webnovel

Kennath&Nadhia

Ini cerita hidupku, bukan hanya cerita tentang dia. Ini lebih dari itu melibatkan persahabatan dan perkelahian yang membuatku menyadari kalau semua pengalaman hidup itu penting. Aku selalu ingin ada sedikit tantangan di hidupku, karena hidup normal itu membosankan. Namun saat bertemu dengannya ini bukan lagi sedikit. Bagaimana jadinya jika aku anak sederhana yang tak tahu cara mengutarakan perasaanku dipertemukan dengan sosok laki-laki yang mampu merubah hidup ku 180 derajat.

novafa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
13 Chs

Ngeselin

Pagi kali ini aku memutuskan untuk berangkat duluan, sebelum ayah mengantar ka Nanad ke sekolah.

Aku sudah bangun dari jam empat pagi untuk menyiapkan bekal membuat soto ayam dan sholat subuh.

Sesampainya di sekolah, benar saja sekolah ku masih sepi. Bahkan anak rajin sekalipun tak ada yang datang ke sekolah jam setengah enam pagi, aku duduk di bangkuku menatap kelas yang sunyi. Dari pada aku hanya duduk di bangku lebih baik aku keluar.

Aku melihat langit pagi dari balkon depan kelasku, langit pagi ini bersahabat penuh awan tak tahu nanti siang mungkin akan tergantikan oleh panasnya mentari.

"Nadh?" Lamunan tentang alam semestaku pun buyar saat suara yang begitu aku kenal memanggilku.

Aku sontak menoleh, "kenapa?"

"Lo ngapain?"

"Berdiri"

Bara tersenyum kecil. "Iya gue tau, cuma tumben lo dateng jam segini?"

Aku duduk di kursi panjang depan kelasnya. "Lagi mau aja, lo juga tumben dateng pagi?" Tanyaku.

"Gara-gara dibangunin ayam" jawab Bara seraya duduk disampingku.

Aku terkekeh. "Kirain enggak ada alaram paling ampuh kecuali suara ibu" ujarku menyampingkan badan agar menatap Bara sepenuhnya.

Aku belum kenal dekat dengan Bara tapi sudah ku pastikan kalau Bara adalah orang baik, aku enggak pernah liat Bara marah ya walaupun Bara memang agak cuek, namun ia cukup asik diajak bicara.

"Nadh?" Panggil Bara pelan.

"Hm?"

"Udah izin sama ibu lo, kalau kita mau ke toko bunga pulang sekolah?"

Aku seketika melotot aku lupa kalau Bara mengajakku ke toko bunga pulang sekolah, jadi aku tak izin dengan ibu.

Aku menatap Bara lesuh seolah menyesal. "maaf bar, lupa"

Bara menatapku sebentar sampai ia membuka suara yang membuatku sedikit lega. "Enggak apa-apa, nanti pulang sekolah ke rumah lo dulu buat izin" ujar Bara halus.

Aku menggeleng cepat, "enggak usah nanti izin lewat handphone aja" balas ku cepat.

Bara mengangguk, lalu aku terdiam kaku saat tangan Bara menyampingkan rambutku ke daun telingaku.

"Ini sekolah bukan tempat buat pacaran" seru seseorang.

Aku dan Bara sontak menoleh ke sumber suara. Kennath dengan gaya tengil-nya sedang melipat tangan di depan dada menyilangkan kakinya dan bersandar di tembok samping balkon.

Entah sudah berapa lama Kennath berdiri di sana, namun aku cukup heran saat melihat Bara yang menatap Kennath seolah tak suka. Marah lebih tepatnya.

"Ngapain?" Tanyaku ke Kennath terdengar tak suka, padahal aku sudah berusaha bersikap biasa-biasa saja. Namun tak tahu kenapa kalau berhadapan dengan Kennath seolah dia adalah musuhku.

"Cuma mau ingetin ini sekolah bukan kamar" ujar Kennath santai.

Aku langsung melotot tak suka dan berdiri, namun sebelum aku mendekati Kennath Bara lebih dulu mendekati Kennath membuat aku mencegah Bara agar tak ada perkelahian dipagi-pagi seperti ini, aku tak ingin menciptakan keadaan panas di suasana yang sejuk.

Aku menghalangi tubuh Bara diantara tubuh Kennath, aku menatap Kennath sengit namun bukannya merasa terganggu Kennath malah menatapku sambil menunjukan smirk khasnya.

"Kenapa dicegat? Biarin aja cowok lo mukul gue" Kennath kembali membuat ku tercengang dengan ucapannya.

Aku membuka mulut dan menajamkan mata, "Kennath mending sekarang lo pergi!" Teriak ku di depan wajahnya.

Kennath sama sekali tak menjauhkan wajahnya membuat wajah ku benar-benar dekat dengan wajahnya, sontak aku langsung menjauhkan wajahnya dan menatap Kennath kesal.

"Kalo bukan pacarnya, ya gak usah kesel gitu dong" ujar Kennath seraya ingin memegang kepalaku, namun sebelum tangannya memegang kepalaku. Aku buru-buru menjauhkan wajahku membuat Kennath tak dapat memegang kepalaku, Kennath malah mengusap rambutnya ke belakang.

