webnovel

Kennath&Nadhia

Ini cerita hidupku, bukan hanya cerita tentang dia. Ini lebih dari itu melibatkan persahabatan dan perkelahian yang membuatku menyadari kalau semua pengalaman hidup itu penting. Aku selalu ingin ada sedikit tantangan di hidupku, karena hidup normal itu membosankan. Namun saat bertemu dengannya ini bukan lagi sedikit. Bagaimana jadinya jika aku anak sederhana yang tak tahu cara mengutarakan perasaanku dipertemukan dengan sosok laki-laki yang mampu merubah hidup ku 180 derajat.

novafa · Teenager
Zu wenig Bewertungen
13 Chs

Benci?

Aku hanya diam memandang Kennath dingin, benar-benar dingin karena aku sudah tak tahan dengan kelakuan Kennath yang semaunya. Dia pikir dengan dia yang ditakuti banyak orang membuat aku tak berani padanya?

"Nadh?" Bisik Bara mencoba menenangkan, aku tak menoleh.

Kemudian aku merampas tempat makanku dari tangan Kennath, Kennath yang mendapat pergerakan cepatku terlonjak kaget.

Aku membalikan badan berjalan menuju bangkuku namun aku berhenti saat Kennath mengeluarkan suara, "nasi goreng gitu doang marahnya sampe kaya gitu" gumam Kennath yang bisa didengar semua orang di kelas.

Aku menutup mataku mencoba bersabar namun aku tak suka disepelekan, aku kembali menoleh ke belakang dan jalan menuju Kennath yang dikelilingi murid laki-laki, teman-teman ku juga masih ada di sana.

"Nadh jangan marah-marah nanti gue teraktir nasi goreng mak ela" bujuk Irsyad, sahabat laki-laki ku yang paling dekat denganku.

Aku tak menggubris, aku menjatohkan tempat makan ku ke lantai lalu menarik kerah baju Kennath yang sedang duduk. Kennath tak bisa menyembunyikan keterkejutannya sontak berdiri.

Karena tinggi badanku yang tak seimbang, aku menarik kerah baju Kennath menjadi sangat dekat dengan wajahku, Kennath mengerutkan dahinya namun Kennath masih terdiam kaku.

"Denger ya Kennath mungkin lo bisa ngesepelein orang lain, tapi gak gue. Gue gak bakal tinggal diem lo gituin" ujarku pelan namun penuh penekanan disetiap kata.

Aku mendorong Kennath hingga ia terduduk lagi, aku mengambil tempat makanku kembali lalu berjalan menuju kamar mandi.

Aku melempar dengan kasar tempat makan ku ke wastafel lalu aku membasuh wajahku, "kenapa si ada orang se-ngeselin Kennath!" Gumamku menahan suara agar tak teriak.

Aku merasakan punggungku disentuh, aku sontak menoleh ke kaca. Teman-temanku sudah berada di kamar mandi.

"Kamu gak papa?" Tanya Nayya.

Aku berbalik menahan kedua tanganku di wastafel. "Ini bukan masalah nasi goreng, ini masalah Kennath yang seenaknya bertindak semau dia" ujarku berusaha membuat teman-temanku mengerti kalau aku tak seberlebihan itu.

"Iya nadh aku ngerti" ujar Dinda.

"Aku juga kesel sama Kennath, biar aja tuh dia lagi dipukulin Raya" ujar Dara.

Aku menatap Dara seraya menautkan alis, "kenapa dipukulin?"

"Kamu kaya gak tau Raya aja, anehnya Kennath gak menghindar kaya biasanya. Dia malah diem aja"

Aku buru-buru mengambil tempat makan dan segera berlari menuju kelas.

Sesampainya di kelas mataku langsung tertuju ke arah belakang kelas, aku melihat Kennath yang duduk termenung di bangku sementara Raya trus-trusan memukul badan sesekali menendang kaki Kennath seraya memaki-makinya, Kennath seperti tak merasakan apapun. Terlihat dari wajahnya yang biasa-biasa saja.

Aku meletakan tempat makanku di atas mejaku lalu menghampiri mereka, aku menghentikan tangan Raya, "udah ray"

Raya menoleh ke belakang, "aku kesel banget kamu digituin nadh" ujarnya seraya ingin menendang kaki Kennath namun aku segera menarik Raya menjauh dari Kennath.

Aku melihat Kennath yang masih terdiam memandang lantai, entah apa yang dipikirkan. Apa dia merasa bersalah? Tak mungkin.

"Duduk yu ray dikit lagi bu Safa masuk" ajak ku ke Raya, Raya mengangguk seraya menggandeng lenganku ke mejanya.

Kennath duduk di belakang paling pojok samping Tyo, begitu pelajaran bu Safa dimulai aku merasa diperhatikan dari belakang.

Aku sempat memiliki rasa tak enak dengan Kennath karena sikap ku, tapi nyatanya Kennath sendiri seenaknya ke padaku.

***

Bel istirahat berbunyi, hari ini aku dan teman-temanku duduk di meja kantin, aku agak risih si kalau makan di keramaian. Tapi tak apa-apa, hari ini Dara ingin makan di meja kantin.

