webnovel

Kepingan Sayap Memori Penuh Dendam

Mitos mengatakan angka 7 merupakan sebuah angka keberuntungan. Bagi Dina, angka 7 merupakan kesempatan dari Tuhan! Dulunya, Renata yang merupakan sahabat terbaiknya memanipulasi Dina hanya demi seorang pria, Teddy. Tidak berhenti disitu, Renata menjebak Dina dan menjebloskannya ke dalam penjara, lalu menyuruh seseorang untuk membunuh Dina didalam sel yang suram itu. Dina berpikir dia hanya akan berakhir di Neraka dengan beribu penyesalan. Tapi nyatanya Ia terbangun kembali ke 7 tahun lalu, sebelum semua masalah hidupnya dimulai. Kini Dina tidak boleh jatuh kedalam lubang yang sama, Ia harus menyiapkan rencana serangan balik sebelum semuanya terlambat!

Pena_Fiona · Teenager
Zu wenig Bewertungen
424 Chs

Demam TInggi Dan Mimpi Buruk 

Setelah Dina Baskoro meninggalkan kantor, dia berencana naik taksi kembali ke rumah.

Dan melihat langit di atas kepalanya menjadi mendung perlahan-lahan dan udara di sekitar menjadi terasa dingin.

Dina Baskoro kemudian berlari ke pinggir jalan menunggu bus, berpikir bahwa akan segera turun hujan.

"Seperti apa cuaca di Amerika Serikat sekarang? Aku tidak tahu, aku tidak pernah kesana."

Dina Baskoro masih tetap memikirkannya, lalu tiba-tiba ada suara guntur yang cukup keras dan Dina Baskoro terkejut.

Tak lama kemudian hujan deras turun.

Hujan datang terlalu tiba-tiba, Dina Baskoro segera melihat sekeliling, mencoba mencari tempat berteduh dari hujan, tetapi hanya ada jalan besar di sekelilingnya, dan tidak ada tempat untuk berteduh.

Lebih menyedihkannya lagi, tidak ada taksi terlihat di jalanan dan Dina Baskoro dengan terpaksa berdiri di tengah hujan menunggu sampai taksi lewat.

Sekitar sepuluh menit kemudian, sebuah taksi perlahan berhenti di kakinya. Dan setelah membuka pintu, Dina Baskoro masuk ke dalam mobil dengan cepat.

Di dalam mobil, ternyata supir taksi masih menyalakan AC, Dina Baskoro tiba-tiba menggigil karena kedinginan, dan bulu kuduknya merinding.

Supir taksi itu lalu melihat Dina Baskoro melalui kaca spion dan melihat bahwa dia basah kuyup, lalu dengan cepat menyerahkan kantong plastik padanya.

"Pakai ini di tempatmu duduk, jangan basahi kursiku."

Dina Baskoro mengambil kantong plastiknya dan melakukan sesuai yang dia minta.

Hari sudah gelap saat Dina Baskoro tiba di rumah, tapi hujan deras masih terus turun.

Dina Baskoro benar-benar basah kuyup dengan pakaiannya basah yang menempel di tubuhnya, seolah-olah baru saja dikeluarkan dari air.

Setelah melihat Dina yang basah kuyup, Mbak Tiwi buru-buru mengambil handuk kering dan bertanya dengan khawatir, "Bu Dina, kenapa kamu pulang saat hujan deras begini?"

Dina Baskoro dengan gemetar menggelengkan kepalanya, menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.

Melihatnya seperti ini, Mbak Tiwi tidak bisa menahan perasaan khawatirnya dan berkata dengan tergesa-gesa, "Makanan baru saja dimasak, ayo naik dan ganti pakaianmu, lalu turun kembali untuk makan."

Dina Baskoro mengangguk, lalu naik ke kamar.

Setelah kembali ke kamar, Dina Baskoro mandi air panas di kamar mandi dan membuatnya merasa jauh lebih nyaman.

Tapi ketika keluar dari kamar mandi, dia sudah mulai bersin.

Mbak Tiwi buru-buru memberikan Dina Baskoro sup jahe, dan makan makanan yang lain untuk meredakan hawa dingin.

Sambil makan, Mbak Tiwi berkata di sampingnya, "Bu Dina kamu harus ingat untuk membawa payung ketika kamu pergi keluar lain kali. Sekarang sedang musim hujan. Jangan meremehkan hujan, sekarang mungkin kamu tidak merasakan apa-apa. Tapi nanti ketika sudah tua, baru kamu mulai merasakan efek penyakitnya."

Dina Baskoro mengangguk dan berkata dengan pelan, "Terima kasih Mbak Tiwi."

Kemudian, Mbak Tiwi tiba-tiba bertanya dengan rasa ingin tahu, "Ngomong-ngomong Bu Dina mengapa saya tidak melihat Pak Teddy dalam dua hari ini?"

Dina Baskoro tidak bisa menahan diri untuk tidak terlihat kosong ketika mendengar pertanyaan itu. Di sudut mulutnya, sebuah senyum kaku nyaris tak terlihat, "Oh, Teddy Permana pergi ke Amerika Serikat untuk perjalanan bisnis."

"Oh begitu, kalau begitu Bu Dina cepat makan dan kalau sudah selesai makan, kembali ke atas dan istirahatlah." Kata Mbak Tiwi mencoba memberi solusi.

Dina Baskoro mengangguk dalam diam, setelah makan dia merasa sedikit pusing di kepalanya, jadi naik ke atas dan buru-buru membungkus diri dengan selimut dan mencoba untuk tidur.

