webnovel

Kennath&Nadhia

Ini cerita hidupku, bukan hanya cerita tentang dia. Ini lebih dari itu melibatkan persahabatan dan perkelahian yang membuatku menyadari kalau semua pengalaman hidup itu penting. Aku selalu ingin ada sedikit tantangan di hidupku, karena hidup normal itu membosankan. Namun saat bertemu dengannya ini bukan lagi sedikit. Bagaimana jadinya jika aku anak sederhana yang tak tahu cara mengutarakan perasaanku dipertemukan dengan sosok laki-laki yang mampu merubah hidup ku 180 derajat.

novafa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
13 Chs

Kok deg-degan?

Disini lah aku dan Bara berada, toko bunga yang katanya langganan ibunya Bara.

"Ibu lo suka bunga apa?" Tanyaku saat aku dan Bara sedang melihat-lihat.

"Bunga edelweiss" jawab Bara seraya mencium bunga.

"Cium deh" Bara menyodorkan buket bunga edelwiss, "wangi enggak?" Tanyanya saat aku mencium bunga itu.

Aku tak mencium bau apapun, lalu aku melirik Bara sekilas. "Gue tau lo enggak suka bunga"

Aku terkekeh. "suka kok, tapi cuma kaktus"

Jawabku, "bunga edelwiss bukannya langkah ya?"

"Iya, toko ini langganan ibu soalnya cuma di sini banyak stok bunga edelwiess dijual" jawab Bara seraya jalan dan berhenti di stand bunga mawar.

Aku tak tahu kenapa Bara berhenti di stand bunga mawar, aku mengikuti langkah Barah kemana pun karena Bara memintaku menemaninya.

Bara mengambil satu tangkai bunga mawar lalu menatapku sontak aku menatap Bara seraya menaikan alis bingung.

"Enggak suka mawar?" Tanya Bara.

"Cuma kaktus Bara" jawabku pelan.

"Kenapa? Mawar kan juga ada durinya"

"Tapi Mawar enggak bisa hidup di padang pasir"

Bara tersenyum miring lalu menyodorkan satu tangkai bunga mawar itu ke aku. "Buat lo"

Aku menatap Bara bergantian menatap bunga itu, "tapi kan enggak suka" ujarku jujur.

"Simpen aja, siapa tau lama-lama suka"

Aku mengambil bunga itu lalu menghirup wanginya, "kalau tetep enggak suka?"

"Lo boleh balikin ke gue" jawab Bara lembut.

"Gue enggak bisa ngerawatnya" aku seketika menyadari kenapa aku menjadi cerewet dan tak langsung menerima mawar pemberian Bara saja?

Bara membenarkan rambutnya yang keriting di atas, "kenapa?" Tanyanya tenang. Bara kenapa sabar banget si.

"Bunga mawar itu manja" ujarku menggoyang-goyangkan tangkai bunga mawar.

Bara tertawa seraya menggeleng kepala, "kita rawat sama-sama" ujarnya tersenyum kepadaku.

Aku membalas senyum Bara lalu menghirup bunga mawar itu lagi sambil menatap Bara yang masih senyum.

***

Aku pulang kerumah dan langsung menuju dapur untuk menaruh bunga mawar itu di gelas kaca tak lupa mengisinya dengan air.

Dan sedetik kemudian aku perpikir, begini kah cara merawat bunga mawar?

Aku membawa bunga mawar yang sudah ku taruh di dalam gelas berisi air ke kamar, aku segera mengambil handphone dan menghubungi Bara.

"Halo Bara?" Aku menelfon Bara seraya tengkurap di kasur.

"Kenapa?" Suara khas Bara langsung terdengar di telingaku.

"Cara ngerawat bunga mawar gimana?" Tanyaku. Kenapa aku harus nanya sama Bara kalau aku bisa cari caranya di internet? Sudah lah tak apa Bara sendiri yang bilang ingin merawat bersama-sama.