"Kamu gak bawa uang nadh?" Tanya Keysha.

Aku diam bukan karena tak ada uang, pikiranku masih melayang tentang kejadian tadi. Aku tak pernah memarahi orang didepan umum apa lagi sampai kasar seperti itu.

"Nadh?" Keysha memanggilku tepat di depan telingaku membuat aku menjauhkan telingaku.

"Aku bawa uang kok" jawabku cepat.

"Nadhia kenapa si jadi gak asik banget" kata Delina, aku juga merasa begitu. Kenapa akhir-akhir ini aku banyak memipikirkan hal yang tak penting?

"Gak apa-apa kok" balasku lalu berdiri, "aku beli lumpia dulu ya" aku segera berjalan ke stand lumpia yang berada di ujung kantin.

"Bu, lumpianya yang delapan ribu" aku tahu banyak yang mengantri, ibu lumpia juga mungkin tak mendengar.

"Lesuh banget nadh" ujar pria di sampingku, ketika aku menoleh aku melihat Aril yang menatapku.

Aku tersenyum kikuk, dulu aku pernah suka dengan Aril bahkan itu bukan sekedar suka ada rasa ingin memiliki, waktu kelas 10 semuanya ku habiskan untuk menyukai Aril, padahal aku tahu kalau Aril dan Nayya berpacaran. Bahkan yang membantu mereka dekat pun aku.

"Laper belum makan" albiku, memang benar kok aku lapar.

"Teriak dong mintanya biar dibikinin cepet" saran Aril melihat murid-murid berteriak meminta pesanannya dibuatkan lebih dulu.

"Dabel deh jadinya laper iya haus juga iya"

Aril terkekeh lalu menoleh ke meja teman-temanku, "Nayya marah ya sama gue?" Tanya Aril masih memandang meja Nayya.

Aku ikut memandang Nayya yang sedang tertawa dengan Amara, "tanya sendiri dong"

Aril beralih menatapku. "Dia bilang gak papa, tapi gue tau banget dia lagi ada apa-apa"

Aku memandang Aril, inilah kenapa setahun ku habiskan waktuku untuk menyukai pacar dari sahabatku karena Aril dewasa ia tak pernah menyakiti hati wanita, Aril selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak, Aril humoris, Aril tak suka berbicara hal yang tak penting. Hampir memenuhi karakter tipe yang aku inginkan. Beruntungnya Nayya bisa memiliki orang yang mencintainya juga.

"Nadh?" Aril melambaikan tangannya di depan wajahku.

Aku mengerjapkan mata. "Diajak ngobrol malah ngelamun, mikirin apa?" Tanya Aril.

"Itu—"

"Tadi kamu pesen apa?" Tanya ibu lumpia cepat kepadaku.

Sontak aku menoleh, "lumpia yang delapan ribu daun bawangnya dikit aja, pedes" jawabku cepat.

Aku kembali menoleh ke Aril, "nanti gue tanya ke Nayya dia kenapa"

"Makasih ya nadh" Aril tersenyum simpul kepadaku lalu pergi ke mejanya.

Untung aku sudah tak menyukai Aril. Kalau dulu, Aril senyum seperti itu sudah mampu membuat ku tak bisa tidur.

Setelah aku membeli lumpia aku berjalan kembali ke mejaku melewati meja Kennath and the geng, ada Bara juga di sana. Ya karena Bara masih satu geng dengan Kennath, se-tahu ku katanya ada tim Kennath dan tim Tyo, dan Bara memilih tim Tyo. Aku tak tahu kenapa seperti itu padahal mereka semua masih jadi satu geng.

Aku duduk di bangku ku kembali, "nayya kamu lagi marahan sama Aril?" Tanyaku.

Nayya menoleh ke aku, "kok kamu tau?"

"Tadi pas aku beli lumpia dia nanya"

"Kenapa gak nanya sendiri aja" cibir Nayya.

"Udah nay, tapi katanya kamu malah jawab gak papa" jawabku pelan, "kalau kamu lagi gak apa-apa bilang gak apa-apa. Aril gak bakal ngerti kalau kamu gak bilang, gak semua orang ngerti kode kamu dia sayang banget sama kamu nay" jelasku.

"Tau dari mana Aril sayang banget sama aku?"

"Aku kenal Aril, aku tahu dia gak bakal bela-belain minta tolong sama aku buat nanya kamu marah atau enggak kalau dia gak sayang sama kamu"

"Jangan sia-siain nay" lanjutku pelan namun cukup jelas terdengar ditengah-tengah ramainya kantin.

Nayya mengangguk seraya melajutkan memakan cireng isinya.

"Din denger-denger kamu lagi deket sama

Wafi?" Tanya Amara.

Aku mengerutkan dahi, "Wafi bukannya pacar Raya?"

"Masih deket kok belum pacaran" jawab Dinda, aku melihat dari wajah Dinda kalau Dinda tak suka ketika aku bilang Raya pacar Wafi.

Aku tak menyalahkan Dinda kalau Dinda suka dengan Wafi, tapi aku tahu betul kalau Raya lebih dulu dekat dengan Wafi. Aku tak ingin ada pertengkaran diantara mereka.