Tidur saat kepala pusing sangat tidak nyaman, Dina Baskoro berbalik beberapa kali dengan cemas, sebelum akhirnya tertidur. Dan kemudian mulai bermimpi terus menerus. Pada awalnya, Dina hanya memimpikan tentang masa kanak-kanaknya, ketika ibunya belum pergi, dan mereka hidup bahagia. Ibunya memasak di dapur sedangkan Dina Baskoro dan ayahnya bermain di luar.

Permainan yang yang tidak jelas, tetapi ayah dan puterinya itu bersenang-senang.

Kemudian, setelah ibunya menghilang, seorang wanita menjadi ibu tirinya serta membawa saudara tirinya dan mulai menindas Dina Baskoro.

Dina Baskoro melihat diri kecilnya saat itu dengan matanya sendiri. Melihatnya membanting pintu kamar dengan paksa, dan sejak saat itu dia menjadi pemberontak dan dia tidak lagi disiplin.

Semua orang mengatakan bahwa dia adalah seorang gadis yang tidak terpelajar, tidak ada yang tahu rasa sakit terdalam di hatinya.

Sampai tengah malam, Dina Baskoro terus mengalami beberapa mimpi buruk berturut-turut.

Dan Dina Baskoro dalam mimpinya itu kembali ke kehidupan sebelumnya.

Sebuah adegan menyakitkan berlalu, Dina Baskoro memeluk dirinya dengan erat karena kesakitan. Dalam mimpinya, dia sedang berdiri di tengah kerumunan. Semua orang di sekitar memandangnya dan mengutuk dengan kejam. Mereka berkata, "Pembunuh!"

"Dina Baskoro, kamu adalah seorang pembunuh!"

"Dina Baskoro, kamu adalah orang yang paling terkutuk!"

"Pembunuh sialan, dasar kamu sialan!"

Dina Baskoro sepanjang waktu hanya menangis dan mencoba menjelaskan, tetapi orang-orang di sekitar tidak ada yang mendengarkan sama sekali, dan tiba-tiba Dina Baskoro berada dalam penjara

Penjara itu gelap dan lembap, dan tercium bau apek tidak enak di mana-mana.

Seragam penjara di tubuhnya berlumuran darah dengan rambutnya yang berantakan sedang berjongkok di sudutnya penjara itu, menggigil.

Selama di penjara, Dina Baskoro merasa bahwa pakaiannya tidak hangat membuatnya tidak bisa tidur nyenyak, dan makanannya tidak enak.

Di tengah malam, tikus sering berlari di atas hidungnya, bahkan menggerogoti pakaiannya sampai sobek membuat Dina Baskoro menjerit ketakutan.

Semua narapidana disitu sangat kejam, mereka benar-benar tidak masuk akal, memukulinya, memarahinya, menendangnya, dan menghinanya dengan berbagai cara.

Sampai akhirnya, sipir penjara datang dan narapidana tersebut dengan sengaja menunjuk ke arah Dina Baskoro sebagai orang yang membuat masalh, lalu dipukul lagi oleh sipir penjara dengan tongkat listrik.

Selama di penjara, Dina Baskoro benar-benar merasa lebih baik mati saja.

Setiap hari tubuhnya sakit, dan dia seperti semut diinjak-injak oleh semua orang.

Hari-hari Dina Baskoro di penjara seperti tenggelam dalam sumur yang tak berujung, tidak dapat melihat jari-jarinya sendiri, mencoba mencari jalan keluar, tetapi tubuhnya terus tenggelam dalam kegelapan.

Kemudian, Dina Baskoro bermimpi bahwa dia dipaksa oleh sipir penjara meminum racun dan darah dimuntahkan dari mulutnya, membuat dadanya terasa sakit!

Sakit menusuk jantung!

Racun menembus usus seperti serangga yang tak terhitung jumlahnya, menggerogoti daging dan darahnya, terus menerus menyiksanya dan mencabik-cabik dari dalam.

…..

Mbak Tiwi sepanjang malam merasa tidak nyaman di dalam hatinya, dan merasa selalu ingin naik untuk melihat keadaan Dina Baskoro.

Karena Dina Baskoro habis kehujanan dan juga kondisi mentalnya tidak begitu baik. Jika memang ada sesuatu, Dina Baskoro bisa cerita padanya.

Jadi Mbak Tiwi naik dan masuk kamar.

Tanpa diduga, begitu dia memasuki kamar, dia melihat Dina Baskoro dengan wajah memerah, berkeringat dan ekspresinya tidak tenang, seolah-olah sedang mengalami mimpi buruk yang mengerikan.

"Tidak, jangan ..." Seolah-olah meronta, ekspresinya sangat menyakitkan.

Mbak Tiwi panik dan buru-buru mendorong lengannya, "Bu Dina? Bu Dina? Bangun!"

Tetapi Dina Baskoro tertidur lelap dan tidak bisa bangun sama sekali. Ekspresinya menyakitkan, dan kemudian mulai berbicara tidak jelas.

"Aku tidak ingin mati, aku tidak ingin mati! Percayalah, aku dianiaya ..."

Mbak Tiwi mengulurkan tangannya dengan cemas dan memeriksa suhu di dahinya.

Baru menaruh tangannya sebentar di dahi Dina Baskoro, Mbak Tiwi langsung menarik tangannya dengan cepat karena terkejut.

Menurut pengalaman, Dina Baskoro mengalami demam tinggi, dan suhunya lebih rendah dari 39 derajat! Ini bahaya! Mbak Tiwi panik lalu bangkit dan berlari keluar, buru-buru turun untuk menghubungi dokter. Dan begitu turun dari tangga, ternyata Teddy Permana sudah ada dirumah.