"Lo tuh bener-bener ngeselin ya!"

"Justru yang ngeselin yang ngangenin" Kennath menatapku dengan senyum jahilnya membuat ku ingin muntah sekarang juga.

Aku menatap Kennath sangat sangat sengit, lalu menarik tangan Bara untuk masuk ke kelas dan meninggalkan Kennath sendiri.

***

Pelajaran ketiga dimulai oleh Bu Meidah guru matematika, kalau ada yang bilang guru matematika itu galak dan pelit nilai bu Meidah adalah kebalikannya.

Aku adalah orang yang tidak bisa matematika, katanya cintai dulu baru bisa mengerti. Namun aku sudah berusaha untuk mencintai tetap saja belum mengerti, mungkin cinta ku bertepuk sebelah tangan.

Aku duduk sebangku dengan Nayya, Nayya anak yang pintar ia selalu dapat peringkat satu atau dua di kelas. Sedangkan aku naik kelas juga sudah alhamdulilah.

"Nay, ini gimana si?" Tanyaku menyodorkan buku tulis ke Nayya.

Nayya melirik buku tulis ku lalu fokus kembali ke bukunya, "kamu bagi dulu baru dikali abis itu dikurang" jawab Nayya.

Aku mengerutkan dahi. "Udah kok, tapi enggak ada jawabannya"

"Pasti ada Nadhia" Nayya menghela napas panjang namun pandangannya masih tak lepas dari bukunya.

Aku menghela napas pelan, berdoa semoga cepat-cepat bel istirahat.

"Nadh kamu enggak ngerjain?" Bisik Dinda yang duduk di belakangku.

Aku menyenderkan bahuku di kursi. "Enggak,"

"Kenapa?"

"Aku enggak ngerti"

Dinda juga salah satu murid pintar di kelasku, ya walaupun pintaran Nayya. Tapi dibandingkan denganku jauh pintaran Dinda.

Aku membalikan badan ke arah Dinda yang duduk dengan Keysha.

"Mana yang enggak ngerti?" Tanya Dinda.

Aku menunjuk nomor 5, "kata Nayya dibagi dulu terus dikali abis itu dikurang. Aku udah coba tapi enggak ada jawabannya"

"Ini kamu udah bener kok caranya, dimana yang salah ya" gumam Keysha menatap bukuku.

Dinda menatap pekerjaanku mencari kesalahan, "ini kamu salah diperkurangannya. Masa 1890 dikurang 695 jawabannya 1095" jelas Dinda menatapku jengah.

Aku mencoba menghitung kembali lalu menyengkir kuda ke Dinda, "1195"

"Kamu bukan enggak bisa, tapi enggak teliti"

Aku terkekeh pelan. Nayya membalikan badannya juga kebelakang, "aku aja yang enggak les bisa masa kamu yang les enggak bisa" ujar Nayya ke aku.

Aku juga tak tahu kenapa aku lemah sekali dimatematika, padahal dipelajaran yang lain aku bisa-bisa saja.

"Setiap orang kan kemampuannya beda-beda, jadi jangan sama-samain kamu sama Nadhia" ujar Keysha ke Nayya.

Aku merasa suasana menjadi tak enak. "ohh iya din lomba nyanyi kamu kapan?" Tanyaku ke Dinda mencairkan suasana.

"Minggu depan"

"Bareng Aqia?" Tanya Keysha.

"Iya" Aqia adalah anak kelas 11 ipa 3, aku cukup dekat juga dengan Aqia karena ketika kelas 10 aku sekelas dengannya.

"Sleksi basket putri kapan?" Tanya Nayya.

"Besok" jawab Dinda membuat aku terkejut.

"Besok?!"

Dinda mengangguk, "kenapa emang?"

"Cepet banget, aku belum siap" Aku malah tak ada persiapan apapun karena memang dari awal aku tak minat ikut eskul basket putri.

"Tenang, paling semuanya diserahin sama mila. Aku udah bilang sama bila kalo kamu mau gabung"

"Trus kata Mila apa?"

"Dia seneng, kamu kan lumayan deket nadh sama dia jadi enggak usah canggung"

Memang aku lumayan dekat dengan Mila karena kelas 10 kita sekelas bareng, tapi aku pasti merasa canggung dan pasti aku akan berusaha menyusuaikan diri jika bergaul dengan anak hitz.

"Pulang sekolah main ke rumah Naura lagi yu" ajak Keysha.

Aku sontak menggeleng kuat, "enggak bisa" jawabku cepat.

"Kenapa?" Tanya Nayya.

"Pulang sekolah aku mau ke toko bunga sama Bara" jawabku membuat mereka terkejut.

"Kamu udah ditahap itu?" Tanya Dinda.

"Tahap apa?"

"Tahap saling menyukai" Dinda tersenyum jahil.

Aku mengerutkan alis. "Aku cuma nemenin Bara beli bunga buat ibunya" jelasku.

"Ibunya? Yang orang aceh itu?" Tanya Dinda.

"Iya" jawab Keysha. Keysha dekat dengan Bara, bahkan keluarga mereka juga sudah saling kenal.

Kalau gitu kenapa Bara mengajakku untuk menemaninya, kenapa tidak ajak Keysha saja?