"Taruh di tanah, jangan lupa disiram pagi sama sore"

Kenapa aku bisa punya pemikiran menaruh bunga mawar di dalam air?

"Taruh di tanah basah atau kering? Trus tanahnya bisa ditaruh di pot enggak?"

"Tanah biasa aja. Bisa, lebih bagus dikasih pupuk"

Aku mengangguk padahal Bara juga tak akan bisa lihat, "makasih ya Bara"

"Iya sama-sama" aku tahu pasti Bara sekarang sedang tersenyum.

Panggilan berakhir, aku tak henti-hentinya tersenyum. Aku sontak terduduk seraya menahan senyum menggenggap ponselku.

"Duh kok aku jadi deg-degan ya" gumamku.

Lalu ponselku berdering, sontak aku langsung menatap layar ponselku.

Aku mengerutkan dahi saat melihat nomor asing yang tak ku simpan, aku menekan tombol hijau lalu meletakan di telingaku.

"Halo?" Aku ragu-ragu memulai pembicaraan.

Tak ada sahutan.

"Ini siapa?"

Tak ada sahutan untuk kedua kalinya membuatku berpikir mungkin itu orang salah sambung.

"Kalo enggak ada sahutan lagi saya matiin ya panggilannya"

"Eh eh tunggu dulu"

Aku mengerutkan dahi mencoba mengingat suara siapa ini.

"Siapa?" Tanyaku.

"Kennath"

Aku memutar mata malas, "tau nomor gue dari mana?"

"Raya"

Aku menghela napas malas, "kenapa nelfon?"

"Gak papa gabut aja"

"Gak jelas banget, gue matiin ya" 

"Yaudah"

Aku langsung memutuskan panggilan, sebosan itu kah Kennath?

"Nadhia ada temennya nyariin!" Teriak ibu dari depan.

Aku yang masih menggunakan seragam sekolah buru-buru menghampiri ibu.

"Siapa bu—?" Aku kaget, ngapain Kennath sore-sore ke rumah?

"Temen kamu katanya, ajak masuk ya nadh" ibu langsung masuk ke dalam.

Aku menghampiri Kennath yang berdiri menghadap belakang, "ngapain?" Tanyaku.

Kennath membalikan badan, "gak papa gabut aja" ujarnya santai.

Aku langsung menautkan alis. "Kata ibu disuruh masuk, tapi kalo lo cuma gabut doang langsung pulang aja. Rumah gue bukan tempat hiburan yang kalo lo lagi bosen trus kesini bisa terhibur"

"Marah-marah mulu"

Aku menghela napas berusaha sabar menghadapi sikap Kennath yang annoying.

"Kennath mau masuk atau trus berdiri di situ?" Tanyaku lembut.

"Berdiri di sini"

Aku menatap Kennath jengah, anehnya Kennath menatapku dengan senyum kecilnya. Aku mendekati Kennath sampai jempolku bertemu sepatu Kennath.

Aku bisa melihat wajah Kennath yang kaget lalu kembali tengil seperti semula, "trus lo mau ngapain ke rumah gue?" Tanyaku pelan.

Kennath diam, matanya menatap mataku dalam membuat aku terhipnotis mata Kennath yang teduh. Setelah beberapa detik akhirnya aku kembali ke dunia nyata, aku langsung mendorong dada bidang Kennath kencang membuat Kennath mengaduh.

Aku memalingkan wajah, "salting" kekeh Kennath menyindir.

Aku tak menjawab dan masih memalingkan wajah agar tak melihat mata Kennath, "baru beberapa detik aja udah salting gitu" timpahnya lagi.

"Pergi aja nath" ujarku menekan setiap kata menatap Kennath tajam.

Aku sempat terkejut saat Kennath merubah ekspresi wajahnya menjadi dingin.

Kennath mundur selangkah lalu menatapku sebentar, "oke" ujarnya lalu pergi dari rumahku.

Aku tahu Kennath ke rumahku pasti jalan kaki karena rumahnya dekat, tapi aku tak tahu dari mana Kennath tahu rumahku.