restoran itu dan kemudian Dina Baskoro naik taksi ke kantor Teddy Permana.
Renata Sanjaya yang kebetulan lewat memanggil Dina Baskoro dari dalam mobilnya, Dina mendengar panggilannya tetapi berpura-pura tidak melihatnya dan terus mengabaikannya.
Renata Sanjaya memanggil sampai tiga kali dan Dina tidak menjawabnya, ekspresinya wajahnya cemberut bahkan terlihat sedikit marah. "Dina Baskoro ini memang tidak mendengar atau sengaja tidak mendengar?"
Perasaan bahwa akan ada hal-hal yang lepas kendali semakin kuat dan kuat.
...
Sesampainya di kantor Teddy, Dina Baskoro langsung masuk ke lift dan naik ke lantai atas.
Rahmi melihat Dina Baskoro datang, dan mulai memikirkan situasi dalam kepalanya sehingga membuat kepalanya sakit. "Wanita ini lagi! Apakah dia di sini untuk mencari masalah lagi?"
Jadi Rahmi buru-buru melangkah mendekati Dina dan bertanya, "Ibu Dina, ada perlu apa kemari?"
Dina Baskoro langsung bertanya, "Aku kesini untuk mencari Teddy Permana, apa dia ada di kantor?"
Rahmi mengangguk, "Pak Teddy ada di kantor sekarang. Apakah aku perlu memberitahunya kalau anda datang?"
"Ya, tolong ya" Dina Baskoro mengangguk, lalu mencari sofa dan duduk.
Rahmi buru-buru kembali ke kursinya dan memutar nomor kantor Teddy Permana. Setelah beberapa saat, dia berkata dengan panik, "Pak Teddy, Bu Dina ada disini dan ingin bertemu denganmu. Dia sedang menunggu di sofa sekarang."
Mengapa Dina ada di sini?
Alis Teddy Permana naik sedikit karena heran, "Oh Begitu." Lalu menutup telepon.
Setelah beberapa saat, Teddy Permana keluar dari kantornya, dengan mengenakan setelan yang disesuaikan dengan baik, terlihat sangat anggun, mulia dan menawan.
Melihat Teddy datang, Dina Baskoro tidak bisa menahan senyum manis di wajahnya.
Sebaliknya, Teddy Permana yang melihat Dina Baskoro berlari mendekati dengan heran, "Apa yang kamu lakukan di sini?"
Dia semakin bingung tentang apa yang ingin Dina Baskoro lakukan.
Terlepas dari apakah Teddy akan menerimanya atau tidak, Dina berkata sambil tersenyum, "Aku kesini untuk belajar." Teddy Permana mengangkat alisnya dengan bingung, "Belajar?"
"Ya, aku akan segera mengikuti ujian kelulusan dari fakultas, tapi aku tidak tahu banyak tentang pelajaran ku sendiri, jadi aku datang kesini untuk memintamu mengajariku"
Dina Baskoro tahu bahwa Teddy Permana adalah seorang lulusan Ph.D. ilmu keuangan dan manajemen di MIT.
Dengan tutor seperti Teddy Permana, ditambah lagi kesempatan untuk bisa lebih dekat dengannya, ini adalah kesempatan yang sangat bagus bagi Dina, bagaimana bisa Dina Baskoro melepaskan kesempatan ini dengan sia-sia?
Tapi ternyata permintaannya ditolak oleh Teddy Permana. Teddy berkata dengan tenang, "Ini adalah kantor, bukan kampus dan aku sedang bekerja, aku tidak punya waktu untuk menjagamu. Pulanglah kerumah"
Tapi Dina Baskoro mencoba memelas padanya, "Tolonglah aku Teddy, aku tidak akan mengganggumu, tolong bantu aku. Kreditku untuk semester ini hampir habis dan jika tidak menyelesaikannya sekarang aku pasti tidak akan bisa lulus nanti. Dan, jika kamu tidak mengizinkanku hari ini aku tidak akan pergi " Saat Dina berkata begitu, Dina membuat ekspresi sedih dan memelas, membuat orang merasa lemah.
Ditambah dengan tekadnya bahwa dia berniat untuk tinggal di sini dan tidak pergi, ekspresi wajahnya sangat tegas, Teddy Permana tidak berdaya dan akhirnya berkata, "Masuklah."
Dina Baskoro sangat senang, lalu membawa tumpukan buku dan berlari masuk ruangan Teddy Permana.
Setelah itu pintu ruangan ditutup dan meninggalkan Rahmi yang terdiam di tempat, bertanya-tanya dalam hatinya, apakah benar dia wanita yang sombong itu? Mengapa benar-benar seperti orang yang berbeda sekarang?
Sepertinya dia memang menjadi orang yang berbeda sekarang.
Setelah memasuki ruangan Teddy, Dina Baskoro melihat sekeliling dengan buku teks di pelukannya, dan akhirnya menatap meja Teddy Permana.
"Teddy Permana, bolehkah aku menggunakan mejamu?" Nada suara Dina Baskoro terdengar sedikit berhati-hati.
Seolah takut ditolak lagi, Dina melanjutkan dengan kalimat yang menyanjung, "Jangan khawatir, aku hanya mengambil sebagian kecil meja itu, aku yakin tidak akan mengganggumu."
Teddy Permana hanya mengangguk pelan.
Dina Baskoro tersenyum gembira, dan kemudian berlari ke arah meja itu sendiri, memindahkan kursi dan akhirnya duduk berhadapan dengan Teddy Permana, lalu membuka buku-bukunya tadi dan mulai belajar dengan tenang. Sesuai dengan instruksi Dewi Indriyani yang sebelumnya.
Teddy Permana mengira Dina sedang bercanda, tetapi melihatnya belajar dengan begitu serius, Teddy Permana sedikit bingung.
Setelah mencoba mencari kalimat yang tepat, Teddy akhirnya hanya bisa bertanya, "Kamu tidak suka belajar sebelumnya? Kenapa baru sekarang?"
Dina Baskoro mengangkat kepalanya dan berkata kepada Teddy Permana dengan wajah serius, "Aku tidak suka membaca sebelumnya, tetapi sekarang, aku telah memutuskan bahwa aku akan bekerja keras untuk belajar dengan giat! Aku tidak akan menyia-nyiakan studi ku lagi! Hanya saja, mungkin aku akan membutuhkan bantuanmu." Suara Dina Baskoro menjadi lebih pelan saat berbicara.
Teddy Permana mengerutkan kening dan bertanya, "Apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?"
Setelah mengatakan itu, Teddy Permana melihat buku Dina Baskoro dan semua bahan yang sudah Dewi Indriyani lingkari sebelumnya. Dina lalu bertanya dengan lemah, "Yang ini, aku tidak memahaminya dengan baik, bisakah kamu mengajariku?"
Teddy Permana tidak membaca materi di buku itu, tetapi menatap dalam-dalam ke mata Dina Baskoro, samar-samar merasa bahwa Dina tidak seharusnya berbohong lalu akhirnya mengangguk pelan.
Dina Baskoro melonjak kegirangan dalam sekejap, "Apa kamu berjanji untuk mengajariku? Hebat!" Dina Baskoro tidak bisa menahan kegembiraannya lalu merangkul leher Teddy Permana, dan mencium wajahnya dengan semangat.
"Teddy Permana, aku tahu, kamu yang terbaik bagiku!"